Chereads / DIA GADIS POLOSKU / Chapter 60 - Tidak Pernah Bisa Menebak

Chapter 60 - Tidak Pernah Bisa Menebak

Rain langsung membawa Iris ke dapur dan segera mempersiapkan bahan makanan yang ada di kulkas. Untungnya makanan yang Iris inginkan cukup simple.

"Kamu ya!" tunjuk Iris, "Sembarangan banget ya punya kamu punya kamu mulu!" Iris sudah menggerutu kesal.

Rain memegang telunjuk Iris dan menggenggam tangan gadis itu dan mendekatkan dirinya ke telinga gadis itu, ingin membisikkan sesuatu, "Kamu emang punya aku. You're mine and only mine. All rights reserved." bisikan Rain tadi berhasil membuat Iris terdiam di posisinya, dapat ia rasakan pipinya memanas.

Rain melihat wajah memerah Iris hanya mengeluarkan seringainya dan kembali menyibukkan dirinya dengan peralatan dapur, sedangkan Iris hanya duduk manis di salah satu kursi disana. Memperhatikan Rain yang memasak entah mengapa sangat menarik menurutnya. Rain terlihat sangat tampan.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi pria itu untuk mengolah bahan-bahan makanan disana menjadi dua menu seperti apa yang Iris inginkan.

Gadis itu langsung menepukkan tangannya antusias melihat Rain yang sudah membawa dua piring berisi nasi goreng dan mie goreng dan meletakkannya di meja, sesuai dengan apa yang ia mau.

"Makasih!" Iris langsung memindahkan nasi goreng tersebut ke piringnya dan meletakkan mie goreng di pinggirnya.

Rain yang melihat keantusiasan Iris hanya tersenyum tipis, "Makan yang banyak kamu."

Iris memerhatikan Rain yang piringnya benar-benar masih kosong, "Kamu gak makan?" tanya gadis itu.

"Kamu makan aja dulu." ucap Rain tetapi tidak mengalihkan tatapannya sama sekali dari Iris.

Iris kembali sibuk dengan piringnya, tiba-tiba gadis itu menyodorkan sendoknya yang sudah berisi nasi goreng ke mulut Rain, "Kamu harus makan juga dong. Sekarang buka mulutnya nih, aaaaaaaa..." Rain hanya menuruti perkataan gadis itu. Membuka mulutnya dan Iris segera memasukkan sendok itu ke dalamnya.

Ujung-ujungnya Iris makan sambil menyuapi bayi besar di hadapannya sampai dua piring itu kosong tanpa sisa.

Setelah Iris selesai mencuci piring karena dirinya sendiri yang memaksa, mereka langsung kembali ke kamar Rain, sesampainya disana, Iris langsung mendudukkan dirinya dan menyandarkan tubuhnya di sofa sambil mengusap-usap perut rampingnya, "Kenyanggg!"

Rain pun ikut duduk di samping gadis itu, memperhatikan Iris dari samping yang terlihat sangat lucu.

"Iris." panggil Rain pelan, membuat gadis itu mengalihkan pandangannya ke pria disampingnya, "Yaaaaa??" jawab gadis itu antusias. Bagaimana tidak? Perutnya sudah kenyang, ia sudah kembali ke mode Iris yang ceria.

Rain hanya memperhatikan gadis itu, tanpa mengalihkannya sama sekali. Memperhatikan gerak-gerik Iris, wajah cantiknya, dan berbagai tingkah lucu gadis itu. Iris seperti memiliki magnet yang dapat menarik perhatian Rain dan membuat pikiran pria itu stuck pada seorang Iris Nathania Elaine. 'Kamu punya pelet apa sih Iris sampai aku bisa setertarik ini sama kamu?' ucap pria itu dalam hati.

"Kenapa deh?" Iris sudah memutar posisi tubuhnya menghadap Rain.

Rain kembali menangkup kedua pipi gadis itu dan mengusapnya pelan, Iris sepertinya sudah terbiasa dengan perlakuan Rain yang selalu tiba-tiba dan semaunya seperti sekarang, "Jangan sedih-sedih lagi ya? Kalau mau nangis bilang aku biar kamu gak nangis sendirian." ucap Rain.

"Aku udah pernah bilang, aku gak suka lihat kamu disakitin kayak tadi. Lihat kamu nangis atau apapun itu yang ngebuat senyum cantik kamu hilang, aku gak suka."

"Aku mau kamu senang terus Iris,.." Rain menggantung ucapannya, "Kamu gak usah takut, ada aku di samping kamu. Aku akan berusaha sebisa mungkin buat ngejagain kamu, bikin kamu senang. Maaf kalau tadi aku telat lagi." suara Rain terdengar lembut.

"Aku bersumpah, kalau aku udah nemuin pelakunya, mau dia cowok atau cewek, satu orang, dua orang, mau ratusan orang juga, aku yang bakal habisin mereka satu persatu." terdapat kilatan marah pada tatapan Rain, sedangkan Iris sudah menatap Rain tepat di matanya, perkataan Rain yang terakhir cukup membuatnya takut, " Aku bakal ngasih balasan yang setimpal buat mereka yang udah bikin kamu nangis kayak tadi." rahang pria itu mengeras.

Iris yang merasa Rain bisa meledak kapan pun itu langsung mengalihkan perhatian pria itu dengan mengusap kedua tangan Rain yang masih menangkup kedua pipinya, berharap usapan itu dapat meredakan emosi Rain walaupun hanya sedikit, "Makasih ya Kak udah selalu berusaha ngelindungin aku beberapa hari ini. Kamu gak usah emosi, kita bisa nanya baik-baik kenapa mereka ngelakuin itu. Aku gak kenapa-kenapa juga kan? Aku gak luka-luka atau apa pun. Jangan ngotorin tangan kamu buat hal-hal kayak gitu ya, oke?" Iris mengenggam erat tangan Rain, menyalurkan sedikit rasa kepastian pada Rain bahwa ia memang baik-baik saja.

"Gak bisa Iris! Aku gak suka lihat kamu digituin! Mereka harus dikasih pelajaran yang setimpal." tatapan tajam Rain sudah keluar, membuat Iris hanya menghela napasnya pelan, Rain dengan sifat kerasnya yang tidak suka dibantah.

Tiba-tiba Iris mengingat ucapan pelaku tadi yang sempat menyeret nama Rain. Ia awalnya berpikir untuk menyembunyikannya. Tetapi setelah ia pikir-pikir, Rain harus mengetahui hal ini, bukan karena ia ingin mengadu, tetapi karena nama pria itu ikut terbawa dalam permasalahan ini.

"Aku mau bilang sesuatu, tapi liat kamu emosi kayak gini, malas ah!" ucapan Iris berhasil menarik perhatian Rain, "Bilang apa?"

"Aku mau bilang, tapi kamu lagi marah-marah gini, ntar malah aku yang kena marah lagi."

"Kaga, mau bilang apa?"

"Aku bilang tapi kamu jangan marah ya?" Rain langsung memutarkan kedua bola matanya malas, Iris dengan kebiasaannya.

"Apaan?"

"Janji dulu lah gak bakal marah?" Iris sudah menyodorkan jari kelingkingnya ke arah Rain.

"Apa dulu? Aku gak mau janji-janji."

"Ya udah gak jadi kalau gitu." Iris menarik kembali jari kelingkingnya dari hadapan Rain.

Rain mendengar perkataan Iris tadi langsung berdecak kesal, "Apaan deh Iris?"

"Janji dulu makanya!" ucap gadis itu ketus.

"Ya udah terserah kamu. Cepat bilang!"

Iris tersenyum puas, berhasil membujuk pria keras kepala di hadapannya ini, "Tadi setelah mereka nyiram aku, ada yang bilang kalau aku seharusnya berterima kasih sama dia karena udah nyadarin aku kalau aku itu gak pantes buat kamu."

Rain yang mendengar itu langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain, "Bangsat!" umpat pria itu, kali ini benar-benar tidak ada kata ampun untuk mereka.

Iris yang mendengar umpatan Rain tadi langsung menarik lengan pria itu pelan,"HEH GAK BOLEH MARAH DONG??? KAN UDAH JANJI!?!?!"

Kepalan tangannya yang terlalu keras membuat urat-urat di lengan pria itu tercetak jelas. Rain sungguh harus mencari pelakunya sampai ketemu dan menghabisinya tanpa ampun.

Iris yang melihat kepalan tangan pria itu langsung menggenggamnya, "Ih jangan marah dong!" rengek Iris.

Rain yang mendengar rengekan Iris hanya tersenyum tipis dan mengusap pipi gadis itu pelan, "Iya bawel."

Iris langsung tersenyum senang. Untunglah Rain tidak jadi marah.

Tetapi kita tidak akan pernah bisa menebak seorang Rain Joshua Gracio. Pria yang penuh dengan kemisteriusannya itu. Tentunya akan sulit untuk menebak seorang Rain.

Apa yang akan Rain lakukan selanjutnya? Tentu hanya Rain dan Tuhan yang tahu.