Rain memicingkan matanya curiga, lalu memegang dagu Iris dan mengangkatnya, membuat tatapan mereka bertemu, "Kamu ngomong sama aku, bukan sama selimut."
Iris menelan ludahnya, gugup melihat tatapan tajam Rain yang cukup membuatnya merasa terintimidasi.
"Aku gak suka ngulang-ngulang pertanyaan Iris. Bilang ke aku, ngapain kamu disana malam-malam?"
"G-aku..."
"Apa?"
"Aku bilang tapi jangan marah ya?" membuat Rain menghela nafasnya dengan kasar, ia cukup malas kalau sudah seperti ini.
"Hm." Rain hanya membalas dengan dehaman, Iris menyingkirkan tangan Rain yang masih memegang dagunya.
"Tadi pagi kan aku bilang mau nonton kamu balapan, kamu gak kasih. Terus...." Iris menggantung ucapannya.
"Terus apa Iris?" Rain sudah tidak sabar mendengar penjelasan gadis itu yang cukup bertele-tele.
"Terus g-aku minta sama Kak Bara... Kebetulan Kak Bara bilang kamu ada balapan juga hari ini..." Iris sudah menunduk, 'Kak Bara maafin aku.' ucapnya dalam hati.
Rain langsung mengusap wajahnya kasar, "Aku gak kasih kamu kesana, karena aku gak mau kejadian kayak gini terjadi." Rain mengalihkan pandangannya ke arah lain, "Tapi kamu malah ngeyel. Kalau aku tadi gak datang tepat waktu gimana Iris?"
Iris terdiam, tidak berani menjawab pertanyaan Rain.
Rain sudah mengambil ponselnya, mencoba menghubungi seseorang. Tetapi sepertinya tidak diangkat, ia pun mencoba menghubungi yang lain.
"Do, suruh Bara naik sekarang!" perintah Rain pada seseorang yang ia hubungi tadi. Iris langsung membelalakan kedua matanya, 'Aduh mampus, berantem gak ya...' Iris sudah panik, ia mulai menggigiti kuku jarinya.
Tidak membutuhkan waktu lama, Bara sudah memasuki kamar Rain.
"Kenapa kamu manggil aku?" Bara sudah berdiri di hadapan Rain karena Rain memang duduk menghadap pintu.
"Kamu kenapa kasih lokasi balapan ke Iris?" tanya Rain langsung to the point.
Bara langsung menatap Iris, panik juga, 'Mampus lah aku...'
Rain memperhatikan mereka berdua yang sedang beradu tatap, cukup membuat darahnya naik, "Bisu kamu? Tuh mata mau aku colok apa gimana?"
Bara yang ditanya seperti itu langsung mengalihkan pandangannya ke Rain, "Itu Rain...."
"Itu apaan?"
"Aku yang maksa Kak Bara buat share location. Jangan salahin Kak Bara." Iris akhirnya membuka suara, kasihan melihat Bara yang bingung ingin menjawab apa.
"Aku gak nanya kamu ya bocil." Rain sudah menatap gadis itu tajam.
"Ya aku kan cuma jelasin! Masa gak boleh?" Iris sudah mengerucutkan bibirnya, kesal.
"Siapa suruh kamu ngeyel?" lalu Rain mengalihkan pandangannya kembali ke Bara yang masih berdiri tidak jauh dari hadapannya, "Kamu juga. Tolol apa gimana? Aku udah gak kasih harusnya kamu ngerti, bukannya jadi sok pahlawan ngasih-ngasih!"
"Iya sorry dah! Lagian aku udah bilang ke si Iris kalau udah sampai langsung telepon aku, eh dia malah gak ngabarin sama sekali."
"Aku telepon kamu ya Kak! Kamu nya aja yang gak ngangkat!" Iris sudah menatap tajam Bara.
"Mana ada? Handphone aku aja kaga bunyi sama sekali!" Bara balas menatap Iris dengan tajam.
"Tapi aku beneran telepon kamu ya!"
"Bacot lah!" akhirnya suara Rain berhasil membuat mereka berdua terdiam, "Coba cek handphone kamu! Aku telepon aja gak diangkat." perkataan Rain membuat Bara langsung mengambil ponselnya yang berada di saku celananya dan ya, ponselnya memang mati karena baterainya habis.
Bara langsung mengeluarkan cengiran bodohnya, "Sorry Iris, mati ternyata." Bara sudah menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal itu.
Rain hanya menghela nafasnya kasar, "Awas aja kamu berani begini lagi Jo."
Bara yang mendengar perkataan Rain hanya meneguk ludahnya, "I-iya Rain, sorry beneran!"
"Ya udah sana keluar!" Rain sudah mengeluarkan gesture tangan mengusir Bara.
"Iya-iya. Jangan macem-macem kamu berdua di kamar!" Bara langsung berlari sebelum Rain murka.
"Macem-macem apanya coba? Gak jelas banget!" Rain dapat mendengar ocehan pelan yang keluar dari bibir gadis itu.
"Kenapa kamu? Mau aku macem-macemin beneran?" Rain sudah menaiki ranjang.
"Apaan sih?! Jangan aneh-aneh lah!" Iris sudah menggeser posisinya perlahan.
"Kalau aku mau aneh-aneh gimana?" Rain sudah mengeluarkan seringainya, mulai mendekati posisi gadis itu. Menjahili Iris memang sangat menyenangkan baginya.
"Aku teriak nih?!" Iris sudah terpojok sekarang.
"Percuma kamu teriak, nih kamar kedap suara." Rain sudah mendekatkan wajahnya pada wajah Iris.
"Aku laporin Bunda aku ya Kak?!" Iris sudah memundurkan kepalanya, agar wajahnya tidak bersentuhan dengan wajah Rain.
"Laporin aja, Bunda kamu pasti bela-,"
DUG
"AKHH- SAKIT!"
***
Rain langsung panik mendengar bunyi tadi diiringi dengan ringisan yang keluar dari mulut Iris. Ia langsung menarik lengan bagian atas gadis itu pelan, membantunya duduk.
"Gapapa kamu?"
Sedangkan Iris tidak menjawab pertanyaan pria jahil di depannya. Ia sudah sibuk mengusap bagian belakang kepalanya yang sangat sakit karena terpentok nakas yang berada di samping ranjang Rain.
"KAMU MAH!" Iris sudah mendorong bahu Rain, kesal dengan kelakuan pria itu, "SAKIT TAU!"
Rain hanya terkekeh pelan, melihat ekspresi kesal gadis itu yang menurutnya cukup lucu.
"Kepala aku kalau rusak ya gara-gara kamu! Udah kemarin kena bola, sekarang kepentok meja, besok apa lagi?!" Iris sudah menatap tajam Rain. Sedangkan yang ditatap hanya tertawa.
"Kamu gak mau tidur lagi? Masih jam 2 pagi." Rain sudah membaringkan tubuhnya di ranjang, tepat di samping Iris. Membuat gadis itu membelalakan kedua matanya, "Kok kamu tidur disini sih?!" Iris sudah mendorong bahu Rain dengan telunjuknya.
"Kamar juga kamar aku." Rain mulai memejamkan kedua matanya.
Iris hanya memutarkan kedua bola matanya malas, berduaan dengan pria ini lama-lama ia bisa gila pikir Iris, "Tadi baik, sekarang tengil lagi!" omel Iris pelan.
Iris sudah menyingkap selimut, ingin mengelilingi tempat yang cukup menarik perhatiannya ini, "Aku keliling ya Kak." ia sudah beranjak dari ranjang tetapi tiba-tiba lengannya sudah ditahan oleh Rain.
"Udah kamu tidur sana. Aku di bawah." Rain langsung bangkit mengambil bantal dan menaruhnya di lantai.
"Gak usah. Aku mau lihat-lihat aja." Iris sudah melangkah menjauhi ranjang tetapi tiba-tiba suara datar itu kembali menginterupsi, "Iris, tidur." Iris hanya menatap pria yang sudah memejamkan matanya kesal.
"Kamu pelit banget sih, mau lihat-lihat doang padahal!" Iris mulai menggerutu sembari memosisikan dirinya kembali tiduran di atas ranjang.
Tidak terdengar balasan apa pun dari Rain. Sebenarnya alasan Rain tidak memperbolehkan Iris lihat-lihat markas karena ia tidak ingin gadis itu melihat teman-temannya yang pasti sedang membereskan anak-anak Rampage yang tadi sempat ia pukuli. Takut gadis itu kembali histeris mengingat kejadian tadi.
Setelah ia tidak mendengar suara yang keluar dari gadis itu dan memastikan Iris sudah terlelap, akhirnya ia juga memutuskan untuk tidur.