Di satu sisi, Xavier yang terus penasaran dengan wanita impiannya, terus mencari tahu melalui orang-orang suruhannya.
"Sudah menemukan informasi?" tanya Xavier pada Jhonson.
"Pak Direktur, mohon pengertiannya. Tugas utama saya sebagai sekretaris saja sudah cukup berat, ditambah lagi dengan tugas sebagai detektif," keluh Jhonson. Xavier mendiamkannya, terus melihat tabletnya.
"Ngomong-ngomong, apa masih ada pertemuan dengan Tuan Vhon?" tanya Xavier. Tuan Vhon adalah orang yang kemarin mengadakan pesta dansa masquerade. Berharap melaluinya ia bisa menemukan informasi dengan Cheryl yang tidak ia ketahui, atau mungkin bisa bertemu kembali.
"Saat ini belum ada, mungkin untuk ke depannya nanti ada," balas Jhonson.
Terus melihat tabletnya, sebelum ia menatap pemandangan perkotaan melalui jendela. "Aturkan waktu untuk bertemu dengan Tuan Vhon."
"Baik, Pak."
Xavier terus tersenyum, mengingat kenangannya pada kejadian semalam.
***
"Siapa pria itu? Kau mengingatnya?" tanya Lila penasaran.
"Entahlah, ingatanku kabur. Ditambah penglihatanku kemarin juga tidak jelas," jelas Cheryl.
"Itu salah sendiri! Siapa suruh meneguk segelas champagne dengan kadar kemampuan alkohol sebanyak 0%? Kau bahkan tidak pernah minum alkohol, dengan sok jagonya kau mencoba," oceh Lila.
"Kalau aku terlihat polos, aku akan semakin direndahkan dan peluang aku diincarnya semakin besar! Karena aku terlihat mudah ditipu daya!" balas Cheryl tidak mau kalah.
"Lihat sendiri hasilnya, ujung-ujungnya kau tetap menjadi santapannya. Bukankah lebih baik kau tidak meminumnya? Ada kemungkinan kau bisa kabur."
"Benar juga … kenapa aku begitu bodoh!" Cheryl memijat pelipisnya, kepalanya pusing meratapi kebodohannya.
"Sudahlah, tidak apa! Lupakan saja, yang penting nanti kau harus menemukan pasangan hidup yang menerimamu apa adanya," ujar Lila berusaha menyemangati Cheryl, tanpa ia sadari kalimat itu malah semakin membuat mood Cheryl menurun.
"Pasangan hidup … aku tidak yakin akan menemukan satu lagi, di kala kehidupanku begini."
"Semangatm Ryl!" Lila mencubit pelan pipi Cheryl sehingga mulutnya membentuk senyuman.
"Aku duluan ya! Ingat, harus senyum!"
Kriett! Kepala Cheryl masih pusing, ia terus berusaha mengingat kembali siapa pria yang ia tiduri semalam, namun tidak bisa. "Kalau saja aku ingat jelas wajah dan informasi mengenainya, aku akan menuntutnya!"
Belum selesai berpikir, timbunan dokumen yang diletakkan secara tiba-tiba di depannya mengalihkan pikirannya. "Eh?"
Ia melirik ke arah wanita di sampingnya, Bella. "Ini, tugas dari Pak Direktur."
"Terlihat banyak, yah … mau kubantu?" tawar Bella yang mendudukkan diri di samping Cheryl.
"Tidak perlu," tolak Cheryl yang mulai mengambil satu per satu lembaran dokumen di depan mata.
"Aku baru mendengar kabarmu dari Aaron … kemarin Aaron bercerita banyak-" Bella menghentikan kalimatnya di pertengahan setelah melihat pemandangan yang tidak ia duga. Kerah baju Cheryl sedikit menurun, memperlihatkan bekas yang ditinggali Xavier kemarin.
Cheryl tengah fokus dengan kertas di depan mata, tidak menyadari hal itu."Hm? Lalu?"
"Aaron … terlihat masih menyukaimu. Aku di sini mewakilkan perasaannya sebagai sahabatnya, tolong … jangan kau putuskan tali perjodohanmu dengannya, ia sudah bersumpah pada dirinya sendiri di hadapanku untuk membahagiakanmu, bagaimana bisa kau menyia-nyiakan pria seperti dirinya?" Bella yang terbata-bata mengucap kalimatnya, sebab matanya tak hentinya tertuju pada bekas tanda pada leher Cheryl.
"Itu dia bersumpah untuk membahagiakanmu di hadapanmu? Siapa yang sebetulnya ingin ia bahagiakan?" batin Cheryl.
Cheryl masih terdiam, tak membalas kalimat Bella. Selang beberapa menit, ia pun menghentikan pengerjaannya dan menatap kedua mata Bella.
"Sumpahan seseorang itu tidak bisa dipercaya, sebab bisa saja suatu hari nanti ia mengingkarinya. Kau terlihat begitu menyukainya, kenapa tidak bersama denganmu saja? Setahuku kau itu tipenya," ujar Cheryl.
"Aku … minta maaf. Aku tidak bermaksud begitu-"
"Bagaimana jika kau urus urusanmu sendiri dulu saja? Aku rasa kau memiliki banyak urusan yang belum selesai. Aku juga ingin bekerja, tugasku ada banyak," ucap Cheryl mengakhiri pembicaraan.
Bella menundukkan kepalanya, ia berkata dengan pelan, "Baiklah kalau begitu …."
Tepat di depan pintu ruang kerja Cheryl, ada Aaron yang masih menunggu. Setelah Bella keluar dari sana, segera ia berbisik, "Bagaimana?"
Bella melihat sejenak ke pintu, sebelum ia balas dengan bisikan, "Kita cari tempat yang aman dulu, aku melihat sesuatu yang … harus dibicarakan secara privat."
***
"Apa?! T-tanda kecupan?" Aaron begitu kaget mendengar kabar demikian.
"Sssttt! Suaramu terlalu kencang!" Bella yang sok panik, menutup mulut Aaron.
"Kau yakin?"
"Aku yakin 100 persen! Aku rasa dia sedang dekat dengan seorang pria," duga Bella.
"Cheryl … seperti bukan Cheryl yang kukenal, aku tidak tahu ia berani melakukan hal demikian," ujar Aaron dengan kepala yang tertunduk.
"Manusia bisa berubah, tapi, aku yakin kau pasti bisa menghadapinya! Kejarlah, siapa tahu suatu saat nanti ia akan berbalik padamu?" ucap Bella memasang wajah manis, menyemangati Aaron namun hanyalah kedok saja.
Aaron tertawa kecil, senang dengan semangat dari Bella.
***
"Bagaimana?" tanya Xavier untuk yang kesekian kalinya pada Jhonson. Setelah Jhonson masuk, selalu saja ia bertanya.
"Sudah 40 kali Pak Direktur bertanya demikian pada saya. Namun Pak Direktur bertanya pada waktu yang tepat, karena sepertinya saya menemukan sepercik informasi dari tamu yang datang pada malam itu," ujar Jhonson memberikan amplop cokelat berisikan data nama tamu yang ada, sebab tamu yang diundang ke sana biasanya memiliki nama.
Dengan cepat Xavier membuka isinya, mencari satu per satu. Namun satu pun tidak ia temu dengan wajah yang sama persis dengan yang ia jumpai di malam itu.
"Apa ini betulan? Kenapa aku tidak menemukan satu pun yang mirip dengan wanita itu?" tanya Xavier pada Jhonson, membuat Jhonson sendiri merasa bingung.
"Tidak mungkin mereka memberikan data palsu, aku sudah memeriksa dengan jelas beberapa nama yang kukenal, dan mereka terbukti ada kemarin malam," balas Jhonson.
"Tapi wanita yang kucari tidak ada."
"Hmmm … hal itu tidak mungkin terjadi, sebab mereka mencatat dengan dettil nama setiap tamunya, kecuali …."
Xavier menatap Jhonsn mengangkat alisnya sebelah. "Kecuali apa?"
"Kecuali wanita yang Pak Direktur incar itu tidak termasuk list tamu, hanya saja substitusi suruhan salah seorang tamu di sana untuk menggantikan kehadirannya."
Xavier kembali menatap kertas tersebut. "Benar juga, pantas saja ia terlihat asing."
"Kalau begini, semakin sulit untuk mencari tahu tentangnya," ujar Jhonson yang hampir ingin menyerah, sudah seharian ia berusaha mencari informasi dan hasilnya malah semakin mempersulit pekerjaannya.
"Aku ada ide," ucap Xavier dengan senyum seringai.
"Apa itu?"
"Kita bisa menginterogasi satu per satu tamu yang 'seharusnya' hadir, bukan?"
"Bukankah itu sulit? Ada berapa banyak tamu dan bahkan kita tidak sempat melihat-"
"Kita bisa lihat sendiri rekaman CCTV-nya."