"RAINN!"
"MENANGIN RAIN!"
Kebanyakan dari mereka bahkan meneriakkan nama Rain. Iris memperhatikan sekelilingnya, melihat orang-orang sudah berfokus pada layar ponsel mereka masing-masing. Ternyata di layar ponsel sudah menampilkan pertandingan antara kedua orang itu.
Iris mendekati salah satu kerumunan, berusaha mengintip layar ponsel salah satu dari mereka. Dapat ia lihat, pada layar ponsel sudah ada live pertandingan antara Rain dan lawannya yang Iris tidak tahu sama sekali.
Tidak lama kemudian, suara riuh terdengar semakin kencang ketika motor besar hitam itu sudah berhasil melewati garis finish. Seperti biasa, Rain lah pemenangnya.
"Rain MENANG LAGI!"
"GILA Rain!"
"SELAMAT Rain!"
Mereka semua mulai berjalan mengerubungi sang pemenang, Rain Joshua Gracio.
Iris yang berada di tengah-tengah pun merasa sesak karena terhimpit oleh kerumunan itu.
"Anjir! Rame banget sih!" tubuh mungil Iris sudah terdorong-dorong akibat para kerumunan tadi yang berlomba-lomba untuk mendekati Rain.
Iris berhasil keluar dari kerumunan itu dan berjalan menjauh dari lokasi. Bersandar pada salah satu pohon sembari menarik nafas, lega.
"Aduh akhirnya! Sesak banget anjir!" Iris sudah menyeka keringat yang menetes akibat padatnya manusia-manusia tadi membuat ruang geraknya sangat terbatas.
"Haus aku. Gak ada tukang jualan apa ya?!" tanyanya pada diri sendiri.
Gadis itu sudah mengalihkan tatapannya, pandangannya mengelilingi lokasi tersebut mencari tempat jualan, dan gotcha!
Iris sudah tersenyum dan langsung bergegas menuju salah satu gerobak jualan yang lumayan jauh dari posisinya sekarang. Tetapi tiba-tiba langkahnya dihadang oleh segerombolan pria yang tidak ia kenal sama sekali menggunakan jaket jeans yang seragam.
"Hai cantik, sendirian aja nih?" salah satu pria tersebut sudah berjalan mendekati Iris.
Iris cepat-cepat berbalik ingin kembali ke lokasi balapan tadi akan tetapi tangannya sudah ditarik oleh salah satu orang yang berada di gerombolan tersebut.
Otomatis Iris langsung memberontak, tetap saja Iris tidak dapat mengalahkan kekuatan mereka. Tiba-tiba pria itu sudah melingkarkan kedua lengannya pada pinggang Iris membuat gadis itu berteriak kencang tetapi mulutnya langsung dibekap.
Tangan pria di depannya sudah menggerayangi wajah Iris, lalu ia membisikkan sesuatu, "Ssstt, we're gonna have some fun tonight." bisikan tadi berhasil membuat tubuh Iris bergetar ketakutan.
Pria yang tadi mengukungnya sudah menyeret gadis itu, mengikuti langkah mereka. Sedangkan teman-temannya yang lain sudah berjalan terlebih dahulu di depan mereka. Iris sudah memikirkan bagaimana caranya ia untuk kabur.
Tiba-tiba Iris menggigit tangan pria yang membekapnya tadi, membuat pria tadi refleks melepaskan bekapannya, "Sshh, bangsat!" Iris memanfaatkan kesempatan yang ada secara cepat, menyikut perut pria itu yang membuatnya langsung melepaskan kungkungannya dan gadis itu langsung berlari, sangat kencang.
"Sshh- WOI! ANJING! KEJAR DIA!" perintah yang keluar langsung membuat segerombolan pria tadi mengejarnya.
Iris mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Bara sembari terus berlari,
"Nomor yang anda tuju tidak aktif atau sedang berada di luar jangkauan, silahkan-"
"Aduh, aku harus minta bantuan siapa?!" Iris sesekali menengok ke belakangnya, segerombolan orang tadi masih mengejarnya. Iris sudah sangat takut sekarang.
Iris masuk ke salah satu jalan kecil, mengumpat di balik kontainer bak sampah. Tubuhnya bergetar melihat bayangan pria-pria tadi yang melewati jalanan yang ia masuki tadi.
Iris sudah tidak memiliki pilihan lain, 'Aku harus telepon dia.'
Iris segera menekan tombol call di ponselnya itu. Tidak membutuhkan waktu lama untuk orang yang sangat amat ia harapkan itu mengangkat panggilannya.
Suara datar itu menyambutnya, "Halo."
"K-Kak Rain! To-tolongin aku p-please aku mohon tolongin aku! Sumpah aku takut!" suara gadis itu sudah bergetar, takut bercampur dengan panik.
"Tenangin diri kamu, sekarang kamu bilang kamu dimana biar aku kesana sekarang!" suara Rain langsung berubah, panik.
"Gu-aku gak tahu i-ini dimana Kak, p-please Kak tolongin aku!" suara isakan sudah keluar dari bibir gadis itu membuat Rain semakin panik.
"Share location kamu sekarang! Teleponnya jangan dimatiin!" yang hanya dibalas anggukan Iris, tentunya Rain tidak dapat melihat anggukan tersebut.
Iris segera membuka kontak line Rain, mengirimkan lokasinya sekarang.
Tiba-tiba Iris merasakan tarikan pada rambutnya, sangat kencang, membuat kepalanya mendongak, "AKKHH-! Sshh-" rasa pusing kembali datang akibat tarikan pada rambutnya yang kelewat kencang, membuatnya meringis kesakitan.
"Oh ini dia, jalang kita yang sangat amat berani." pria yang menarik rambutnya itu sudah mengarahkan wajah Iris menghadapnya. Sedangkan pria-pria lainnya sudah tertawa puas melihat ekspresi ketakutan gadis itu.
"Ka-kalian m-mau apa?" suara Iris semakin bergetar hebat karena ketakutan memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi padanya.
Pria itu sudah mengeluarkan seringainya, "Udah aku bilang, kita bakalan senang-senang malam ini."
***
Perkataan pria itu membuat air mata Iris semakin tumpah, "Please, g-aku mohon, j-jangan." Iris sudah menggelengkan kepalanya, salah satu dari mereka sudah menyobek bagian bawah kaus Iris cukup panjang, membuat perut gadis itu terlihat, menariknya dan mengikatkan robekan kaus itu mengelilingi bibir Iris.
"Woi Adit, di sini aja gimana? Mumpung sepi juga." ucap salah satu pria dari gerombolan tersebut membuat beberapa anggota lainnya ikut mengangguk setuju.
Pria yang dipanggil Adit tadi hanya berdecak kesal dengan anggotanya yang tidak sabaran ini.
"Gak sabaran kamu!" Adit sudah menatapnya tajam.
"Ya elah, dari pada kabur lagi." cetus salah satu dari mereka.
"Ya udeh, aku dulu dah!" Adit sudah mendekati Iris yang tangannya sudah ditahan oleh salah satu anggotanya.
"Tenang. Aku bakal pelan-pelan kok." Adit sudah mengusap wajah Iris dengan jari-jarinya.
Lalu, hal yang dilakukan pria itu berhasil membuat tangisan Iris semakin kencang, tangan pria itu mulai menggerayangi tubuh Iris, gadis itu mencoba menendang-nendang apa pun agar dapat menghasilkan suara yang mempertandakan ia disana, tetapi tidak menghasilkan apa pun.
Adit sudah mengeluarkan seringainya, "This is gonna be fun babe."
Tangannya sudah mulai menelusup ke dalam kaus yang digunakan Iris, kaus tersebut sudah tidak berbentuk akibat sobekan tadi, mulai meraba perut gadis itu.
Sedangkan Iris sudah lemas di kungkungan mereka, sudah cukup lelah memberontak, saat berlari tadi sangat menguras tenaganya, mau berteriak pun tidak bisa, ponselnya sudah terlempar tidak tahu kemana.
Sekarang, Iris hanya dapat berdoa, berharap orang yang ia tunggu-tunggu bisa menyelamatkannya.
'Please Kak Rain, tolongin aku.'
"Bang, kalau dilihat orang gimana?" tanya salah satu dari mereka yang masih berdiri.
Adit hanya berdecak, "Ck, gak akan."
"Sepi juga tuh jalanan." ucap pria yang masih menahan lengan Iris dengan cukup kencang.
Adit sudah ingin melanjutkan aksinya, tangannya sudah bertengger pada bagian atas kaus Iris, berancang-ancang akan merobek kaus bagian atas yang digunakan gadis itu, di saat tiba-tiba sebuah suara menginterupsi kegiatannya, "BANGSAT!" lalu terdengar suara pukulan cukup keras.
Adit dapat melihat salah satu anggotanya sudah tersungkur di lantai tepat di sampingnya. Ia langsung beranjak mendekati orang yang menganggu 'pestanya' malam ini.
Ketika ia mengangkat kepalanya, matanya langsung terbelalak saat melihat segerombolan pria yang sangat ia kenal dengan baik. Segerombolan pria yang juga sangat ia hindari.
Scorpio.