Baru seminggu Iris bersekolah di SMA Wellington, namanya sudah terkenal di seluruh penjuru sekolah. Tentunya karena kejadian pada saat hari pertama masuk ajaran baru bukan?
Tetapi Iris tidak terlalu memperdulikannya. Seperti biasa, ia akan cuek walaupun setiap ia berjalan kemanapun akan diiringi oleh bisikan-bisikan yang berasal dari para siswa-siswi Wellington.
Hari ini terdapat jadwal pelajaran Penjaskes yang akan menggabungkan dua kelas jadi satu yang artinya kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas akan menjadi satu. Memang setiap minggunya ada jadwal penggabungan kelas di Wellington tapi khusus untuk mata pelajaran Penjaskes saja. Entah kelas sepuluh IPA 1 bergabung dengan kelas dua belas IPS 2, atau kelas sebelas IPA 1 bergabung dengan kelas dua belas IPS 1 tergantung dengan jadwal yang telah ditentukan. Kebetulan minggu ini kelas sepuluh IPS 3 akan bergabung dengan kelas dua belas IPA 1. Yang artinya, kelas Iris akan bergabung dengan kelas Rain Joshua Gracio.
Iris dan ketiga temannya sudah berganti seragam menjadi seragam olahraga. Ia menguncir rambutnya menjadi ikat kuda dan bergegas menuju lapangan.
"Eh, hari ini kita kelasnya gabung ya sama kakak kelas." ucap Zia setelah mengunci lokernya.
"Aku males sih sebenarnya mata pelajaran ini. Tapi lumayan sih bisa cuci mata kalau digabung." siapa lagi kalau bukan Keyra.
"Kita bakal gabung sama kelas dua belas IPA 1." Lyna menyahuti yang disambut dengan tatapan melotot dari Keyra.
"SERIUSAN KAMU RA GABUNG SAMA IPA 1?! DEMI APA?!" Keyra mengguncangkan lengan Lyna.
"ASTAGA, IYA LEEEEENNNN!! Makanya jadwal tuh diliat jangan dipajang doang!" Lyna menghentakkan lengannya yang diguncang hebat oleh Keyra, si Ratu Heboh.
Iris menatap sahabat kecilnya itu dengan tatapan jengah, Keyra memang paling nafsu kalau membicarakan soal pria tampan. Sudah penyakitnya dari dulu seperti itu, Iris dan Zia sudah sangat hafal dengan kelakuannya.
"Lebay banget deh kamu Keyra. Dia aja belom tentu notice lu." seperti biasa, Iris dan mulut pedasnya.
"Ya udah sih Iris, gak bisa liat temennya seneng dikit lu mah."
Mereka berempat pun berjalan beriringan. Hari ini mereka akan belajar mengenai beberapa materi dalam bermain bola basket. Maka dari itu, mereka bergegas menuju lapangan basket.
SMA Wellington membagi lapangannya menjadi tiga lapangan. Sekolah elite tersebut memiliki lapangan utama dimana terdapat lapangan sepak bola juga disana, lalu lapangan basket, dan lapangan voli. Ada kolam renang juga khusus untuk para siswa-siswi yang mengikuti ekstrakurikuler renang. Jadi, dari fasilitasnya saja, tidak usah diragukan bukan mengapa SMA Wellington menjadi salah satu sekolah yang sangat diminati?
***
Sesampainya mereka berempat di lapangan, sudah disuguhkan dengan pemandangan kakak kelas mereka yang sedang bermain basket.
"EH GILA-GILA ITU KAK RAIN WOI GANTENG BANGET!" Keyra berteriak, menepuk lengan teman-temannya sedikit bertenaga sampai mereka bertiga meringis dan menatap sinis Keyra.
"AH Keyra! SAKIT GILA!" Iris mengelus lengannya sembari meringis.
"TAU KAMU KEBIASAAN BANGET!" Zia balik menepuk Keyra.
"Kalau excited jangan mukul napa Keyra, sakit banget pukulan kamu sumpah." Lyna ikut mengelus lengannya pelan.
Teriakan Keyra cukup kencang tadi sampai berhasil menarik perhatian para lelaki yang sedang bermain basket di tengah lapangan. Mereka melirik ke arah empat perempuan yang sedang berada di pintu masuk lapangan.
"Rain, cewe yang kamu tangkep tuh." Gavin, salah satu sahabat dekat Rain menyenggol lengan pria cuek itu pelan sembari tersenyum jahil.
Rain hanya melirik keempat perempuan tadi tepatnya ke arah perempuan dengan rambut dikuncir kuda tersebut lalu kembali men-dribble bola basket di tangannya.
Keempat perempuan tersebut yang sadar sedang diperhatikan langsung buru-buru berjalan masuk ke pinggir lapangan sembari menunduk, malu.
"Cantik Rain, aku pepet aja kali ya?" Bara pun menimpali.
Rain yang mendengar hal tersebut melempar bola yang ia dribble sedari tadi ke arah Bara.
"Gak usah banyak tingkah dah."
"Dih, liat temen kamu Rom, tumben-tumbenan." Bara berjalan mendekati Gavin.
"Biarin aja ngapa, tertarik kali dia ama anak baru." Nando memukul kepala Bara pelan, lalu merebut paksa bola yang sedang dipegangnya dan berlari.
"ANJING KAMU DO! MAIN REBUT-REBUT AJA!" Bara pun lari mengejar Nando.
"Bara!! NGOMONG APA KAMU TADI?!" suara teriakan khas Pak Tarno menggema. Guru Penjaskes mereka hari ini pun sudah datang.
"Aduh mampus aku. KAGA PAK! MAKSUD SAYA ANJINGNYA NANDO SUKA REBUT-REBUT BOLA PAK!" seperti biasa, Bara dengan alasannya yang tidak pernah masuk akal.
Pak Tarno pun mendekati Bara, dan menarik kuping Bara tanpa ragu sampai merah.
"ADUH PAK SAKIT!!!" Bara memegangi telinganya yang seperti sudah mau copot kalau dijewer oleh Pak Tarno, musuh bebuyutan Bara dan Gavin. Untungnya kali ini Gavin tidak ikut-ikutan.
"Kamu tuh ya Bara, udah sering saya bilangin jangan suka berkata kasar, masih aja diulangin terus. Ini kuping dah budek hah?! Kamu harus mimpin pemanasan hari ini!" Pak Tarno mendorong Bara ke tengah lapangan.
"LOH PAK?! Minggu lalu kan saya udah Pak." Bara menghela nafas lesu. Baru saja minggu lalu ia dihukum hal yang serupa dikarenakan Dion secara tidak sengaja menendang bola dan kepala Bara menjadi sasarannya tentunya dibalas dengan umpatan-umpatan kasar oleh Bara yang didengar Pak Tarno.
"Hukuman buat kamu. Biar kapok. MARI SELURUH SISWA-SISWI KELAS SEPULUH IPS 3 DAN DUA BELAS IPA 1 KUMPUL DI LAPANGAN. KITA AKAN PEMANASAN TERLEBIH DAHULU."
Seluruh siswa-siswi pun berkumpul untuk melakukan pemanasan yang ditentukan oleh Bara. Mereka semua akan membentuk lingkaran dengan formasi perempuan di lingkaran pertama dan lelaki akan ada di lingkaran kedua.
Setelah melakukan pemanasan, Pak Tarno menyampaikan beberapa materi untuk dipraktikkan dan juga untuk pengambilan nilai pertama. Selesainya mereka semua mengambil nilai, mereka diberi waktu bebas tetapi harus tetap berada di lapangan sampai bel istirahat berbunyi.
Iris dan ketiga temannya hanya berdiri di pinggir lapangan karena sudah sangat jelas, mereka sangat malas untuk berolahraga. Iris lebih memilih untuk membaca buku atau novel dibandingkan harus berolahraga.
"Eh guys, aku liat-liat itu cowok yang lagi megang bola ganteng juga." Zia memecah keheningan.
Lyna melirik ke arah lelaki yang ditunjuk oleh Zia. "Oh itu, kalian emang gak kenal itu siapa?"
"Kaga, aku cuma tau Kak Rain doang. Itupun karena si Keyra yang selalu heboh pas liat dia." Zia mengangkat bahunya pelan tanda tidak tahu.
"Jangan-jangan kalian gak tau ya isi Dankevoort?"
"Aku cuman tau namanya doang, gak tau orangnya." seperti biasa, Keyra kalau membahas mengenai bintangnya Dankevoort langsung gercep.
"Anggota-anggotanya emang kalian gak tau?" pertanyaan Lyna hanya dibalas dengan gelengan dari ketiga temannya.
"Dih? Nih ya aku kasih tau," Iris yang tadinya tidak tertarik pun akhirnya ikut mengerubungi Lyna yang sepertinya akan memberikan suatu info penting.
"Itu kamu pada liat yang tadi ditunjuk Zia? Itu namanya Gavin. Gavin Demetri Wiratama, salah satu dari Wiratama Bersaudara yang tajirnya bukan maen! Tapi, hati-hati sih sama dia, semua orang tau kalo dia itu playboy, tiap seminggu sekali pasti ganti cewe. Hati-hati aja deh!"
"Terus, kamu liat sekarang yang berdiri gak jauh dari Kak Gavin." Lyna menunjuk lelaki berkulit sawo matang di sebelah Gavin. Mereka semua pun mengalihkan pandangan ke arah lelaki yang ditunjuk Lyna.
"Itu Dion Leroy Sankara. Paling pendiem, ya sebelas dua belas sama Kak Rain lah. Jago main musik, pinter, tajir, idaman deh. Tapi, ya gitu, dingin banget orangnya. Pelit ngomong."
"Kalau yang rambutnya rada bergelombang itu, namanya Bara Abdi Aswanta. Paling gokil orangnya, kalau gak ada dia, Gavin gak punya partner buat ngejahilin orang. Tingkahnya, kocaknya, mirip-mirip sama Kak Gavin. Untungnya playboy nya dia gak separah Kak Gavin."
"Nah, sekarang itu yang lagi tolak pinggang di tengah lapangan, namanya Reza Rasendriya. Kalau Kak Rain disebut sebagai ketua mereka, si Kak Nando itu wakilnya. Katanya sih dia yang paling punya belas kasihan."
"Ganteng juga tuh." Keyra memperhatikan pria yang ditunjuk Lyna barusan.
"Iya ganteng." Lyna dan Keyra sudah menatap Nando. Sementara Zia? Sedang sibuk menatap Gavin Demetri Wiratama. Sepertinya dia sedang jatuh hati?
"Udah ah, lanjut! Save the best for last, gak usah aku tunjuk juga kamu pada tau lah ya? Pangerannya Iris yang-"
"Sembarangan aja terus kamu ya Ra pangeran pangeran." Iris memotong ucapan Lyna.
"Ya udah sih Iris, lumayan kan kalau dapet cowok kayak Kak Rain. Rain Joshua Gracio. Tajir? Gak usah ditanya. Tampang juga gak usah diragukan. Pinter kebangetan. Selalu ranking 1 di sekolah. Perlombaan dan olimpiade akademik maupun non-akademik pasti dia yang jadi perwakilan. Raja utama di sekolah ini ya dia, si pemimpin Dankevoort. Ya walaupun dia selalu cuek dan gak peduli sama sekitarnya. Tapi ya, orang-orang kan selalu anggep dia kayak gi- Iris AWAS!" teriakan Lyna cukup mengejutkan Iris, ia langsung membalikkan badan dan-
BUGH
Iris merasakan kepalanya terhantam sesuatu yang sangat keras dan ia pun terjatuh.
"Iris!"
"ANJIR!! IRIS!!!"
Keyra refleks langsung terduduk menahan kepala Iris agar tidak terpentok ke lantai lapangan yang sangat keras. Hantaman tadi membuat pandangannya berputar, pusing. Siswa-siswi langsung mengerubunginya, membuat pandangannya semakin berputar, dan yang terakhir yang ia lihat hanya pandangan khawatir sahabat-sahabatnya. Lalu tiba-tiba semuanya menjadi gelap...
"Shit!"