Ucapan Dewa tadi berhasil membuat Pak Budi ikut terkejut dan membelalakan kedua matanya, "Seriusan?!"
"Ngapain saya bohong sih Pak?! Kasihan Pak! Cewek itu yang dipukulin!" ucap Dewa berhasil membuat Pak Budi langsung membuka laci yang biasa menjadi tempat kunci-kunci cadangan seluruh ruangan Wellington.
Setelah mencari selama beberapa menit, akhirnya Pak Budi menemukan kunci tersebut dan segera memberikannya ke Dewa, "Ini Nak, Bapak gak bisa ninggalin meja, nanti kuncinya ada yang hilang, Bapak pasti kena marah. Buruan bantuin!"
"Makasih Pak!"
Dewa langsung berlari kembali menuju gudang berharap bahwa tidak ada hal parah yang terjadi disana.
***
Pada akhirnya, Rain harus menghabiskan waktu kurang lebih 1 jam untuk menyelesaikan seluruh tugas Bu Sari karena tugas tambahan Bu Sari tadi cukup banyak. Disusul dengan Reza dan Dion. Sedangkan Bara dan Gavin masih sibuk berkutat dengan soal-soal tersebut. Dari kelima anggota inti Scorpio, Bara dan Gavin memang tidak terlalu pandai dalam pelajaran fisika. Sebenarnya mereka bisa, hanya saja mereka terlalu malas mengerjakannya.
Rain sudah sibuk dengan ponselnya, sedari tadi mencoba menghubungi Iris tetapi tidak diangkat. Tadi ia juga sudah mendatangi perpustakaan, tapi kata penjaga perpustakaan siswi bernama Iris sudah melakukan check-out sejak kurang lebih 30 menit yang lalu.
Rain mencoba menghubungi gadis itu lagi, tetapi tiba-tiba saja ditolak. Rain langsung memandangi ponselnya dengan bingung, 'Nih bocil kemana lagi?' tanya Rain dalam hati.
"Nyariin Iris kamu?" tanya Reza yang sedari tadi sudah memperhatikan Rain.
"Iya. Aku telepon dari tadi gak diangkat, barusan malah ditolak." jawab Rain tetapi tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari layar ponselnya.
"Bosan kali di perpustakaan." balas Dion, si pria yang paling pelit bicara.
"Udah kamu tenang aja sih, dia gak bakal kenapa-kenapa juga." ucap Reza santai.
Tetapi seorang Iris Nathania Elaine memang sudah membawa pengaruh cukup besar kepada Rain. Rain merasa tidak tenang apa bila Iris hilang kabar seperti ini.
"Eh hari ini Wellington lawan Alexander. Nonton gak kamu Dion?" tanya Reza kepada Dion yang hanya dijawab dengan anggukan oleh pria itu.
"Kamu ikut gak Rain? Siapa tau Iris juga di lapangan karena bosan di perpus kan?"
Ucapan Reza cukup masuk akal. Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk segera menuju lapangan. Tiba-tiba ditengah perjalanan, ada seorang pria yang menubruk bahu Rain dengan cukup keras. Membuat ponsel di genggaman Rain terjatuh, "WOI!" Rain langsung refleks meneriaki pria itu.
Ketika pria yang menabraknya tadi berhenti dan membalikkan tubuhnya, Rain langsung memutar kedua bola matanya malas, Dewa si biang onar ketiga setelah Bara dan Gavin.
"Lah si Dewa!" tunjuk Reza, "Kamu kenapa buru-buru gitu?" seperti biasa, Reza si kepo.
"Bang Rain, maaf Bang! Aku buru-buru! Itu ada cewek digebukin di gudang!" ucap Dewa, "Duluan ye Bang!" Dewa langsung berlari meninggalkan mereka bertiga.
Tunggu- cewek? Digebukin?
Jantung Rain langsung berdetak tidak karuan. Rain langsung berlari mengikuti Dewa, membuat Reza dan Dion menatapnya dengan bingung, "Lah kenapa ikutan dia?" tanya Reza bingung.
Akhirnya Reza dan Dion memutuskan untuk mengikuti Rain dan Dewa. Sesampainya mereka di depan gudang, Dewa langsung mencoba membuka pintu tersebut dengan kunci cadangan yang ia dapatkan dari Pak Budi.
Tiba-tiba terdengar bunyi- entah itu pukulan atau tendangan yang berasal dari dalam, Rain tidak dapat memastikannya. Tapi yang jelas setelah bunyi tersebut terdengar pekikan diikuti dengan ringisan seorang perempuan di dalam sana. Suara yang Rain sangat kenal dengan jelas.
Iris.
"Anjing!"
Rain langsung mendorong Dewa menjauh dari pintu, mencoba membuka pintu tersebut tetapi tidak bisa. Ia menggedor-gedor pintu tersebut, "Iris?!"
Kuncinya masih terpasang di pintu, membuat Rain tidak dapat membuka pintu tersebut dengan kunci. Mau tidak mau- Rain langsung mundur beberapa langkah, lalu berlari menabrakkan dirinya pada pintu- mencoba mendobrak pintu tersebut.
Percobaan ketiga dan akhirnya berhasil, Rain segera membuka pintu tersebut. Betapa terkejut dirinya melihat Iris yang sudah terkapar di lantai dengan kondisi yang cukup mengenaskan. Bibir yang berdarah, wajah yang sudah memerah, tubuhnya yang terdapat beberapa luka dan bekas kemerahan di beberapa titik.
Hal yang membuat dada Rain semakin sesak ketika melihat kondisi gadisnya itu, Iris yang terkulai lemas di lantai sudah menatapnya sembari tersenyum. Rain langsung berlari, merengkuh tubuh gadis itu yang sudah tidak berdaya. Memeriksa wajahnya yang ternyata terdapat bekas luka cakaran entah karena tamparan atau memang dicakar, Rain tidak tahu.
"Hey beautiful. I'm sorry. Aku kelamaan ya?" Rain tersenyum miris melihat kondisi Iris. Rain sudah mengusap pipi gadis itu pelan, Iris tidak dapat membalas apa pun. Ia sudah terlalu lelah, yang ia butuhkan sekarang hanya beristirahat. 'Istirahat yang panjang mungkin akan cukup?' pikir gadis itu.
Sedangkan diluar pintu gudang, sudah dipenuhi dengan siswa-siswi Wellington dan Alexander. Mengingat sore ini akan diadakan pertandingan basket antara SMA Wellington dengan SMA Alexander.
Rain mengecup kepala Iris berkali-kali. Berusaha menyalurkan rasa tenang kepada gadis itu.
Tiba-tiba Rain melihat tangan gadis itu terkulai lemah, matanya mulai tertutup secara perlahan, "Iris? Hey, Iris!" panggil Rain, berusaha agar gadis itu tetap membuka kedua matanya.
Iris hilang kesadaran.
Rain terlihat panik, ia mencoba menepuk-nepuk pelan pipi gadis itu, mencoba membangunkan Iris, "Iris?! Iris?!" panggil Rain tetapi tidak mendapatkan respon apa pun.
"Iris?! BANGUN!" teriak Rain dan hasilnya tetap sama, Iris tidak merespon apa pun.
"WOI Iris?!" panggil Rain panik.
Rain langsung menggendong gadis itu, berlari menuju mobilnya. Hal yang sekarang harus ia utamakan adalah keselamatan Iris.
Reza, Dion, dan Dewa yang sedari tadi mencoba mencerna kejadian apa yang sudah terjadi disana langsung mengikuti langkah Rain, tetapi sebelum mereka keluar, Dion sempat mendekati ketiga perempuan lainnya yang sedari tadi sudah berdiri kaku setelah melihat keberadaan mereka disana, dapat dipastikan, pasti mereka lah dalang dari semua kejadian dan teror yang menimpa Iris.
Dion memperhatikan wajah mereka satu persatu dengan saksama, "Pantes neraka kosong, ternyata iblisnya disini semua." ucap Dion santai diiringi dengan seringai mengerikannya, lalu pria itu langsung berjalan meninggalkan ketiga perempuan itu. Ucapan santai Dion membuat ketiga gadis itu terdiam membisu.
Reza menatap tajam ke arah mereka bertiga, "Jangan harap kamu bisa selamat dari Rain!" Reza memberi peringatan kepada ketiga gadis itu sebelum ia mengikuti langkah Dion.
Sekarang ketiga gadis itu sudah menjadi pusat perhatian bukan hanya dari seisi SMA Wellington saja, melainkan SMA Wellington dan SMA Alexander. Para siswa dan siswi sudah menatap mereka dengan tatapan mencemooh, bahkan tatapan jijik sudah dilayangkan untuk mereka. Guru-guru pun sudah ikut berdatangan setelah mendengar laporan dari pihak keamanan sekolah.
Tiba-tiba Yanto selaku Kepala Sekolah SMA Wellington muncul ditengah kerumunan tersebut dan mendekati ketiga gadis itu, "Kalian bertiga, ikut ke ruangan saya!" perintah Pak Yanto dengan tatapan emosi.
Ketakutan mereka sekarang bukan lagi mengenai sanksi atas perlakuan mereka. Hal yang mereka takutkan sekarang, cepat atau lambat Kelly, Mira, dan Christie pasti akan berhadapan dengan Rain. Si Raja Jalanan yang terkenal dengan kebengisannya dan tidak kenal ampun.
***
Sedangkan dari kejauhan, ada seseorang yang sedang bersandar pada pilar tinggi dengan kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam kantong celana basketnya, memperhatikan kerumunan dekat gudang dari kejauhan. Tepatnya memperhatikan Rain Joshua Gracio yang sudah menggendong tubuh seorang gadis dengan wajah paniknya.
Pria itu tiba-tiba mengeluarkan seringainya, "Rain, oh Rain... Akhirnya..." setelah ia melihat punggung Rain sudah menghilang, pria itu langsung berjalan menjauh dari sana.
Bermain-main sedikit dengan seorang Rain Joshua Gracio, pasti akan menyenangkan bukan?