Iris pun memutuskan untuk membuka kotak tersebut. Hal yang pertama ia lihat ialah sobekan-sobekan kertas yang memenuhi isi kotak itu.
Iris menyingkirkan sobekan-sobekan kertas itu perlahan. Setelah kertas-kertas tersebut tersingkirkan, Iris melihat ada kotak lagi di dalamnya.
Iris mengeluarkan kotak tersebut dan membukanya.
Seketika teriakan keras terdengar dari mulut Iris bersamaan dengan jatuhnya kotak yang tadi dipegangnya. Iris langsung jatuh ke lantai, tubuhnya bergetar tidak karuan.
Rain yang panik langsung menghampiri Iris, melihat tubuh gadis itu bergetar, Rain memperhatikan ada cairan merah yang keluar dari kotak itu, ia segera memungut kotak tersebut, Rain langsung membelalakan kedua matanya, cukup kaget dengan isi kotak itu.
Kotak hitam berisikan boneka yang sudah penuh dengan darah serta salah satu tangan dan kaki dari boneka tersebut yang sudah lepas. Rain dapat melihat terdapat nama Iris pada pakaian dari boneka tersebut.
"Bangsat!" umpatnya.
Teriakan Iris tadi membuat Keyra, Zia, Lyna, Reza, Bara, dan Gavin masuk ke dalam kelas.
"Iris?!" Lyna langsung berlari mendekati Iris yang sudah terduduk di lantai, tubuhnya bergetar seperti orang ketakutan, Lyna meraih tangan Iris berharap dapat menenangkan sahabat kecilnya itu.
"Iris?! Kamu kenapa?!" Zia yang ikut panik pun langsung membawa Iris ke dalam pelukannya.
Sedangkan Keyra sudah memicingkan matanya, menatap benda yang berada di tangan Rain. Begitu juga Reza, Bara, dan Gavin sudah berjalan mendekati Rain yang masih memegang kotak yang sudah dipenuhi cairan berwarna merah.
"Anjir itu apaan Rain?" Bara mundur dari posisinya, memandang ngeri ke arah kotak yang ada di tangan Rain.
Gavin menelan ludahnya kasar, ia juga memandang ngeri ke arah kotak itu.
"Boneka penuh darah? Dari siapa?!" Reza mengambil alih kotak tersebut dan memperhatikan boneka penuh darah itu, "Ada nama Iris di bonekanya!"
Keyra yang mendengar hal itu langsung mendekati Reza, gadis itu langsung menutup mulutnya, kaget. Betapa terkejut dirinya melihat boneka tersebut sudah berlumuran cairan berwarna merah pekat dan ada nama sahabatnya juga disana.
Rain langsung mengalihkan fokusnya ke Iris yang masih terduduk di lantai dengan dikelilingi oleh teman-temannya. Rain berjalan mendekati Iris, meminta kedua perempuan itu untuk menyingkir yang langsung dituruti oleh Zia dan Lyna.
Rain berlutut di hadapan Iris, ia kembali menarik tubuh Iris ke dekapannya, dan menggenggam salah satu tangan gadis itu. Dapat ia rasakan tubuh Iris masih bergetar ketakutan serta tangan kecil itu terasa sangat dingin.
Rain mengusap lembut kepala Iris, berharap agar pelukannya dapat menenangkan Iris.
Rain menghela napasnya kasar, "Ada orang mau nerror Iris." ucap Rain pelan. Teman-temannya tahu Rain sedang menahan emosi sekarang, tatapan mengintimidasi serta intonasi datar itu sudah keluar dari seorang Rain Joshua Gracio.
Dapat dipastikan, Rain sedang menahan dirinya untuk tidak menghancurkan apa pun yang ada di sekelilingnya agar tidak semakin memperkeruh suasana.
"Kamu cari tahu sampai ke akar-akarnya, siapa dalang di balik ini semua." perintah Rain yang langsung dijawab dengan anggukan oleh ketiga temannya.
"Kalau kamu udah berhasil nemuin, langsung bawa dia ke aku! Aku lagi butuh sedikit hiburan." Rain sudah mengeluarkan seringainya. Seringai yang dapat membuat siapa pun yang melihatnya akan bergidik ngeri, pria itu sedang tidak bermain-main.
Siapa pun pelakunya, ia bersumpah akan menghancurkan orang tersebut.
Tanpa ampun.
***
Setelah kejadian yang menimpa Iris tadi, Rain langsung membawa Iris kembali ke markas Scorpio. Awalnya Rain ingin membawa gadis itu pulang ke rumah, akan tetapi gadis itu menolak dengan alasan tidak ingin membuat keluarganya khawatir dengan kondisinya yang dapat dikatakan- buruk. Akhirnya Rain memutuskan untuk membawa gadis itu ke markasnya.
Rain tidak melepaskan genggaman tangannya dari Iris. Setelah meminta izin kepada wali kelas Iris, Rain langsung menggandeng gadis itu menuju parkiran.
Rain sudah membuka pintu kursi penumpang tetapi Iris masih diam tak bergeming di posisinya, "Iris? Naik buruan!" perintah Rain pada gadis di hadapannya. Tetapi, Iris hanya menatap pria itu dengan tatapan yang tidak dapat di definisikan.
"Kenapa? Buru naik, kamu belum ganti baju, nanti masuk angin." Rain sudah menarik lengan gadis itu pelan tetapi Iris masih mempertahankan posisinya.
Iris menggigit bibirnya, perasaan gugup dan tidak enak sudah menghampiri dirinya, "Kak, seragam aku kotor banget. Naik ojek aja ya?"
Ya, Iris tidak ingin mengotori mobil Rain sama sekali. Terlebih lagi dengan kondisi tubuhnya yang basah kuyup serta bau, pastinya akan mengotori jok mobil itu dan meninggalkan bau yang tidak sedap. Tentunya membutuhkan biaya yang lumayan besar untuk sekadar membersihkan mobil itu.
Rain yang mendengar ucapan Iris langsung menghembuskan napasnya kasar, "Aku gak peduli Iris mau kotor apa engga. Sekarang kamu naik."
Rain melihat Iris masih berdiri diam pada posisinya. Rain mengusap wajahnya kasar, tidak ada pilihan lain.
Rain langsung menggendong Iris, gadis itu kaget dan refleks melingkarkan kedua tangannya pada leher Rain.
"KAK! TURUNIN AKU IH!" Iris langsung memukul bahu Rain, pria itu selalu bertindak seenaknya saja. Sedangkan yang dipukul? Tidak menunjukkan reaksi apa pun, padahal Iris yakin pukulannya tadi cukup keras.
"Siapa suruh kamu gak mau nurut."
Rain langsung membawa gadis itu, mendudukannya pada kursi penumpang dan memasangkan sabuk pengaman pada Iris. Setelah memastikan sabuk pengaman sudah terpasang sempurna, Rain pun ikut masuk ke kursi pengemudi. Setelah itu mereka meninggalkan kawasan Wellington dan langsung menuju markas Scorpio.
***
Keempat anggota inti Scorpio sudah berkumpul di rooftop. Dion pun akhirnya ikut karena Rain sudah memerintahkannya tadi untuk ikut membantu Reza, Bara, dan Gavin, lebih banyak anggota sepertinya akan lebih cepat juga untuk menemukan pelakunya.
Reza dan Dion masih sibuk memeriksa kotak tersebut. Sedangkan Bara dan Gavin hanya memperhatikan kedua temannya itu karena jujur ia masih ngeri melihat tampilan boneka yang menyeramkan itu.
Dion memeriksa kotak besar yang masih diisi dengan sobekan-sobekan kertas itu. Ia memicingkan matanya, ia seperti melihat ada benda yang terselip di tumpukan sobekan-sobekan kertas itu.
Akhirnya Dion mulai menyingkirkan sisa-sisa sobekan kertas dan benar saja penglihatannya.
Terdapat silet berukuran sedang disana, tidak hanya satu melainkan tiga silet yang 'sudah siap' melukai siapa pun.
"Do," panggil Dion, mengalihkan perhatian Reza dari boneka yang ada di genggamannya ke Dion, "Ini udah bahaya banget sih." Dion menunjukkan silet yang berada di kotak tersebut.
Gavin yang penasaran pun akhirnya mendekati Dion dan Reza. Seketika ia membelalakan kedua matanya ketika melihat benda tajam itu, "Anjir...."
"Gila sih ini orang..." Reza cukup speechless sekarang.
"WOI! LIAT NIH!" teriak Bara, membuat mereka bertiga mengalihkan perhatiannya pada Bara yang sedang memegang secarik kertas.
Dion, Reza, dan Gavin langsung mendekati Bara, "Coba kamu buka Jo." perintah Reza yang langsung dituruti oleh Bara.
Bara pun akhirnya membuka kertas kecil itu, terdapat tulisan dengan tinta merah disana, Bara mulai membacanya, "Jauhin Rain kalau kamu gak mau berakhiran kayak boneka ini!"
"Shit!" umpat Dion.
"Ternyata berhubungan sama Rain." ucap Gavin.
"Aku yakin pasti ini kerjaan fans fanatiknya Rain sih." timpal Reza.
"Tapi kayak gini mah udah gila banget." Bara sudah menggelengkan kepalanya.
"Mending sekarang kita cek CCTV." ajak Reza yang langsung dituruti oleh ketiga temannya itu.
Reza, Dion, Bara, dan Gavin langsung berjalan menuju ruang sekuriti untuk mengumpulkan bukti-bukti demi mencari pelaku peneror Iris.