Chereads / DIA GADIS POLOSKU / Chapter 51 - Setidaknya Teman Aku Normal

Chapter 51 - Setidaknya Teman Aku Normal

Ucapan Bara tadi berhasil membuat Reza dan Dion membelalakan kedua mata mereka, kaget, "Demi apa kamu dia pelukan?" tanya Reza memastikan.

"Ya elah tanya tuh si Gavin Kupret!" balas Bara sembari menunjuk Gavin yang hanya dibalas dengan anggukan oleh pria itu.

"Gila-gila, anak orang tuh." Reza sudah menggelengkan kepalanya, ketuanya yang terkenal sangat malas bersosialisasi, malah berbalik sangat aktif dengan Iris, si murid baru di SMA Wellington.

"Benar kan kata aku? Rain tuh tertarik sama Iris!" ucap Bara, heboh.

"Bagus lah kalau dia tertarik mah." balas Dion singkat.

"Setidaknya teman aku normal, gak kaya kamu Jo!" ucap Gavin sembari menendang tubuh Bara yang berada di dekat kakinya hingga pria itu terjengkang, membuat mereka semua tertawa kecuali si korban yang sudah menatap Gavin dengan tajam.

"Bangsat kamu Gavin!" Bara langsung bangkit dan menerkam Gavin yang berada di sofa membuat Reza dan Dion hanya menggelengkan kepala menatap mereka yang tidak pernah akur.

Terjadilah peperangan di antara Bara dan Gavin yang sudah biasa terjadi di markas Scorpio.

****

Rain kembali memasuki kamarnya, duduk di samping Iris yang masih terduduk di pinggir ranjang, "Kamu mau balik?" pertanyaan Rain hanya dibalas dengan anggukan oleh gadis itu.

Rasa canggung masih menyelimuti mereka berdua, tepatnya masih melingkupi Iris, sedangkan Rain memang merasa biasa saja.

"Ya udah, aku beres-beres bentar." Rain langsung beranjak menuju kamar mandi, untuk sikat gigi dan berganti pakaian.

Iris yang tidak ingin terjebak dalam kecanggungan di antara mereka berdua segera mengambil ponselnya yang berada di atas nakas dan keluar dari kamar Rain.

Saat ia sudah keluar dari kamar tersebut, ia cukup kagum dengan markas Scorpio yang menurutnya sangat besar ini. Iris mulai berjalan menuruni tangga demi tangga, sesampainya ia di bawah, seluruh mata sudah mengarah padanya, ada Reza, Dion, Bara, dan Gavin, membuat Iris tersenyum canggung.

"Eh, h-hai Kak!" Iris mengangkat tangannya, memberikan gesture tangan menyapa.

"Hai Iris."

"Hai."

"Sini duduk dulu." Gavin sudah menepuk sofa tepat di sampingnya.

"Gak usah Kak, aku udah mau balik." Iris mengeluarkan cengirannya sembari memegang kedua tangannya yang sudah saling berpaut, canggung.

"Gapapa duduk dulu, nungguin Rain beres-beres kan pasti?" tanya Gavin yang sangat amat tepat sasaran.

"Iya."

"Duduk dulu aja, Rain kalau beres-beres lama." bohong Bara, karena sebenarnya Bara memang ingin menginterogasi gadis yang masih setia berdiri di tangga itu.

Akhirnya Iris menuruti perkataan para kakak kelasnya itu, dan duduk di salah satu sofa di sana.

Sebenarnya Iris cukup malu karena Bara dan Gavin tadi yang memergokinya dan Rain berpelukan. Ia bingung harus berkata apa. Ia sudah memegang leher bagian belakangnya, sangat canggung.

"Gak usah tegang gitu Iris." ucap Reza yang menyadari bahwa tingkah gadis itu sangat tidak biasa.

"Eng-engga kok Kak."

"Kita gak gigit Iris." sambar Gavin sembari mengambil cemilan yang ada di meja samping sofa.

"Panggil nama aja Iris." ucap Dion.

"Ah iya..." balas Iris, karena sejujurnya ia tidak terbiasa apabila harus memanggil nama pada orang yang lebih tua daripada dirinya tanpa embel-embel.

"Iris..." panggilan tersebut berasal dari Bara yang sedari tadi masih memandang Iris intens.

Tatapan intens Bara membuat Iris tergugup, "Ke-kenapa Kak?"

"Dibilang panggil nama aja," Bara mengingati, lalu melanjutkan, "Kamu tadi ngapain deh pelukan sama Rain di ranjang?" tanya Bara dengan gamblang.

Seketika wajah Iris memerah menahan malu, mengapa Bara bisa sefrontal itu?!

"I-itu...,"

"Kamu jangan-jangan pacaran ya sama Rain?!" tentunya pertanyaan itu keluar dari bibir si tukang gosip nomor dua, Gavin.

"Ih gak gitu!" elak Iris.

"Lah terus? Bisa pelukan gitu di ranjang. Kalah suami istri juga ama kamu berdua." sepertinya lain kali Iris harus memperingatkan Bara perihal mulutnya yang tidak ada rem itu. Iris sudah tidak tahu lagi harus menjawab apa karena jujur ia sendiri pun tidak tahu alasan Rain memeluknya tadi.

Disaat Iris sedang memikirkan berbagai alasan untuk menjawab pertanyaan Bara dan Gavin, tiba-tiba terdengan suara datar yang berasal dari tangga, "Kepo banget kamu pada? Gak ada kerjaan apa gimana?" Rain Joshua Gracio, si pemilik suara tadi sedang berjalan mendekati mereka membuat Iris dapat menghembuskan nafas lega, 'THANKS GOD!!'

"Kan nanya doang Rain." ucap Bara dengan ekspresi melasnya.

"Ngeles mulu kamu kayak bajaj!" sembur Gavin yang hanya dibalas dengan tatapan tajam oleh Bara.

"Kamu juga!" Rain sudah menunjuk Iris, membuat gadis yang ditunjuknya itu menaikkan sebelah alisnya, bingung.

"Kenapa?"

"Aku tinggal bentar udah pecicilan kesana kesini, kalau nyasar gimana?"

Iris yang mendengar perkataan Rain tadi hanya memutar kedua bola matanya malas, "Buktinya sekarang gak nyasar kan aku?"

"Ya tetap aja bahaya." balas Rain tidak mau kalah.

"Bahaya apanya deh?" tanya Iris, bingung.

"Ya kamu gak tau aja ini empat orang udah kayak buaya kalau lihat cewek berkeliaran!" ucapan Rain berhasil membuat mereka berempat membelalakan kedua mata mereka.

"Lah? Sembarangan banget tuh mulut ya!" ucap Gavin, padahal faktanya memang seperti itu.

Dion hanya menghembuskan napasnya pelan, "Aku gak ngapa-ngapain juga kena."

"Itu mah yang buaya kamu sendiri Rain!" ucapan Bara berhasil membuat Rain menatap pria itu tajam.

"Gapapa deh buaya, siapa tau Iris suka buaya kayak aku." Reza sudah mengeluarkan senyuman jahilnya.

Rain sudah menatap tajam Reza, "Bacot kamu!" sentak Rain yang membuat Reza bukannya merasa takut malah tertawa keras, jarang-jarang ketuanya seperti ini.

Iris hanya memandang Reza bingung. Sedangkan Rain sudah mengalihkan tatapannya ke gadis yang masih duduk di salah satu sofa di sana.

"Ayo balik." ajak Rain membuat Iris mengangguk, "Aku duluan ya Kak, makasih banyak." Iris berdiri dari sofa dan tersenyum ke arah mereka berempat, Reza, Dion, Bara, dan Gavin.

"Siap! Jangan panggil Kakak, panggil sayang aja." jawab Reza, berhasil membuat Rain mengepalkan kedua tangannya erat, membuat urat-urat di tangannya terlihat.

"Buset Neng Iris, manis amat senyumnya! Sama-sama Cantik!" gombal si buaya, Gavin.

Perkataan Gavin tadi berhasil membuat Rain membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Gavin. Rain sudah menatap Gavin dan Reza dengan tajam, berani sekali menggoda Iris di depannya?

"Kamu berdua mau aku gantung di pohon?" tanya Rain datar.

"Gitu aja marah kamu!" Gavin sudah mengerucutkan bibirnya, kesal.

Melihat respon Rain tadi membuat Bara pun ingin ikutan menggoda Iris, ingin melihat respon apa lagi yang akan Rain keluarkan, "Kamu jangan sering-sering senyum Iris, nanti aku naksir gimana?!"

Iris yang mendengar itu hanya tersenyum canggung. Sedangkan Rain? Rahangnya sudah mengeras melihat kelakuan teman-temannya itu, ia bersumpah akan memberikan pelajaran untuk Bara, Reza, dan Gavin saat ia pulang nanti.

Tanpa ia sadari, Rain sudah mengaitkan jari-jari tangannya pada tangan Iris dan menariknya agar Iris dekat dengannya. Menggandengnya dengan cukup posesif. Sedangkan yang ditarik hanya menatap tangannya yang sedang bertautan dengan Rain. Bingung sekaligus kaget.

Para sahabat dekatnya itu melihat respon Rain yang tidak biasa malah tertawa semakin kencang, Rain tidak pernah seperti ini. Rain sudah terlihat seperti anak kecil yang takut boneka kesukaannya direbut paksa.

Sedangkan Dion yang sedari tadi diam hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan teman-temannya yang masih sibuk menertawakan si ketua Scorpio.

"Ayo!" Rain sudah menarik tangan Iris pelan dan berjalan meninggalkan teman-temannya itu, membuat Iris mau tidak mau mengikuti langkahnya.

Sesampainya di garasi yang berada di lantai bawah, Rain berjalan mendekati mobil hitam kesayangannya itu dan menduduki kursi pengemudi, diikuti oleh Iris yang menduduki kursi di sampingnya. Pria itu langsung mengeluarkan mobilnya dari garasi, lalu mulai menjalankan kendaraan roda empat itu meninggalkan kawasan markasnya dan membelah jalanan kota Jakarta yang terlihat masih sepi di pagi hari.