'Shit!'
Iris yang mendengar ucapan pria itu langsung membuka matanya, dan yang membuat ia lebih kaget ialah jarak wajah Rain dengannya yang sangat dekat. Ia mendorong bahu Rain agar menjauh, tetapi tenaga pria itu sangat kuat, tubuh Rain tidak tersingkir sama sekali.
"K-Kak, jangan gini dong." Iris mengalihkan wajahnya ke kiri menghindari tatapan tajam yang dimiliki pria itu.
"Jangan gini gimana hm?" dehaman Rain membuatnya merinding. Jujur ia takut sekarang.
"Ja-jangan gini Kak, takutnya dilihat orang." Iris tetap menahan kedua tangannya di bahu Rain agar tetap memberikan jarak antara dirinya dengan tubuh pria itu.
"Emang kenapa kalau dilihat orang?" Rain mengeluarkan seringaiannya. Entah kesambet apa ia hari ini, tapi Rain merasa menjahili Iris sangatlah menyenangkan. Melihat tatapan takut yang ditunjukkan oleh gadis tersebut ketika Rain mendekatkan wajahnya. Sangat-sangat menyenangkan.
"Y-ya ja-jangan dong Kak. Udah dong." Iris refleks mengeluarkan rengekannya.
'Bunda TOLONG Iris!!!!' Iris berteriak dalam hati berharap Bundanya akan menolongnya sekarang.
Rain mendengar rengekan Iris dan melihat ekspresi ketakutan gadis itu pun malah tertawa keras, melepas kungkungannya pada gadis itu. Iris pun mengalihkan pandangannya ke arah Rain. Ia hampir menangis sekarang mengetahui bahwa ia dikerjai oleh si Ketua Scorpio yang sangat terkenal dengan kebengisannya.
"Jahat banget." Iris menatap tajam Rain yang sedang tertawa keras di kursinya sembari memegangi perutnya sendiri.
"Gak akan aku apa-apain juga. Gak tertarik aku sama bocil." Rain mengambil botol air yang hanya tersisa satu botol saja di meja UKS, membuka botol tersebut dan memberikannya pada Iris. Iris pun mengambil botol air tersebut.
"Makasih Kak." lalu Iris mulai meneguknya.
"Tadi aku gak sengaja. Sorry."
"Hah? Maksudnya?" Iris bertanya bingung.
"Iya, tadi yang lempar bola basket itu aku." Rain mengambil botol air yang dipegang Iris dan meminumnya.
"EH KAK?! Bekas aku!" Iris melotot kaget melihat Rain dengan santainya minum dari botol yang sama dengannya, tepatnya ada bekas bibirnya di botol itu.
"Emang kenapa? Ada penyakit kamu?"
Iris menggeleng pelan, "Ya kaga lah! Aku sehat begini."
"Sehat tapi kena bola aja pingsan."
Iris mengerucutkan bibirnya, kesal dengan ucapan Rain.
"Kepala kamu masih sakit? Perlu aku panggilin dokter lagi?" Rain pun memandangi gadis di depannya yang sudah duduk di atas brankar.
"Gak usah, aku mau balik kelas aja." Iris hendak menuruni brankar, tetapi tiba-tiba tangannya sudah ditahan membuat ia berbalik menatap si pemilik tangan yang menahannya.
"Kamu istirahat dulu. Teman kamu udah minta izin ke guru."
"Gak deh, aku ada quiz hari ini." Iris ingin menuruni brankar lagi, tetapi ia merasakan tangan Rain kembali menariknya.
"Kamu istirahat. Batu banget dibilanginnya." Rain sudah menatap tajam gadis di depannya.
"Apaan sih? Aku gapapa. Udah ah mau kelas." Iris menyingkirkan tangan Rain, kali ini ia berhasil menuruni brankar tanpa ditahan sama sekali oleh Rain dan berjalan menuju pintu.
Ketika ia ingin menarik tuas pintu, tiba-tiba ia merasakan tubuhnya terangkat. Rain menggendong Iris dan membawanya kembali ke brankar. Ia mendudukan gadis itu di atas brankar tadi dan meletakkan kedua lengannya di antara tubuh Iris.
"Kamu perlu aku paksa dulu biar nurut?" Rain menatap kedua mata Iris, intens.
Iris yang ditatap seperti itu langsung gugup. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat sekarang. Ia merasakan pipinya sudah memanas.
'GILA INI ORANG YAAA?!?! APANYA PENDIEM COBA?! PECICILAN BEGINI ANJIR.' Iris berteriak dalam hati.
"Jawab." Rain mengangkat dagu Iris membuat gadis itu menatap matanya sekarang.
"I-iya. Aku istirahat disini."
"Good." Rain pun menyingkir dari hadapan Iris.
Iris memegang dadanya, jantungnya masih berdetak tidak karuan. Sementara Rain sudah duduk kembali di kursinya dan memainkan ponsel di tangannya.
Iris hanya berharap bel istirahat cepatlah berbunyi agar ia tidak berduaan saja dengan seorang Rain Joshua Gracio karena ia sadar betul bahwa berduaan dengan pria ini, merupakan pilihan yang sangat amat tidak baik untuk jantungnya.
***
Berita Rain menggendong Iris yang pingsan pagi tadi sudah menyebar ke seluruh penjuru SMA Wellington. Apalagi sekarang, pria tersebut sedang berjalan tepat di depannya. Pasalnya, mereka ingin ke kantin sekarang, tentunya karena Rain yang memaksa Iris untuk makan di depannya. Ia ingin memastikan kalau Iris memang benar-benar makan.
Tiga fakta yang Iris tahu setelah menghabiskan waktu bersama Rain kurang dari dua jam adalah, Rain sangat pemaksa, tidak suka dibantah, dan gila.
Sekarang, kedua orang tersebut sudah menjadi pusat perhatian seisi SMA Wellington. Hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa untuk seorang Rain Joshua Gracio. Tetapi bagi Iris, ini adalah hal yang sangat ia hindari.
Sesampainya mereka di kantin, Rain membawa Iris ke meja bagian ujung kantin dimana tempat tersebut merupakan wilayah teritorial Scorpio. Banyak murid yang mencibir dan menatap iri Iris. Gadis itu hanya menunduk sedari tadi dan tetap berjalan tanpa memandang keadaan di depannya. Tanpa disadari, Rain sudah berhenti dan membalikkan badannya. Iris yang tidak mengetahui keadaan di depannya pun tetap berjalan dan-
DUG!
Kepalanya menabrak tubuh seseorang, tepatnya kepalanya tadi menabrak dada bidang si Ketua Scorpio. Membuat gadis tersebut mendongakkan kepalanya menatap Rain yang jauh lebih tinggi darinya.
"Itu lantai lebih menarik daripada sekeliling kamu?" Rain bertanya dengan nadanya yang khas, datar yang hanya dibalas gelengan oleh Iris.
"Kamu mau makan apa?"
"Aku beli sendiri aja." Iris hendak berjalan menjauhi Rain, tetapi pria itu kembali menahan lengannya, lagi.
Seisi kantin sudah melotot kaget melihat Rain yang memegang lengan Iris. Tidak biasa-biasanya Rain seperti ini karena yang mereka ketahui Rain sangat tidak suka berkontak fisik dengan siapapun. Tetapi sekarang? Rain secara terang-terangan menahan lengan seorang siswi baru.
"Aku gak suka mengulang pertanyaan yang sama." Rain menatap gadis di depannya dengan tajam.
Iris yang tidak ingin melihat aksi nekat seorang Rain Joshua Gracio seperti saat di UKS tadi pun akhirnya menjawab, "Ya udah, aku mau nasi goreng Bu Mumun aja." Rain pun melepaskan cengkramannya dan berjalan meninggalkan Iris untuk memesan makanan yang gadis itu mau. Iris pun duduk di salah satu kursi yang ada disana.
Iris bingung, semua orang tidak mengalihkan pandangan dari dirinya. Iris merasa risih. Gadis itu hanya memainkan kedua jarinya di atas meja sembari menunduk.
'Kenapa bisa jadi begini sih? Cuma karena kena bola aja bisa sepanjang ini urusannya.' Iris mengeluh dalam hati.
Ia pun mempertanyakan keberadaan ketiga temannya itu. Karena semenjak ia bangun tadi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Keyra, Zia, dan Lyna. Ia ingin menghubungi mereka pun tidak bisa karena ponselnya ia taruh di tas, 'Giliran dibutuhin kaga muncul. Teman macam apa coba?' Iris memberengut kesal.
Tidak lama kemudian, ia melihat keempat teman Rain yang tadi Lyna jelaskan di lapangan datang ke arah meja yang sedang ia tempati. Sekarang Iris semakin gugup.
"Hai cantik." seperti biasa, Gavin si playboy terkenal menyapanya yang hanya dibalas dengan senyuman tipis dari Iris.
"Iris, jadi pacar Abang aja yuk?" siapa lagi kalau bukan Bara, yang bercandanya selalu tidak waras. Iris langsung melotot kaget.
"Gak usah dengerin dia." ucap Dion lalu ia bersandar di salah satu kursi, memainkan ponselnya.
"Udah sehat kamu?" Nando pun duduk tepat di kursi yang bersebrangan dengan Iris.
"Udah Kak."
"Rain mana?" Nando memperhatikan sekeliling Iris, tidak ada tanda-tanda keberadaan ketuanya disana.
"Kenapa?" Rain tiba-tiba datang membawa nampan berisi dua piring nasi goreng serta dua gelas jus alpukat dan air mineral. Lalu ia meletakan nampan tersebut di depan Iris.
"Satria ngajak kamu tanding lagi besok."
"Kaga ada kapok-kapoknya tuh orang ye." Bara sudah mengambil segelas alpukat dari nampan yang dibawa Rain dan membuat pria itu menatapnya dengan tajam.
"Minta sih, kamu kan banyak itu." Bara mulai memelas.
"Balikin." hanya satu kata dan Bara menurutinya. Daripada ia jadi samsaknya Rain, lebih baik ia kembalikan saja.
Iris hanya menatap bingung keempat orang di sekelilingnya ini.
"Gimana Rain, mau gak?" mereka kembali ke topik utama tadi.
"Atur." Rain duduk di kursi sebelah Iris dan mulai memakan nasi gorengnya.
"Kamu makan, bukannya dilihatin." Iris yang mendengar itu pun segera memakan nasi gorengnya dengan perlahan. Ia merasa canggung berada di tengah-tengah para pria yang selalu menjadi
"Iris!" Iris mengalihkan pandangannya ke arah suara yang memanggil namanya keras tadi. Ia melihat ketiga temannya sedang berjalan ke arahnya sekarang. 'Thanks God!'
"ANJIR AKU CARIIN KEMANA-MANA GAK NEMU GAK TAUNYA DISINI!"
"GILA KAMU YA Iris AKU KIRA ILANG!"
Iris sudah berdiri ingin mendekati ketiga temannya tiba-tiba suara datar itu kembali menginterupsi.
"Duduk. Biar temen kamu yang kesini." dan yang bisa Iris lakukan? Hanya menatap kesal pria yang hobinya merintah itu kalau tidak ingin pria gila ini bertingkah aneh-aneh.
"Eh, hai Kak sorry ganggu." Keyra menyapa mereka semua disana.
"Hai, santai aja." sahut Gavin.
"Masih ingat punya teman ya kamu pada?" Iris bertanya sinis ke tiga temannya yang hanya dibalas dengan cengiran mereka.
"Ya udah sih Iris yang penting kita samperin." Zia mendorong lengan Iris pelan.
'Ya samperin mah samperin, kamu gak tau aja ini cowo gila tadi ngapain.' gerutu Iris dalam hati.
"Kamu pada kalo mau makan duduk disini aja." ucap Nando.
"Gak usah Kak, kita cari meja lain aja." Keyra yang mendengar jawaban Lyna hanya menyenggol lengannya pelan dan menatapnya tajam, seolah berkata 'Jangan sia-siain kesempatan bego!'
"gapapa disini aja udah. Pada mau makan apa? Biar aku suruh Gavin beliin."
Gavin yang mendengar namanya disebut pun langsung mengalihkan tatapannya ke Nando.
"Bangsat. Emangnya aku pembantu ape?!"
"Kita beli sendiri aja Kak. Bentar ya sayangku." Lyna mencolek dagu Iris sebelum pergi dari sana yang hanya dibalas dengan tatapan sinis.
***
Istirahat Iris dan teman-temannya kali ini cukup ramai karena berbagai candaan yang dilontarkan oleh Gavin dan Bara, tentunya terkadang Nando ikut menimpali. Mereka melupakan fakta bahwa mereka sedang menjadi pusat perhatian seisi kantin. Banyak siswi yang memandang mereka berempat dengan tajam, sinis, dan iri. Murid baru tapi bisa sedekat itu dengan anggota Scorpio, siapa yang tidak iri?
Tidak lama kemudian, bel tanda masuk pun berbunyi. Iris dan ketiga temannya hendak kembali ke kelas dan gadis itu ingin berganti pakaian juga karena ia masih menggunakan seragam olahraga.
"Kak, kita duluan ya. Makasih." Iris berpamitan dengan mereka semua. Ketiga temannya sudah berjalan terlebih dahulu setelah berpamitan tadi.
"Iris nanti balik sama aku."