Sesampainya di markas, Rain langsung membawa Iris ke kamarnya. Gadis itu sudah terlalu lelah dengan kejadian hari ini, ia tidak merespon apapun yang Rain lakukan.
Rain mengambil jaket hitamnya, lalu Rain mendudukan dirinya di samping Iris, memberikannya kepada gadis itu tetapi tidak mendapatkan respon apa pun dari Iris. Akhirnya Rain memutuskan untuk melepas jaket kulit yang tersampir di bahu Iris dan memasangkan jaket hitamnya ke tubuh gadis di depannya itu.
Setelahnya ia memberikan segelas air, "Minum dulu." Iris hanya menuruti perkataan pria itu.
"Kamu istirahat ya? Besok pagi aku anter balik." masih tidak ada jawaban yang keluar dari gadis itu, tatapannya kosong.
"Iris?" Rain mengguncangkan bahunya pelan, membuat Iris mengalihkan tatapannya ke Rain.
"Tadi aku pikir, habis ini g-aku," napas gadis itu tercekat, "Me-mereka megang ba-badan aku K-Kak." Rain merasa sesak ketika melihat air mata kembali jatuh dari kedua mata cantik Iris, dengan segera ia mengusap air mata gadis itu.
"Mereka hampir mer-," Iris tidak sanggup melanjutkan kalimatnya, isakannya dapat terdengar jelas membuat Rain langsung menarik gadis itu kembali ke pelukannya.
"Sstt, udah-udah. Kamu aman sama aku." Rain mengusap rambut gadis itu pelan, memberikan rasa nyaman untuk Iris.
Iris memegang kaus Rain erat, menyalurkan rasa takutnya. Memikirkan berbagai hal yang bisa saja terjadi padanya.
Rain masih mengusap punggung gadis itu, berbagai hal sudah memenuhi otaknya, membuatnya semakin mengeratkan dekapannya pada Iris.
Rain sudah tidak mendengar isakan tangis dari gadis yang berada di pelukannya itu. Rain mencoba merenggangkan pelukannya, melihat Iris yang ternyata sudah tertidur lelap di pelukannya.
Rain membaringkan Iris di atas ranjangnya perlahan, tidak ingin membuat gadis itu terbangun. Lalu menyelimutinya sampai dagu, tiba-tiba perhatiannya teralihkan pada pergelangan tangan Iris, terdapat lebam disana yang lumayan parah, rahangnya mengeras melihat kondisi gadis di hadapannya yang tidak baik-baik saja, 'Aku bersumpah gak bakal ngebiarin kejadian kayak gini nimpa kamu lagi Iris.' ucap Rain dalam hati.
Tatapannya kembali menggelap mengingat kejadian tadi, dimana ia menemukan Iris dalam keadaan yang sangat kacau. Setelah Rain mematikan lampu, ia langsung keluar dari kamarnya menuju ruang bawah tanah, ruangan yang biasanya ia gunakan untuk latihan dan ruangan yang biasanya menjadi saksi kekejaman seorang Rain Joshua Gracio.
***
Dapat ia lihat anggota inti Scorpio sudah berada di sana dengan kelima orang tadi yang berani menyentuh Iris, sudah terduduk di tengah-tengah membentuk lingkaran.
Rain mulai berjalan perlahan mendekati posisi kelima orang itu.
Gavin sudah mendekati Rain, "Rain, mereka itu Rampage. Yang kamu gebukin tadi, itu ketuanya, Adit, terus-," ucapan Gavin terpotong karena Rain langsung melayangkan tinjuannya ke rahang Adit.
BUGH
"Kamu ketua?" Rain sudah tersenyum, mengejek Adit, "Ketua macam apa kamu ngedidik anak buah buat merkosa cewek?" Rain kembali melayangkan tinjuannya pada pelipis pria itu. Adit sudah tidak mampu membalas pukulan-pukulan Rain. Sedangkan Gavin hanya menggelengkan kepalanya pelan, Rain kalau sudah emosi memang susah untuk menahannya.
"Orang kayak kamu gak pantes disebut ketua!" Rain kembali meninju wajah Adit.
"Aku kayaknya harus ngajarin kamu beberapa hal," Rain sudah menggenggam jari telunjuk Adit, "Tangan kamu terlalu kurang ajar." Rain langsung menarik jari itu ke belakang, mengeluarkan bunyi seperti tulang yang patah.
"AKHHH-!!" Rain berhasil mematahkan jari telunjuk Adit dengan mudahnya.
Rain meraih tiga jari Adit lainnya, menggenggamnya lagi, "Ini buat kamu yang berani nyentuh Iris." Rain kembali menarik ketiga jari pria itu tanpa ragu, dan ia berhasil mematahkan tiga jari lainnya.
"ARGHHH-" Adit sudah mengerang kesakitan, keringat dingin sudah mengalir di tubuhnya, menahan sakit yang berasal dari keempat jari kanannya. Tatapan Rain sudah tidak dapat di definisikan, terlalu mengerikan.
"Am-ampun Rain. Sumpah aku gak akan ngulangin lagi!" Adit sudah bersimpu, memohon kepada Rain.
Rain langsung menendang wajah pria itu, membuatnya langsung terjatuh ke lantai.
"Ampun?" Rain sudah tertawa, tawa seramnya sudah menggema di ruang bawah tanah, cukup membuat keempat anggota inti Scorpio bergidik ngeri.
"Gak ada kata ampun di kamus hidup aku." Rain melangkah sembari menginjak dada Adit yang sudah terkapar di lantai.
Rain mendekati pria yang dapat ia ingat betul wajahnya, pria dibalik lebamnya kedua pergelangan tangan Iris. Menatap pria itu intens dan ia mengeluarkan seringainya, pria itu sudah ketakutan melihat senyum mematikan Rain.
BUGH
Rain meninju wajah pria itu,
"Kamu juga,"
BUGH BUGH
Lalu rahang dan bibirnya,
Rain menarik pergelangan tangannya, "Terlalu kurang ajar."
KREK
Rain menginjak pergelangan tangan pria itu tanpa ragu, menyebabkan bunyi tulang-tulang yang patah.
"ARGHHHH- BANGSAT!" pria itu sudah meringkuk di lantai memegang tangannya yang mungkin sudah patah setelah diinjak oleh Rain.
"Ini gak seberapa sama apa yang kamu perbuat sampai tangan Iris lebam."
BUGH
Rain kembali melayangkan tinjuan pada pipi pria itu, menyebabkan wajahnya langsung terhantam pada lantai yang keras.
Lalu Rain pun berdiri, menatap mereka semua dengan tatapan menusuk, "KAMU SEMUA! SEKALI LAGI AKU LIHAT KAMU NYENTUH Iris, HABIS KAMU SAMA AKU! AKU BAKAL CARI KAMU SATU PERSATU!" Rain sudah menaikkan nadanya sembari menunjuk mereka satu persatu.
Rain Joshua Gracio, si Raja Jalanan yang terkenal dengan kebengisan, serta kekejamannya, dan tidak mengenal ampun. Pria yang sangat mengerikan.
"Kamu urus mereka!" ucap Rain ke empat sahabatnya.
"Oke Rain." ucap Reza
Rain berjalan meninggalkan ruang bawah tanah, ia harus menenangkan dirinya sekarang. Iris tidak boleh melihatnya dalam kondisi seperti ini. Rain langsung naik menuju kamarnya, memasukinya pelan agar gadis yang berada di atas ranjangnya itu tidak terbangun.
Ia pun melangkah ke kamar mandi, membiarkan air shower yang dingin membasahi tubuhnya.
***
Setelah berada di bawah shower kurang lebih selama satu jam, Rain melilitkan handuk pada pinggangnya lalu berjalan menuju walk-in closet yang berada di kamarnya.
Menggunakan kaus hitamnya, lalu Rain berjalan mengambil alat kompres yang sudah diisi dengan air dingin dan kotak P3K yang selalu ia sediakan di nakas samping ranjangnya.
Ia sudah duduk di atas ranjang tepat di samping Iris yang masih tertidur lelap. Mulai mengobati beberapa luka yang ada di lengan kecilnya.
Sentuhan dingin pada lengannya mengusik tidur nyenyak Iris, membuat gadis itu membuka matanya perlahan, dan yang ia pertama lihat ialah wajah Rain yang masih berfokus mengompres lengannya yang tanpa ia sadari terdapat lebam di sana.
"Sorry udah ngebangunin kamu." ucap pria di depannya itu pelan.
"Gapapa Kak." Iris bangkit dari tidurnya, bersandar pada sandaran kepala kasur, "Makasih ya Kak." ucap Iris pelan.
Rain hanya membalas dengan dehaman. Pria itu mengalihkan pandangannya kembali menatap Iris.
"Kamu ngapain malam-malam di sana?"
Pertanyaan Rain berhasil membuat Iris terdiam, detak jantungnya ikut berpacu dengan cepat, bingung ingin menjawab apa. Mengingat bahwa semuanya bisa terjadi juga karena dirinya yang memaksa Bara untuk memberi tahunya tempat Rain balapan.
"Orang nanya dijawab Iris." Rain masih menatap Iris.
"G-aku... i-itu... i-seng, iya! Iseng-iseng aja tadi nyari angin malam." Iris tergugup, tidak berani menatap mata Rain.