Chereads / DIA GADIS POLOSKU / Chapter 40 - Telpon Malam dari Rain

Chapter 40 - Telpon Malam dari Rain

Teriakan tadi berasal dari Zayn yang sedang menuruni tangga sembari mengucek kedua matanya, Zidan berlari meninggalkan mereka semua, tidak mau kena omelan Kakak satunya, Zayn. Sepertinya pria itu baru saja bangun dari tidur siangnya.

"Ganggu orang tidur aja kamu Pa- LAH SI BRENGSEK ADA DISINI?!" Zayn sudah berniat ingin memarahi adik-adiknya tetapi perhatiannya teralihkan ketika melihat satu sosok yang sangat ia kenal, Rain.

Rain mengalihkan tatapannya ke orang yang baru saja menunjuknya, ia hanya menatap datar pria itu.

"Kamu yang brengsek." Rain lalu tersenyum dan berdiri melakukan fist bump dengan Zayn.

Iris hanya memandang keduanya dengan tatapan aneh, "Kalian kok kenal?" gadis itu menggaruk pelipisnya, bingung.

"Dia,-" Zayn menunjuk Rain, "Lawan aku dulu pas aku masih suka balapan. Sekarang mah udah tobat." Zayn merangkul bahu Rain.

"Bilang aja kamu takut, bukan tobat."

"Buset ini bocah, masih aja sombong ye!" Zayn meninju dada Rain pelan.

Rain hanya tertawa mendengar perkataan Zayn.

"Tanding lagi gak?" ujar Rain, menantang.

"Gak dulu, males lawan kamu gak menang-menang." Zayn melepaskan rangkulannya dari bahu Rain.

"Kamu nya aja yang gak berbakat." Rain sudah duduk kembali di sofa sembari menikmati kue buatan Tante Adhisti. Bunda dari ketiga bersaudara ini.

"Alah bacot! Gimana Scorpio?" Zayn akhirnya duduk di salah satu sofa di sana.

"Ya gak gimana-gimana."

"Terus ini, kamu ngapain di rumah aku?" Zayn sudah memicingkan matanya curiga, lalu menatap Rain dan Iris bergantian.

"Kamu nyari masalah Iris sama dia?" Zayn melanjutkan.

"Apaan sih, mana ada!" Iris sudah menatap sengit kakaknya, selalu menuduhnya yang tidak-tidak.

"Aku tadi gak sengaja lempar bola kena kepala adik kamu. Aku anterin balik jadinya, mau mastiin aja dia sampe rumah gak pingsan di tengah perjalanan."

Zayn yang mendengar penjelasan Rain hanya tertawa keras.

"HAHAHAHA BRENGSEK EMANG KAMU Rain!!" Zayn memegang perutnya yang sudah sakit akibat kebanyakan tertawa.

Zayn melanjutkan, "Gak sekalian kamu lempar biar amnesia, pusing aku punya adik kayak dia!" Rain hanya tertawa mendengar perkataan Zayn tadi.

Iris yang mendengar itu sudah mengambil satu bantal sofa dan memukul Zayn dengan bantal tersebut tanpa ampun.

"WOI BAR-BAR! SAKIT ANJIR!" Zayn sudah berusaha menghindar dari pukulan adiknya tapi tetap saja Iris mengejarnya lalu memukulnya lagi.

Aksi kejar-kejaran antara kakak-beradik itu tidak terelakkan. Rain hanya duduk santai di atas sofa memperhatikan mereka sembari meminum cendol yang dibuat oleh Tante Adhisti tadi.

"UDAH AMPUN AH Iris!"

"Makanya jangan jahat sama adik sendiri!" Iris memukul Zayn cukup kencang, pukulan terakhir memang harus kencang, salah satu prinsip hidup Iris.

Iris berjalan, ingin duduk di lantai memakan kue yang Bundanya sudah buat tadi, sebenarnya kue yang di meja itu untuk Rain bukan untuk dirinya, tetapi Iris cuek saja dan tetap memakan kue tersebut.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore sekarang. Rain berfokus pada ponselnya, pasti anggotanya sudah mencarinya sedari tadi karena ponselnya yang terus bergetar, berbagai notification masuk berasal dari grup Scorpio.

"Aku balik markas dulu deh." ucapan Rain tadi menarik perhatian Iris dan Zayn yang sedari tadi sibuk menikmati kue-kue di piring.

"Ya udah Kak, aku anterin ke depan." Iris berdiri dan membersihkan bajunya dari remahan kue yang tadi ia makan.

"Oke Rain, sering-sering mampir." Zayn menepuk bahu Rain pelan.

'Buat apa coba mampir-mampir?' pikir Iris dalam hati.

"Duluan Zayn." mereka melakukan fist bump lagi, lalu Rain berjalan keluar dengan Iris yang berada di belakangnya. Sekalian ia ingin berpamitan dengan Tante Adhisti, Bundanya Iris.

Sesampainya di halaman, Rain dapat melihat Zidan yang sedang duduk menikmati es potong dan Bundanya yang sibuk membersihkan halamannya.

"Bunda, Kak Rain mau pulang nih." ucapan Iris menarik perhatian Bundanya yang langsung menaruh sapu tersebut dan mendekati mereka.

"Loh? Kok cepat banget Rain? Makan malam dulu aja disini, Tante udah masak banyak loh." Tante Adhisti mulai membujuk Rain untuk tinggal lebih lama.

"Maaf banget Tan, saya gak bisa soalnya ada janji sama teman-teman." Rain tidak sepenuhnya bohong, ia memang berjanji akan menyusul ke markas tadi walaupun tanpa janji tadi pun ia tetap akan ke markas.

"Ih Kak Rain makan dulu sama Zidan dong!" Zidan pun ikut-ikutan membujuk Rain dengan embel-embel makan bersama. Zidan sudah menggoyang-goyangkan lengan Rain pelan.

Rain sedikit menunduk, menyejajarkan dirinya dengan tinggi anak kecil itu, "Gak bisa Zidan, soalnya aku udah ada janji." Rain mengelus kepala Zidan pelan.

"Tapi tadi katanya Kak Rain mau ajak Zidan jalan-jalan?" Zidan mengingat perkataan Rain tadi saat ia menangis.

"Dih bocah mauan banget kamu!" Iris sudah menatap sinis adik satu-satunya itu.

"Berisik deh Kak Iris!" Zidan sudah melipat kedua tangannya di depan dada, kesal dengan kakaknya yang sedari tadi menjahilinya terus.

"Heh kenapa jadi pada berantem?" Tante Adhisti sudah bertolak pinggang menatap dua anaknya ini yang tidak pernah akur.

"Kak Iris tuh Bunda dari tadi!" Zidan menunjuk Iris sambil menunjukkan wajah kesalnya.

"Udah Nold, jalannya next time gimana?" akhirnya Rain melerai keduanya dengan mengalihkan perhatian bocah itu pada topik obrolan mereka tadi.

"Janji gak?" Zidan mengarahkan jari kelingkingnya ke Rain yang langsung disambut oleh jari kelingking Rain.

"Iyeee!" Rain tertawa melihat anak kecil di depannya ini, sangat menggemaskan. Saking gemasnya, Rain tidak tahan untuk mengacak-acak rambut Zidan.

"Ya udah." Zidan pun melepaskan tautan jari mereka.

"Saya duluan ya Tante."

"Iya Rain, sering-sering mampir ya nanti Tante buatin makanan enak." Iris hanya memutarkan kedua bola matanya mendengar perkataan Bundanya yang sama persis seperti Zayn tadi yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Rain, walaupun ia berpikir tidak mungkin juga datang lagi kesana.

'Ini kenapa pada nyuruh sering-sering mampir dah?! Gak akan mampir lagi juga dia!' Iris sudah ngedumel dalam hati.

Rain sudah menaiki motor hitamnya, lalu menggunakan helm kesayangannya itu. Lalu tiba-tiba pria itu menengadahkan tangannya di depan Iris.

Iris memandang tangan pria di depannya dengan bingung, "Kamu ngapain Kak?"

"Handphone kamu mana?"

"Hah? Buat apaan?"

"Udah cepetan handphone kamu!"

Akhirnya Iris mengeluarkan ponselnya dari kantong bajunya, membukanya dengan face id, dan meletakkannya di atas tangan Rain.

Rain terlihat mengotak-atik ponsel gadis itu lalu tidak lama kemudian mengembalikannya kepada yang punya.

"Aku duluan Iris. Kalau kepala kamu kenapa-kenapa, hubungin aku aja. Udah ada nomor sama line aku disana." ujar Rain lalu langsung menancap gas meninggalkan Iris yang sudah menatapnya, melotot.

"IH NGAPAIN SIH?!" Iris sudah meneriaki motor yang sudah rada jauh dari pandangannya.

Ia pun memasuki rumahnya dengan kesal. Kesal karena kelakuan Rain yang suka seenaknya itu.

***

Sesampainya Rain di markas Scorpio, ia segera memakirkan motornya di garasi yang sudah berjajar puluhan motor di dalamnya, tentunya motor para anggota Scorpio yang dapat ia pastikan sudah berkumpul di dalam.

Rain segera menempelkan jarinya pada instalasi mesin fingerprint yang terdapat pada pintu utama markas,

CKLEK

Pintu di depannya terbuka otomatis ketika mesin sudah memunculkan tanda ceklis.

"WEH BANG Rain!!"

"ADA YANG ABIS KE RUMAH CALON MERTUA NIH KAYAKNYA."

"Bang, gimana bang? Lancar gak?"

Berbagai ledekan sudah keluar dari para anggota Scorpio ketika melihat Rain masuk ke dalam markas. Dapat ditebak dengan mudah, pasti Bara dan Gavin menyebarkan gosip-gosip aneh.

"Bacot kamu pada." yang hanya membuat mereka tertawa terbahak-bahak melihat respon ketuanya itu.

Walaupun Rain merupakan ketua mereka, tetapi pria itu selalu menerapkan tidak ada hal spesial mengenai suatu jabatan dalam Scorpio. Semua anggota dipandang sama menurut Rain, hanya saja namanya ketua pasti memegang tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan para anggota dan adanya ketua juga dimaksudkan agar lebih mudah dalam mengendalikan geng yang tidak kecil ini.

Rain pun segera menaiki tangga menuju kamarnya yang terdapat di markas, memang ia sengaja membuat beberapa kamar di sana dan membuat satu kamar khusus untuk dirinya karena ia lebih banyak menghabiskan waktunya di markas daripada di rumahnya sendiri mengingat pria itu sangat jarang pulang ke rumah karena kedua orang tuanya hanya kembali ke Indonesia dua sampai tiga kali dalam setahun.

JG Corporation memiliki beberapa cabang perusahaan di luar negeri, itulah yang menyebabkan kedua orang tuanya jarang kembali ke Indonesia. Ayahnya pun terkadang menugaskan Rain untuk menghadiri beberapa rapat yang dilakukan di Indonesia, jadi tidak perlu menerka-nerka bukan mengapa Rain sudah sangat mapan di usianya yang baru 17 tahun?

Rain membuka seragamnya, menyisakan kaus hitam yang masih melekat di tubuhnya. Ia mengambil ponselnya, membuka aplikasi line, ia tersenyum melihat request dari kontak yang bernamakan Iris Nathania. Rain segera menerima request tadi, menggerakan kedua ibu jarinya di atas layar ponselnya, setelah itu meletakkannya di atas nakas sebelah ranjang. Rain merebahkan dirinya dan memutuskan untuk tidur.

―♚☠♛―

Iris sedang berkutat dengan tugas-tugasnya yang cukup banyak. Walaupun ia baru seminggu bersekolah di SMA Wellington, ia sudah dilimpahi dengan banyak tugas dan berbagai kerja kelompok.

Fokusnya tiba-tiba terpecah karena layar ponselnya yang tiba-tiba menyala, terdapat notifikasi line, yang membuatnya tertarik ialah nama yang terpampang di layarnya itu, Rain.

Iris segera membuka pesan yang baru saja masuk itu,

Rain

Rain

Heh bocil, kepala kamu gimana?

"Bocal bocil bocal bocil aja nih orang." Iris sudah menampilkan wajah kesalnya, lalu ia pun menggerakan kedua ibu jarinya di atas layar ponsel, membalas pesan kakak kelas gilanya itu.

Rain

Rain

Heh bocil, kepala kamu gimana?

Iris Nathania

Aku punya nama kali kak!

Gak kenapa-kenapa sih

Gak sakit juga

Setelah membalas pesan Rain tadi, ia kembali mengunci ponselnya, dan fokus kembali ke tugas-tugasnya.

Tiba-tiba, "Iriss!!! MAKAN DULU SAYANG, JANGAN SAMPAI KAMU SAKIT MAAG YA! KALAU KAMU SAKIT Bunda GAMAU URUSIN!!!" terdengar teriakan nyaring Bundanya.

"IrisAAAAAAA!!!" teriakan Bundanya kembali terdengar.

"IYA Bunda Iris DENGAAARRRR!!" Iris hanya mendengus sebal, akhirnya ia memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu. Kalau tidak dituruti, pasti Bundanya akan marah-marah nanti. Ribet urusannya.

Gadis itu sudah berjalan menuruni tangga menyusul kedua orang tua dan kakak serta adiknya yang sudah berada di ruang makan.

"Gila-gila ada beruang jelek Nold." Zayn melirik Iris yang sudah duduk di antara Zayn dan Zidan, cukup memancing emosi gadis itu.

"Zayn! Aku lagi gak mood ya!" Iris sudah menatap tajam kakak yang sangat menyebalkan menurutnya itu.

"Udah ah berantem mulu, capek Bunda lihatnya. Kamu juga Zayn, jahil banget sama adik sendiri!"

Devan Nathanael Edmond yang sedari tadi memandangi anak gadis satu-satunya itu akhirnya membuka suara, "Iris, tadi pulang sama siapa?" Ayahnya sudah tersenyum jahil ke arah Iris.

"Pasti Bunda nih cerita aneh-aneh ke Ayah kan?!" Iris sudah memicingkan matanya.

"Calon mantu Pa, ganteng loh!" ucap Bundanya, terdengar antusias.

"Ih Bunda! Jangan ngomong aneh-aneh ah!" Iris sudah bersedekap, kesal.

"Kayak Rain mau aja sama cewek bar-bar kayak Iris Bunda."

"KAMU EMANG PALING BENER-BENER YA Zayn!"

Makan malam mereka memang selalu diwarnai dengan candaan-candaan yang dilontarkan oleh ketiga bersaudara itu.

***

Rain terbangun dari tidurnya dengan keadaan kamarnya yang sudah gelap. Ia langsung memeriksa ponselnya dan mendapatkan notifikasi balasan dari Iris Nathania. Ia segera membuka notifikasi dan langsung tertawa melihat pesan gadis itu.

Iris Nathania

Rain

Heh bocil, kepala kamu gimana?

Iris Nathania

Aku punya nama kali kak!

Gak kenapa-kenapa sih

Gak sakit juga

Rain

Lah? Bocil lebih bagus.

Iris Nathania

Dih? Iris lebih bagus

Iris!!!

Rain tidak dapat menahan tawanya membayangkan ekspresi wajah gadis yang berhasil menarik perhatiannya itu sekarang, pasti sedang cemberut kesal. Akhirnya ia pun memutuskan untuk menekan tombol call.

***

Iris yang sedang tidur-tiduran di ranjang karena mentok dengan tugasnya itu langsung terduduk setelah melihat ada telepon masuk dari Rain.

"Aduh anjir ngapain dia call segala?!"

"Angkat gak ya? Aduh angkat aja deh." tipikal Iris, bertanya sendiri, jawab pun sendiri.

Iris menarik nafasnya perlahan lalu menghembuskannya. Menggeser tombol hijau yang ada di layar ponselnya ke arah kanan dan memencet tombol speaker.

"Halo..." suara berat khas bangun tidur sudah menyapanya.

"Kenapa call ya Kak?"

"Orang kalau angkat telepon tuh halo dulu bocil." ucap Rain.

"Ya udah halooooo," membuat Rain terkekeh di seberang sana.

"Gak tidur kamu? Anak kecil gak boleh tidur malam-malam."

Iris memutarkan kedua bola matanya malas, "Aku bukan anak kecil ya Kak Rain!"

Lalu gadis itu melanjutkan, "Aku masih ada tugas. Udah biasa juga tidur malam." sembari memutar-mutarkan pensil di atas bukunya.

"Tugas apa?"

"Tugas matematika lah biasa, tapi lagi mentok aja."

"Gak ngerti?"

"Iya, paling besok aku tanya Bu Martha aja." Iris kembali merebahkan tubuhnya.

"Aku bantuin sini."

"Dih? Kayak bisa aja kamu." ucap Iris, meremehkan.

"Lah? Ngeremehin?"

"Kamu aja IPA, aku IPS, ya mana bisa."

"Ya udah aku otw rumah kamu." Rain langsung mematikan teleponnya secara sepihak.

Iris sudah melotot kaget, "APAAN OTW? UDAH MALEM GINI!" Iris langsung menekan tombol call lagi tapi berkali-kali ia telepon pun tetap saja tidak diangkat oleh Rain.

Iris sudah menepuk keningnya pelan.

"Aduh mati aku!"