Zia dan Lyna masih sibuk memperhatikan Keyra yang sedang melakukan pengambilan nilai. Urutan absen setelah Keyra adalah Anne lalu Iris. Zia memperhatikan sekelilingnya mencari keberadaan Iris tetapi batang hidung gadis itu tidak terlihat sama sekali.
Zia pun mengubah posisi duduknya menghadap Clar, "Eh Ra, si Iris kok lama banget ya ke toilet?"
"Iya ya, kok gak balik-balik deh?" Lyna ikut mengedarkan pandangannya ke sekeliling lapangan, tetapi tidak melihat gadis itu.
Lyna tiba-tiba membelalakan kedua matanya, "Jangan-jangan pingsan?!" ujar Lyna panik.
Zia hanya menghela napasnya pelan, lelah dengan drama queen satu ini, "Apaan sih mana mungkin pingsan!"
"Samperin aja kali La?" wajah Lyna terlihat gelisah.
"Yaudah. Tapi kan biasanya cuma boleh satu orang yang ke toilet? Kamu kayak gak tahu aja, Pak Tarno kan strict abis." ucap Zia sambil memperhatikan Pak Tarno yang masih sibuk di tengah lapangan.
"Mau kamu apa aku?"
"Aku aja deh." Zia langsung berdiri dari duduknya, setelah meminta izin ke Pak Tarno dengan berbagai alasan, akhirnya ia diperbolehkan. Gadis itu segera melangkahkan kakinya menuju toilet yang dapat ia pastikan Iris pasti disana.
Sesampainya di toilet, Zia melihat ada ember hitam di depan salah satu pintu yang terdapat rantai di knop pintunya. Ia mengerutkan dahinya, bingung, 'Kenapa itu pintu digembok begitu deh?' ia sudah bertanya-tanya dalam hati.
Zia langsung berjalan mendekati toilet tersebut. Saat ia berada di depan pintu toilet itu dan hendak memeriksa rantai tersebut, tiba-tiba ia mendengar isakan tangis yang berasal dari dalam pintu itu.
"Iris?!" ia mengetuk pintu tersebut pelan.
Tidak terdengar jawaban apa pun dari dalam sana melainkan hanya isakan tangis yang tidak kunjung berhenti. Tangisan yang sangat ia kenali, tangisan Iris. Sudah bertahun-tahun mereka berteman, bukan lah hal yang sulit bagi Zia untuk mengenali suara sahabatnya itu.
"Iris?!" Zia mulai menggedor pintu tersebut, perasaan cemas sudah menghampirinya.
"La...."
Zia membelalakan kedua matanya saat mendengar suara serak Iris, "Iris?! KAMU KENAPA DIKUNCI DARI LUAR GINI?!"
Zia berusaha membuka rantai yang melilit pintu tersebut tetapi tidak bisa, terdapat gembok disana.
"G-aku g-gak tahu La...." ucap Iris dengan suara paraunya.
"Iris, kamu tunggu sebentar disini, please sebentar aja! Aku panggilin orang buat bantu bukain. Bentar Iris!"
Zia langsung berlari mencari orang yang bisa membantunya.
***
Kelas XII IPA 1 sedang berfokus memperhatikan papan tulis dimana guru Fisika mereka sedang menjelaskan berbagai rumus-rumus dan soal-soal Ujian Nasional. Memang tidak semuanya fokus menatap papan tulis yang sudah dipenuhi rumus-rumus tersebut. Beberapa dari mereka sedang berusaha menahan kantuk karena pembelajaran yang sungguh membosankan.
Reza sudah menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, "Aku bosan banget astagaaaa...." keluh Reza dengan suara yang cukup keras, berhasil membuat seisi kelas mengalihkan perhatiannya dari papan tulis ke bagian belakang kelas dimana para anggota Scorpio duduk.
Sedangkan yang jadi pusat perhatian hanya mengeluarkan cengirannya ketika Bu Sari sudah memicingkan matanya.
"Reza!" teriak Bu Sari sambil berjalan mendekati meja pria itu dengan tangan kanannya yang menenteng penggaris besar yang biasa digunakan untuk papan tulis.
"Y-ya Bu, hadir!" Reza langsung berdiri dari kursinya dan menaikkan tangannya ke dahi, memberi tanda hormat.
"Tadi kamu bilang apa?" Bu Sari sudah memandang tajam ke arah Reza sambil mengetuk-ngetukkan penggaris tersebut ke meja Reza.
"Itu Bu, maksud saya.... Nanti saya pulang harus nganterin Bara Bu, bosan saya nganterin dia mulu Bu." elak Reza, membuat Gavin yang mendengarnya langsung membekap mulutnya sendiri, menahan agar tawanya tidak meledak.
Sedangkan korban yang namanya ikut terseret itu pun hanya mengerutkan dahinya, bingung.
"Kamu ya! Banyak sekali alasannya! Bilang saja kamu bosan kan sama pelajaran saya?!"
"Itu Ibu tau." jawab Reza. Pria itu langsung membelalakan kedua matanya, kaget dengan ucapannya sendiri. Sedangkan Bu Sari pun ikut melotot mendengarnya.
"E-eh maaf Bu, bukan itu mak-.."
"Reza! KAMU LARI KELILING LAPANGAN SEPULUH PUTARAN SEKARANG JUGA!" perintah Bu Sari, membuat Reza langsung memasang tampang melasnya.
"Bu, ayo lah Bu, masa sepuluh? Nanti saya kecapean gimana Bu?"
"Sepuluh atau saya suruh kamu bersihin toilet satu Wellington?" pilihan yang sama-sama tidak mengenakkan. Tapi Reza lebih memilih untuk lari sepuluh putaran dibandingkan membersihkan toilet Wellington yang berjumlah lebih dari sepuluh mengingat betapa luas sekolahnya itu.
"Eh, iya-iya Bu! Saya lari aja kalau gitu!!" Reza langsung berlari keluar kelas, meninggalkan teman-temannya yang sudah menahan tawa melihat dirinya dihukum, sebenarnya Reza sudah menjadi langganan Bu Sari dalam hal hukum-menghukum.
Kalau musuh bebuyutan Gavin dan Bara adalah Pak Tarno, musuh bebuyutan Reza adalah Bu Sari.
Bu Sari hanya menghela napasnya kasar, "Jangan dicontoh ya teman kalian yang satu itu."
Ketika membalikkan badannya, Bu Sari dihadiahi dengan pemandangan satu murid kebanggaannya yang sedang menelungkupkan kepalanya pada kedua lipatan tangannya yang berada di atas meja, Rain.
Sebenarnya Rain sudah bangun dari tidurnya karena teriakan yang keluar dari Bu Sari tadi, tetapi ia terlalu malas untuk membuka kelopak matanya. Rasanya ia ingin tidur walaupun hanya sebentar saja.
Bu Sari hanya menggelengkan kepalanya melihat salah satu muridnya yang sangat berprestasi itu, "Rain... Rain... Kamu tidur aja bisa menang olimpiade apa lagi kamu merhatiin kelas saya? Bisa gantiin saya ngajar di depan kali Nak." perkataan Bu Sari berhasil mengundang gelak tawa seisi kelas.
Sedangkan yang menjadi topik pembicaraan masih setia memejamkan kedua matanya, malas menanggapi gurunya itu.
***
Bukan Reza Rasendriya namanya kalau ia menuruti perintah gurunya. Pria itu memang berjalan mengarah ke lapangan, tapi bukan untuk menjalankan hukumannya, melainkan pria itu ingin cuci mata sekalian tebar pesona ke para adik kelasnya yang sedang menjalankan mata pelajaran olahraga.
Saat sudah berada di tangga paling bawah, Reza sedikit memicingkan kedua matanya saat melihat keramaian yang berasal dari toilet yang biasa hanya digunakan oleh para siswa-siswi apa bila sedang ada mata pelajaran olahraga atau saat mereka sedang menggunakan lapangan saja, tepatnya kerumunan tersebut berada di depan toilet wanita.
"Masa olahraganya udah selesai?" tanya pria itu ke dirinya sendiri.
"Tapi kok itu ada banyak anak-anak cowok juga?"
Akhirnya pria itu memutuskan untuk mendekati kerumunan tersebut. Disaat sudah berada di depan toilet tersebut, Reza mengerutkan dahinya, melihat keberadaan guru olahraganya disana serta beberapa staff yang sedang sibuk berkutat pada salah satu pintu toilet wanita dimana terdapat rantai yang terlilit pada knop pintu tersebut.
Reza mencolek salah satu bahu siswa yang ada disana, "Eh, itu kenapa?" begitulah Reza, pria itu memiliki julukan khusus yaitu 'si kepo'.
"Itu, ada yang dikunciin dari luar." jawab siswa yang dicolek oleh Reza.
"Kok bisa?"
"Gak tau juga. Tadi cewek itu heboh lari-lari ke lapangan teriak-teriak gitu minta tolong." ucap siswa itu sambil menunjuk salah satu dari tiga gadis yang berada tidak jauh dari pintu tersebut.