Rain, Gavin, Dion, Bara, dan Nando sedang sparing dengan anak kelas sepuluh IPS 3. Mengisi waktu luang sebelum bel berbunyi. Kebiasaan mereka selalu seperti itu, sebelum dan sesudah mata pelajaran Penjaskes, pasti mereka akan gunakan untuk bermain melawan kelas yang digabungkan dengan mereka. Hanya sparing iseng-iseng saja.
Rain sedang menguasai lapangan, ia terus berlari dan men-dribble bola basket yang ada di tangannya. Ketika ia melihat ada dua orang dari tim sepuluh IPS 3 yang berada tidak jauh darinya, ia ingin mengoper ke arah Bara yang ada di sebelah kanannya.
"JO!!" Rain berteriak memanggil Bara dan melempar bolanya cukup kencang.
Akan tetapi, memang Bara kurang mahir dalam basket, bola tersebut meleset ke arah pinggir lapangan. Tepatnya, ke arah gerombolan empat gadis di pinggir lapangan. Memang keberuntungan sedang tidak di tangan Rain. Bola tersebut menghantam kepala salah satu gadis di sana.
"Iris!"
"ANJIR!! Iris!"
"Shit!" Rain mengumpat pelan ketika ia melihat gadis yang tadi ia dengar namanya- Iris, terjatuh dan langsung berlari mendekati kerumunan tersebut.
"ANJING! Rain ANAK ORANG ITU!" Gavin pun ikut mendekati kerumunan tersebut.
"GILA KAMU YA Rain?!" Nando pun menyusul mereka.
"Minggir!" Rain mengusir para siswa-siswi yang mengerubungi tubuh gadis tersebut. Membuat mereka semua langsung memberi jalan untuk seorang Rain Joshua Gracio.
Rain melihat tubuh gadis itu sudah terkapar di lantai dengan kepala yang ditahan oleh salah satu temannya yang sedang menepuk-nepuk pipi gadis tersebut.
"Iris! ANJIR BANGUN WOI! SIAPA TADI YANG LEMPAR BOLANYA?!" Keyra sudah berteriak menatap orang-orang sekitarnya.
"Aku. Minggir, aku bawa dia ke UKS." Keyra langsung terdiam ketika melihat pria di depannya ini, lalu ia buru-buru berdiri, memberi ruang untuk Rain, pria itu pun langsung mengangkat tubuh Iris dengan mudahnya. Ia berjalan meninggalkan lapangan menuju UKS yang jaraknya cukup jauh. Jangan lupakan betapa luasnya sekolah ini.
Sepeninggalan Rain dan Iris yang sudah pingsan, para siswa-siswi tadi pun bubar.
"Tolol juga sih kamu Jo, segala kaga ketangkep." Nando memukul kepala Bara pelan.
"DIH ANJIR!! Kamu kan tau si Rain kalo udah pake tenaga kayak gimana. Mana kaga nyampe gua."
"Ya siapa suruh kamu tolol." Gavin menyambar.
"Bacot lah, mending susul Rain." Dion berjalan meninggalkan mereka. Diikuti oleh tiga temannya itu.
Keyra, Zia, dan Lyna sudah menyusul Iris dan Rain setelah bel berbunyi dimana menandakan sudah waktunya istirahat dan mempersiapkan untuk pergantian mata pelajaran selanjutnya.
Sesampainya di UKS, Rain langsung meletakkan Iris diatas brankar, membiarkan dokter khusus di SMA Wellington untuk memeriksa Iris.
"Kenapa ini?" Dokter tersebut mendekati brankar yang sudah ditempati Iris.
"Tadi kepalanya kena bola."
"Oh okay, saya periksa terlebih dahulu."
"Hm." Rain pun hanya bergumam, lalu berjalan keluar menghampiri teman-temannya yang sudah berada di depan pintu.
"Kak, Iris gimana ya?" Keyra bertanya khawatir.
"Lagi diperiksa." seperti biasa Rain, singkat dan padat.
"Anjir Rain, anak orang ampe pingsan gara-gara kamu!" Nando memukul pelan bahu Rain yang dibalas tatapan tajam oleh Rain.
"Aku gak sengaja." Rain bersandar pada dinding lorong UKS.
"Itu cewe yang sama tuh Rain, yang kamu tangkep." Gavin tersenyum jahil.
"Jangan-jangan jodoh kamu sm dia." Nando ikut meledek Rain.
"Ck, bacot kamu pada."
Tidak lama kemudian, dokter pun keluar dari ruang UKS.
"Siswi yang di dalam namanya siapa ya?"
"Iris Dok. Teman saya gimana ya?" Zia mendekati dokter yang memeriksa Iris.
"Teman kalian tidak apa-apa, hanya cedera ringan saja, dan sepertinya sebelum berolahraga dia belum makan ya jadi ia kelelahan dan mengalami tekanan darah rendah. Tapi, overall baik-baik saja. Sebentar lagi harusnya ia akan bangun. Cukup gunakan minyak kayu putih di hidungnya sedikit-sedikit ya sampai ia bangun." mereka semua menyimak penjelasan dari dokter tadi dengan baik.
"Oh baik Dok, terima kasih."
"Iya, saya permisi dahulu."
Setelah mempersilahkan dokternya pergi, mereka semua pun memasuki ruangan UKS yang cukup luas.
"Gila nih anak, bisa sampe pingsan begini. Pertama kali aku liat Iris pingsan lagi anjir. Biasanya kayak badak." Keyra geleng-geleng menatap sahabatnya yang sedang terbaring lemah.
"Terakhir pas SD kayaknya ya Keyra?" Zia mendekati brankar tempat Iris berbaring.
"Iya seinget aku yang dia kesandung itu. Eh, abis ini pelajaran apa ya?" ya seperti biasa, Keyra yang jadwalnya hanya sekadar jadi pajangan saja.
"Keyra-Keyra, udah aku bilang jadwal tuh diliat makanya jangan jadi pajangan doang. Abis ini matematika, ada quiz."
"HAH? QUIZ APAAN ANJIR?" Keyra melotot kaget.
"Gak belajar ya kamu?" Lyna memicingkan matanya menatap Keyra, curiga.
"Enggak." Keyra cengengesan.
"Karena aku gak belajar, jadi aku aja ya yang jagain Iris? Tolong izinin nanti-"
"Aku yang jagain temen kamu. Kamu pada kelas aja." Rain memotong perkataan Keyra.
"EH?! J-jangan Kak! Gapapa aku aja yang jagain Iris." ucapan Keyra hanya dibalas tatapan tajam oleh Rain. Keyra langsung menunduk, takut. Siapa yang ditatap seperti itu tidak menciut? Tatapannya sangat mengintimidasi.
"Udah mending kamu pada kelas deh bocil, Rain gak suka dibantah." Gavin melerai mereka. Ia tidak mau adik kelasnya jadi merasa terintimidasi oleh Rain, padahal memang sudah terintimidasi.
"Ya-yaudah deh Kak. Kita ke kelas dulu. Ntar kita kesini lagi ya Kak." Keyra menarik tangan Zia dan Lyna keluar dari UKS.
"Ya sana, bye cantik." Nando melambaikan tangannya ke arah mereka bertiga.
"Kamu yakin mau jaga dia Rain?" Dion pun akhirnya bersuara.
"Kamu budek apa gimana?"
Dion yang mendapat balasan tersebut hanya memutar bola matanya, malas menanggapi Rain. Kalau orang lain yang diposisi Dion pasti emosinya akan tersulut. Tapi, hal itu tidak berlaku bagi empat sahabat dekat Rain. Mereka sudah biasa diperlakukan seperti itu. Kalimat pedas Rain sudah menjadi makanan sehari-hari mereka.
"JHAAAA BUDEK KAMU DION???!!!" Gavin mencolek dagu Dion yang hanya dibalas dengan tepisan kasar.
"Dion BUDEK! Dion BUDEEKKK!" Bara pun ikut menimpali.
"Bacot anjing."
"Mas Dion kasar banget sih Mas sama Adek." Gavin menyandarkan bahunya pada Dion. Salah satu hobi Gavin yaitu menjahili Dion, walaupun hanya dibalas sinis oleh seorang Dion Leroy Shankara.
"Udah balik kelas aja dah. Bacot banget kamu pada, anak orang mau istirahat keganggu ama congor kamu semua." Nando menengahkan mereka.
"Iye-iye, duluan Rain. Ntar aku yang minta izin sama Bu Mira." Gavin pun melakukan fist bump ciri khas Dankevoort sebelum pergi meninggalkan Rain dan Iris. Begitu juga dengan Dion, Bara, dan Nando.
Setelah memastikan ketiga sahabatnya sudah pergi, Rain menarik kursi dan meletakannya di sebelah brankar Iris. Ia mengambil sebotol minyak kayu putih seperti yang tadi dianjurkan oleh dokter.
Ada sedikit rasa penyesalan yang dirasakan oleh Rain. Ya walaupun ia juga tidak sengaja, tetapi sepertinya hantaman tadi cukup menyakitkan mengingat tenaganya seperti apa.
'Goblok kamu Rain.' ucapnya dalam hati.
Rain hanya menggeleng pelan sembari memberi minyak kayu putih sedikit demi sedikit di dekat ujung hidung gadis yang baru ia ketahui namanya tadi- Iris.
Setelah 30 menit berlalu, tidak ada tanda-tanda gadis di depannya ini akan bangun. Rain menghela nafas pelan, jujur selepas berolahraga tadi tubuhnya juga lelah, tepatnya ia menahan kantuk sekarang. Ia pun memutuskan untuk bersandar pada sandaran kursi dan memejamkan matanya. Niatnya hanya untuk memejamkan mata sebentar, akan tetapi matanya tidak dapat diajak kompromi, pada akhirnya Rain pun tertidur.
***
Iris mulai membuka kelopak matanya, lalu mengerjapkannya perlahan menyesuaikan dengan cahaya yang masuk.
"Sshhh-," Iris mengerang pelan karena yang ia rasakan sekarang kepalanya pusing, pandangannya berputar. Ia mencoba mengingat kembali kejadian tadi dimana kepalanya terhantam oleh benda cukup keras yang membuat tubuhnya langsung jatuh, dan yang ia terakhir ia lihat ialah ketiga sahabatnya yang sedang mengerubunginya. Ia meletakan lengannya di kening, kepalanya sangat sakit sekarang.
Ia pun mulai menatap sekelilingnya, saat ia mengalihkan pandangannya ke arah kanan, yang ia lihat cukup membuat kedua matanya terbelalak. Seorang Rain Joshua Gracio sedang bersandar di kursinya, tertidur.
'Anjir ini orang ngapain?!' Iris bertanya dalam hati.
Iris kembali memperhatikan wajah yang terpahat dengan sempurna itu dengan saksama. Pria yang berhasil membuat dirinya menjadi pusat perhatian satu SMA Wellington. Pria yang sangat diimpi-impikan oleh para kaum Hawa sedang berada tepat di samping brankarnya.
"Udah puas liatin muka aku?" suara tersebut mengejutkan Iris. Ia langsung pura-pura tertidur kembali ketika ia melihat Rain membuka kelopak matanya. Jujur, ia takut dan malu.
Rain memandangi gadis di depannya sembari tersenyum tipis. Sebenarnya, ia sudah bangun sedari tadi. Tetapi, matanya masih terlalu berat dan ia juga terlalu lelah. Rain tahu juga bahwa Iris sudah bangun karena tadi ia mendengar erangan sakit dari gadis itu.
"Pura-pura tidur kamu?" Rain bangkit dari kursinya mendekati brankar yang ditempati Iris, menunggu jawaban sang gadis. Akan tetapi, yang ia dapat hanya wajah cantik dengan mata terpejam erat.
Rain mengeluarkan seringainya, otak jahilnya sudah mulai bekerja.
Rain meletakkan kedua tangannya pada bagian lengan brankar, mengukung gadis didepannya itu, mendekatkan wajahnya ke wajah Iris yang semakin memejamkan matanya ketika merasa ada hembusan nafas di wajahnya, takut.
"Mau bangun apa mau aku cium?"