Sesampainya mereka di SMA Wellington, Rain langsung memakirkan mobilnya. Setelah selesai memakirkan mobilnya pria itu kembali mengalihkan perhatiannya ke Iris, gadis itu entah mengapa sangat diam pagi ini. Pria itu merubah posisinya menghadap Iris.
"Iris." panggil Rain pelan.
"Hmm?" Iris hanya membalasnya dengan dehaman.
"Kamu kenapa deh?" Rain menatap gadis itu dari samping.
"Kenapa apanya?" gadis itu malah berbalik nanya ke Rain.
"Ya kamu dari tadi kalem banget. Ada yang gangguin kamu?"
Iris hanya membalas pertanyaan Rain dengan gelengan pelan.
"Terus?" Rain sudah mengerutkan keningnya, bingung.
"Aku gak kenapa-kenapa kok." jawab Iris pelan.
"Kamu jangan bohong, biasanya kamu bawel, ini dari tadi gak-,"
TOK TOK
Ucapan Rain terpotong akibat suara yang berasal dari kaca mobilnya. Rain langsung memejamkan kedua matanya dan menghela napasnya kasar. Ketukan itu berhasil membuat Iris mengalihkan tatapannya ke kaca mobil di belakang Rain.
Pria itu langsung berbalik dan mendapati ketiga temannya yang sudah berdiri di samping mobilnya, Reza, Gavin, dan Bara, sedangkan Dion masih bersandar pada pohon yang berada tidak jauh dari mobilnya, menatap ketiga temannya yang sudah siap menganggu ketua Scorpio itu.
Rain pun menurunkan kaca mobilnya dan menatap tajam ketiga temannya, "Apa?!" terdengar nada ketus keluar dari Rain.
Gavin yang melihat kaca sudah diturunkan pun langsung menundukkan kepalanya, mengintip kursi penumpang di samping Rain yang di duduki gadis yang kemarin berhasil membuat se-Scorpio heboh, Iris Nathania Elaine.
"Eh ada neng cantik! Makin hari makin cantik aja deh!" Gavin sudah mengeluarkan senyum sumringahnya, sedangkan Iris hanya membalasnya dengan senyuman.
Mendengar godaan Gavin membuat Rain langsung menatap pria itu tajam, ia langsung menaikkan kembali kaca mobilnya tetapi tidak tertutup semua, yang penting ketiga temannya itu tidak bisa menatap Iris.
"Kamu apaan sih Rain?! Aku kan mau lihat cewek cantik, pelit banget kamu!" ucap Gavin ketus.
"Tau kamu Rain! Kapan lagi pagi-pagi disuguhin muka cantiknya Iris?!" timpal Bara yang berhasil menaikkan emosi Rain.
Sedangkan Reza hanya tertawa mendengar kedua temannya yang tidak berhenti menggoda Rain semenjak pria itu mengklaim Iris merupakan miliknya.
"Mata kamu berdua mau aku colok apa gimana?" tanya Rain, sinis.
"Colok nih colok! Tapi sebelum dicolok aku mau mandangin Iris dulu." ucap Gavin menantang.
Mendengar ucapan Gavin, Rain tanpa ragu membuka kaca mobilnya dan langsung menarik leher pria itu, menahan kepala Gavin pada kaca mobilnya yang sudah terbuka seluruhnya.
Gavin langsung menelan ludah melihat tatapan mematikan Rain, "A-Rain, g-aku bercanda aja sumpah!" Gavin menahan lengan Rain yang masih bertengger di lehernya.
Sedangkan Bara langsung memegangi kedua matanya, takut akan ucapan Rain yang bisa saja pria itu lakukan sekarang mengingat ketuanya itu merupakan orang yang tidak bisa ditantang sama sekali. Pria itu langsung berpindah lima langkah dari posisinya, menjauhi Gavin yang masih berada di kaca mobil Rain.
"Bercanda? Emang aku peduli?" Rain sudah mengeluarkan seringainya.
"Colok aja Rain biar kapok!" terdengar teriakan Dion yang ternyata masih setia bersandar pada pohon sembari mengeluarkan senyum tipisnya, kapan lagi melihat Dion 'mengompori' orang lain?
"Kok kamu gitu sih Dion?! Woi Jo bantuin!" Gavin sudah melambaikan tangannya mencari keberadaan Bara yang tanpa ia ketahui sudah menjauh dari posisinya.
"Colok! Colok! Colok!" Reza sudah menyorakkan Rain seperti supporter bola dengan tepuk tangan antusiasnya.
"Mau mata kiri apa kanan dulu Rom?" tanya Rain santai seperti tidak ada beban apa pun.
Gavin mengalihkan tatapannya ke Iris yang masih memandang mereka dengan bingung. Pria itu langsung mengeluarkan tatapan memelasnya, "Iris bantuin aku Iris."
Rain pun mulai menggerakan dua jari kirinya ke depan mata Gavin secara perlahan.
Tiba-tiba ia merasa ada tangan yang menahannya dari samping, membuat Rain mengalihkan tatapannya ke si pemilik tangan tersebut, "Udah ih Kak, kasihan itu kepalanya sakit kali."
'GILA KAMU EMANG PENYELAMAT AKU Iris!' ucap Gavin dalam hati.
"Biarin aja, tadi kamu dengar kan dia sendiri yang mau dicolok?"
"Udah-udah, mending masuk aja yuk udah mau bel nih." ajak Iris.
Rain langsung melepaskan Gavin yang langsung buru-buru berdiri tegak sembari memegang lehernya yang cukup sakit mengingat tekanan dari Rain tadi.
"Anjir kamu! Padahal aku bercanda aja." Gavin sudah mengerucutkan bibirnya, kesal.
Untungnya parkiran mobil hari ini cukup sepi karena kebanyakan siswa-siswi Wellington memilih untuk membawa motor atau diantar oleh jemputan masing-masing dikarenakan sistem dari sekolah ini yang cukup ribet apa bila mereka ingin membawa kendaraan. Perlu persetujuan orang tua, serta fotokopi berbagai surat-surat seperti SIM dan lain sebagainya. Kalau tidak, dijamin Gavin akan menjadi bahan tawaan dan menjadi topik hangat seisi sekolah.
Rain kembali mengalihkan perhatiannya ke gadis di sampingnya yang sudah siap-siap menggunakan tas ranselnya.
"Balik sama aku ya." ucap Rain yang tentunya tidak menerima penolakan sama sekali. Iris hanya membalasnya dengan anggukan.
Lagi pula, sekarang sedang musim hujan, Iris cukup sulit untuk mencari transportasi umum yang mengarah ke rumahnya. Zayn pun kadang tidak mau kalau disuruh menjemput dirinya, itu lah penyebab gadis itu selalu berangkat dan pulang menggunakan transportasi umum.
Iris segera turun dari mobil Rain dan berjalan menuju kelasnya diikuti pria itu yang sudah berada di sampingnya dan keempat temannya yang berjalan di belakang mereka. Mereka sudah persis seperti bodyguard Iris.
Tentunya kedatangan Iris dan para anggota Scorpio membuat seluruh pasang mata menatap ke arah mereka, dimana Scorpio berada pasti akan selalu menjadi pusat perhatian.
Banyak pasang mata yang menatap iri ke arah Iris melihat bagaimana para anggota Scorpio memerlakukan gadis itu, terutama si ketua yang terkenal dingin dan mematikan itu, Rain Joshua Gracio.
Terlebih lagi setelah komentar Rain kemarin di unggahan Iris, tentunya membuat orang-orang mengira-ngira bahwa Iris dan Rain memiliki hubungan yang serius. Ada beberapa yang mendukung dan ada beberapa juga yang tidak, bahkan mereka yang tidak mendukung sempat mengirim berbagai pesan yang bersifat mengancam Iris, tetapi memang pada dasarnya gadis itu cuek, jadi ia tidak terlalu menghiraukan pesan-pesan tersebut.
Iris dan para anggota Scorpio harus berpisah di tangga karena kelasnya yang berada di lantai satu sedangkan Rain dan teman-temannya berada di lantai tiga.
Rain melangkah mendekati gadis itu dan hal selanjutnya yang ia lakukan berhasil membuat para siswi-siswi berteriak histeris, bahkan ada yang langsung mengeluarkan ponsel mereka dan mengambil beberapa foto serta video Rain dan Iris.
Rain sedikit menunduk, menyejajarkan posisinya dengan gadis yang tingginya hanya sebatas dadanya, lalu mengusap kepala gadis itu pelan, "Belajar yang serius kamu bocil."
Sedangkan Iris? Gadis itu sudah menahan napasnya menerima perlakuan Rain, pipinya pun memanas, jantungnya sudah berdetak tidak karuan. Berdekatan dengan Rain sangat membahayakan kesehatan jantungnya.
Dapat dipastikan Iris akan kembali menjadi topik hangat pembicaraan seantero Wellington. Sedangkan pelakunya itu sudah berjalan dengan santainya menaiki tangga.
"Duluan Iris!" ucap Reza, diikuti ketiga temannya yang sudah melambaikan tangan ke arah Iris yang hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.
Ketika Iris sudah membalikkan badan ingin memasuki kelasnya, dapat ia lihat ketiga temannya sudah menatapnya sembari tersenyum sumringah.
Keyra langsung merangkul bahu Iris, "Anjir!!! Ada apaan nih?!"
"Cie Irissss!" Lyna sudah menaik-naikkan kedua alisnya, meledek Iris.
"PJ dong Iris PJ!!!" timpal Zia.
"Ih apaan sih kamu pada?! Udah duduk-duduk gak usah heboh!" Iris langsung berjalan menuju kursinya.
Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang panjang?
***
Seisi kelas X IPS 3 sudah berada di lapangan voli karena mata pelajaran olahraga hari ini akan melakukan pengambilan nilai untuk voli.
Iris dan teman-temannya sudah duduk di pinggir lapangan sambil memperhatikan teman-temannya yang masih mengambil nilai satu persatu.
Tiba-tiba Iris berdiri dari tempatnya, "Eh guys aku ke toilet dulu ya. Cowok-cowok masih lama juga kan selesainya?" ucap Iris ke tiga temannya yang hanya dijawab dengan anggukan oleh mereka.
"Yaudah. Mau aku temenin gak Iris?" tanya Lyna.
"Gak usah, kamu disini aja." Iris menepuk pelan bahu Lyna.
Setelah izin ke Pak Tarno, Iris pun langsung berjalan keluar dari lapangan. Jarak dari lapangan ke toilet cukup jauh mengingat betapa luasnya SMA Wellington.
Sepanjang perjalanan, Iris merasa ada yang mengikutinya. Tetapi pada saat ia menengok ke belakang, tidak ada siapa pun. Beberapa hari ini memang ia merasa selalu ada yang mengikutinya, tetapi disaat ia menengok pasti tidak ada orang. Iris pun langsung mempercepat langkahnya menuju toilet, lebih baik cepat balik ke lapangan karena ia merasa tidak enak sekarang.
Setelah sampai di toilet, Iris langsung memasuki salah satu bilik kamar mandi disana dan menguncinya.
Iris tidak sengaja memperhatikan bawah pintu toilet dan melihat ada beberapa pasang kaki disana. Tetapi anehnya, kaki-kaki tersebut berada di depan pintu toiletnya.
Iris menaikkan alisnya, bingung, 'Pada ngapain depan pintu aku?' tanya gadis itu dalam hati.
Setelah selesai menggunakan toilet, Iris ingin membuka pintu, tetapi pintu tersebut seperti ditahan dari depan. Iris terus mencoba menarik pintu tersebut dan nihil.
Iris terkunci.
Orang-orang yang berada di depan pintunya tadi pun sudah menghilang.
Gadis itu mulai menggedor-gedor pintu tersebut dan berteriak meminta pertolongan, "TOLONG! SIAPA PUN YANG DI DEPAN, TOLONG BUKAIN!"
Iris masih berusaha membuka pintu tersebut walaupun hasilnya pun sama, tidak ada yang menjawab teriakannya.
"TOLONG!"
Tiba-tiba ia mendengar langkah kaki yang memasuki toilet, bukan satu orang saja, melainkan tiga orang, 'Thanks God!'
Gadis itu kembali menggedor pintu toiletnya, "Tolong yang di depan bantu bukain pintunya dong! Aku kekunci!"
Iris tidak mendengar balasan apa pun, "Halo? Ada orang kan di depan?"
"Iris oh Iris, menyedihkan banget sih? Siapa juga yang mau nolongin kamu?" jawaban tersebut berhasil membuat Iris membelalakan kedua matanya.
BYUR!
Tiba-tiba Iris merasakan tubuhnya sudah basah dan seragamnya sudah berubah warna serta dipenuhi daun-daun kering dan berbagai bungkusan bekas makanan.
Iris disiram dari atas oleh orang yang bahkan ia tidak tahu siapa. Ia disiram dengan air keruh yang sudah tercampur dengan sampah.
"APA-APAAN SIH?! ADA MASALAH APA KAMU SAMA AKU?!" teriak Iris dari dalam sambil menggedor pintu toilet yang masih terkunci itu.
"Aku bermasalah sama kamu? Aku cuma bantuin kamu aja Iris. Kamu harusnya berterima kasih sama aku, udah bantu nyadarin kamu kalau kamu tuh gak pantes buat Rain. Kamu tuh kayak sampah, harus dibuang!" ucap gadis itu diiringi tawa yang menggelegar dari teman-temannya.
"Selamat menikmati sampah-sampah itu Iris."
"BUKAIN! WOI!" Iris tetap menggedor-gedor pintu toilet, rasa kesalnya sudah menjalar ke ubun-ubun. Ia bersumpah akan mencari tahu siapa orang itu.
Para pelaku sudah berjalan menjauh dari depan pintunya.
"SIALAN KAMU! PENGECUT BANGET!" Iris menendang pintu toilet tersebut, kesal.
Iris bingung sekarang. Toilet sudah kosong, terlebih lagi toilet ini jaraknya jauh dari kelas dan lapangan. Ponselnya pun berada di kelas. Tubuhnya sudah bau dan dipenuhi dengan kotoran-kotoran. Sekarang yang hanya gadis itu harapkan ialah ada orang yang bisa membantunya keluar dari sana.
Iris terduduk di atas kloset. Perasaannya sudah campur aduk. Bingung, marah, sedih, sudah bercampur aduk jadi satu. Membuat kedua mata gadis itu memanas. Ia memeluk kedua lututnya. Tanpa ia sadari, air mata sudah menetes membasahi kedua pipinya.
Mengapa permasalahan terus datang bertubi-tubi pada dirinya?