Mobil yang dikendarai Rain sudah memasuki kawasan perumahan Iris. Kawasan perumahan tersebut masih sepi, jelas masih sepi, karena waktu baru menunjukkan pukul setengah 5 pagi.
Ketika Rain ingin memarkirkan mobilnya di depan rumah gadis itu, suara Iris sudah menginterupsi, "Kak, parkir di depan sana aja." membuat Rain mengerutkan keningnya, bingung.
"Emang kenapa?"
"Kalau Bunda aku udah bangun, ntar ketahuan Bunda aku lah kalau kamu parkir depan rumah." jawab Iris membuat Rain menghembuskan napas pelan, ada-ada saja kelakuan gadis ini.
Rain pun menuruti perkataan Iris, ia memarkirkan mobilnya di taman kawasan perumahan itu yang tidak terlalu jauh dari rumah Iris.
Iris sudah bersiap-siap ingin turun tetapi perhatiannya teralihkan pada Rain yang juga ikut bersiap-siap untuk turun dan mematikan mobilnya, Iris sudah menaikkan sebelah alisnya, "Kamu ngapain Kak?"
"Turun."
"Lah ngapain?"
"Banyak nanya kamu." balas Rain lalu pria itu langsung beranjak keluar dari mobil.
Iris yang melihat itu pun panik dan langsung ikut keluar dari mobil. Rain sudah berjalan mendahului Iris setelah menekan tombol kunci.
Iris yang melihat Rain sudah berjalan mendahuluinya pun langsung berlari, menarik lengan pria itu, "Ih kamu balik aja Kak, ntar ketahuan Bunda aku loh!"
"Bawel banget bocil." Rain tetap berjalan, tidak terpengaruh dengan tarikan Iris karena memang tenaga mereka yang tidak sebanding membuat Iris malah mengikuti langkah Rain.
Iris hanya menghembuskan napas kasar, Rain si pemaksa dan tidak bisa dibantah sudah kembali.
Tiba-tiba Iris melepaskan pegangan tangannya pada Rain dan berdiam di tempatnya sembari melipat kedua tangannya di depan dada, membuat Rain berbalik menatap gadis yang masih berdiri diam pada posisinya dan menaikkan sebelah alisnya, bingung, "Kamu ngapain?"
"Aku gak mau pulang kalau kamu masih ngikut ke rumah!" Iris sudah menatap Rain dengan tajam.
Ternyata Iris sedang mengancamnya.
Rain memasukkan kedua tangannya pada saku celananya, "Ya udah, palingan nyokap kamu nyariin." jawaban Rain berhasil membuat Iris beranjak dari posisinya.
Iris sudah berjalan ke arah Rain sembari menghentakkan kedua kakinya kesal, "Kamu mah! Ngeselin banget!"
Iris langsung melewati Rain dan memasuki kawasan rumahnya, ia melihat lampu masih belum ada yang menyala, berarti Bunda nya masih belum bangun.
Iris langsung berjalan ke arah samping rumahnya membuat Rain menatap gadis itu dengan bingung, "Pintu kamu di depan, ngapain ke samping?"
"Berisik deh!" gadis itu sudah sibuk mengambil tangga yang tadi ia letakkan dekat rumput dan memasangnya di dekat balkon kamarnya.
"Kamu ngapain deh?" tanya Rain yang tidak dibalas apapun oleh Iris.
Iris sudah mulai menaiki tangga tersebut membuat Rain melotot melihat kelakuan gadis itu, pria itu langsung mendekati tangga dan memeganginya, "Gila kamu ya?!"
Iris langsung meletakkan telunjuknya pada bibirnya, "Sstt! Berisik banget! Ntar pada bangun tau!" gadis itu sudah menatap Rain dengan tajam membuat pria itu hanya menggelengkan kepalanya pelan.
Rain pun ikut menaiki tangga tersebut, menyusul Iris.
Terhitung sudah dua kali Rain memasuki kamar gadis ini, memasuki kamar yang tidak terlalu besar tapi terasa nyaman itu.
"Aku mau mandi dulu, kamu jangan berantakin kamar aku ya!" Iris sudah memicingkan matanya, menatap Rain.
"Iya bawel." Rain langsung mendudukan dirinya di samping ranjang yang tidak terlalu besar itu.
Sepeninggalan Iris yang sudah masuk ke kamar mandi itu, Rain pun menyandarkan kepalanya pada ranjang di belakangnya dan memejamkan kedua matanya, jujur ia sangat lelah karena beberapa hari ini pria itu kurang tidur.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk Rain memasuki alam mimpi, melupakan fakta bahwa dirinya masih berada di kamar seorang gadis yang baru ia kenal selama beberapa hari, gadis yang entah mengapa selalu berada di sekitarnya belakangan ini, gadis yang sudah berhasil memunculkan perasaan ingin melindungi seseorang dari diri Rain, setelah sekian lama perasaan itu ia kubur, semenjak kejadian yang membuat pria itu berubah menjadi Rain yang tidak tersentuh.
***
Iris yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan piyama beruang kesukaannya itu langsung melirik ke arah pria yang sudah dua kali berani memasuki kamarnya tanpa izin, siapa lagi kalau bukan kakak kelasnya yang gila itu? Rain Joshua Gracio.
Gadis yang masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk itu melihat Rain yang bersandar pada sisi ranjangnya dengan kedua mata terpejam.
"Kak?" panggil Iris pelan dan tidak mendapatkan respon apa pun.
"Kak Rain!" masih tidak ada jawaban sama sekali.
"Dih tidur apa pura-pura budek?" Iris melangkahkan kakinya mendekati Rain. Bahkan langkah kakinya itu tidak membuat Rain terusik sama sekali.
Iris berjongkok di samping Rain, lalu melambaikan tangannya di depan wajah Rain, memastikan apa benar pria itu tertidur atau tidak. Tetapi tidak mendapatkan respon apa pun, membuat gadis itu menghela napasnya pelan, kembali memandangi wajah pria di depannya, alis tebal, kedua mata yang tertutup, mata yang selalu memandang semua orang dengan tajam, membuat orang yang ditatapnya merasa terintimidasi, serta rahang wajah yang tegas dan sempurna.
Sepertinya memang benar perkataan bahwa 'Tuhan pasti sedang senang ketika menciptakan Rain'. Melihat betapa sempurnanya penampilan pria di hadapannya, membuat Iris terkagum.
Ia tidak berniat membangunkan Rain sama sekali, Iris cukup kasihan melihat wajah lelah Rain, dapat dilihat dari kantung matanya yang sedikit menghitam, menandakan bahwa pria itu memang benar-benar kurang tidur.
Iris bangkit dari posisinya, memutuskan untuk mengganti perban yang tadi Rain lilit di lengannya karena perban tersebut sudah basah akibat ia mandi tadi.
"Sshh-," ringisan kecil keluar dari bibir gadis itu ketika ia membuka perbannya, ia sedikit ngilu melihat lebam dan beberapa luka-luka kecil yang ada pada lengannya, sepertinya untuk beberapa hari ke depan ia harus menggunakan pakaian berlengan panjang agar tidak ketahuan oleh keluarganya.
Iris mengeluarkan beberapa obat yang Rain berikan padanya tadi dan mulai mengoleskan di luka-lukanya diiringi dengan ringisan pelan, berhasil membuat Rain yang tertidur pulas mulai merasa terusik walaupun suara yang Iris keluarkan juga pelan.
Rain mengerjapkan kedua matanya, menyesuaikan dengan cahaya lampu yang menusuk langsung ke matanya, silau.
Lalu pria itu mengalihkan pandangannya pada Iris yang sedang berada di depan kaca, dapat ia lihat banyak kapas dan tissue bertebaran di lantai dekat gadis itu. Iris sedang mengganti perbannya.
Tanpa pikir panjang, Rain mendekati Iris yang duduk tidak jauh darinya dan langsung memegang lengan kecil gadis itu membuat Iris mengalihkan pandangannya pada Rain yang berjarak tidak jauh darinya, "Eh-, udah bangun kamu Kak..." Iris tergugup merasakan pegangan tangan Rain yang lembut.
"Hmm..." Rain hanya membalasnya dengan dehaman, mengambil alih cotton bud yang diujungnya sudah dilumuri obat dan mengolesinya pelan pada beberapa luka Iris sembari meniupnya.