Hari ini merupakan hari pertama masuk setelah liburan kenaikan kelas di SMA Wellington. Banyak kumpulan murid baru yang akan menempati kelas sepuluh di sekolah tersebut. Seperti biasanya mereka semua akan masuk pukul delapan dan akan berkumpul di hall sekolah yang luasnya hampir sama dengan lapangan basket.
Sekarang sudah pukul tujuh pagi, akan tetapi gadis remaja yang satu ini belum ada tanda-tanda ingin bangun dari tidur nyenyaknya.
TOK! TOK! TOK!
"Iris, bangun! Udah jam segini juga gak bangun-bangun. Kalau udah nikah bangun jam segini mau dibilang apaan sama suami kamu ntar?!" suara cempreng beserta ketukan pintu yang tidak santai sudah terdengar di depan pintu kamar Iris dan sudah diyakinkan Bundanya sebentar lagi akan mengamuk apabila ia tidak bangun dan menjawab teriakan Bunda tercintanya itu, Adhisti Gantari Elaine.
"Iya Bunda, Iris udah bangun kok!" Iris sedikit berteriak untuk menjawab teriakan Bundanya tadi.
"Cepat mandi! Hari pertama masuk kok males-malesan sih anak gadis satu ini?! Bunda tunggu di meja makan 10 menit lagi!" Bundanya pun berjalan menuruni tangga untuk lanjut memasak sarapan pagi ini.
"ADUH! Kenapa sih sekolah harus jam segini ck, ganggu tidur aja! Harusnya tuh ya sekolah masuknya jam 10 aja jangan pagi-pagi begini. Mengurangi tidur murid-muridnya. Udah liburan cepet banget lagi habisnya." Iris mulai ngedumel padahal ia sudah libur selama kurang lebih 2 bulan karena ia baru saja menyelesaikan masa-masa putih-birunya. Ia berjalan ke lemari untuk mengambil seragamnya lalu berjalan ke kamar mandi tentunya untuk membersihkan dirinya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi seorang Iris untuk mandi. Ia hanya butuh waktu 5 menit apabila ia tidak keramas dan 10 menit saja apabila ia keramas. Setelah selesai membersihkan dirinya, ia pun segera memilih buku-buku yang harus ia bawa dan dengan segera ia turun untuk sarapan bersama keluarganya.
Iris merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Ia mempunyai satu kakak laki-laki yang berumur 23 tahun bernama Zayn Nathanael Edmond dan adik laki-laki berumur 12 tahun bernama Zidan Nathanael Edmond. Iris merupakan anak gadis satu-satunya dari 3 bersaudara tersebut yang menyebabkan Iris sangat amat disayangi dan dilindungi oleh kedua saudaranya beserta orangtua mereka.
"SELAMAT PAGI SEMUANYA!" Iris berteriak di depan ruang makan dengan ceria lalu mencium pipi kedua orangtuanya beserta Zayn. Iris tidak pernah mencium Zidan karena Zidan selalu menolak untuk dicium pipinya karena adik kecilnya selalu merasa sudah dewasa dan tidak perlu dicium-cium lagi. Lalu ia duduk di kursi antara Zayn dan Zidan.
"Pagi sayang." Ayahnya, Devan Nathanael Edmond sudah tersenyum ke anak gadis satu-satunya yang sangat ia sayangi itu.
"Bunda hari ini masak banyak banget. Emang ada acara apaan?" tanya Iris sembari mengambil makanan yang ada di meja satu persatu.
"Tidak ada acara apa-apa sayang. Bunda lagi kepengen aja masak-masak begini." balas sang Bunda sembari menuangkan air untuk anak gadisnya.
"Oh begitu. Aku kira ada acara apa gitu kaya Zayn mungkin mau dijodohin sama siapa makanya Bunda masak banyak begini."
PLAK
Iris langsung memegang keningnya yang ditepuk sama Zayn.
"APAAN SIH?! SANTAI DONG! AH SAKIT NIH!" Iris mengelus keningnya yang sangat ia yakini sudah memerah sekarang.
"Makanya kalau ngomong jangan sembarangan. Kamu kira aku kaga laku apa gimana sampe mau dijodoh-jodohin. Aku baru juga lulus kuliah masa mau kawin aja, nyari duit dulu nih!" Zayn memandang tajam Iris.
"Ya tapi santai aja dong mukulnya. Sakit woi!"
"Oh, sakit ya sini-sini Kakak tiupin." Zayn mulai menarik kepala Iris mendekat tetapi langsung ditolak oleh Iris.
"Gak perlu! Jijik woi kakak-kakak dih gak pantes kamu dipanggil kakak Zayn."
As always, Iris akan mengeluarkan kata-kata tajam apabila bibirnya itu sudah terbuka.
"Gak usah ngatain! Dasar cewek jadi-jadian!" Zayn tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Iris.
"Terus aja berantem ya kalian, mau Bunda kasih centong panas satu-satu tuh di jidat kalian hah?!" Bunda mulai mengancam kedua anaknya yang sangat sering berantem padahal perbedaan umur mereka lumayan jauh tetapi selalu saja ribut.
"Gak mau Bunda!" Iris pun menunduk dan langsung melanjutkan makannya yang sempat tertunda.
Selesai sarapan ia segera memakai sepatu di ruang depan dan ketika ia ingin berjalan ke stasiun terdekat ia memikirkan kembali apabila ia naik bus ke sekolahnya, Iris dipastikan akan telat karena waktu yang sudah sangat mepet. Ia pun berteriak memanggil Zayn.
"Zayn SAYANG ANTERIN AKU KE SEKOLAH DONG?! KALO AKU NAIK BUS NTAR TELAT NIH, GAK KASIAN SAMA AKU?!?!" Iris berteriak dengan suara khasnya yang bervolume hampir sama dengan speaker music di club-club itu langsung membuat Zayn membatalkan langkahnya untuk naik ke kamarnya.
"Ah kampret ada-ada aja." Zayn berkata pelan sembari memejamkan matanya. Kesal.
"Zayn LAMA BANGET SUMPAH! AKU TELAT INI!" Zayn mendengar adiknya kembali berteriak. Ia pun membalas teriakannya.
"EH KAMPRET KAMU YA! UDAH MINTA TOLONG KAGA ADA SABARNYA. INI AKU AMBIL KUNCI DULU." Zayn pun berjalan ke meja nakas lalu mengambil salah satu kunci mobil yang ada di meja tersebut dan segera keluar rumah menyusul adik perempuan satu-satunya.
"Kerjaan kamu mah ngerepotin mulu Iris sumpah, baru aku pengen tidur lagi ah elah." Zayn segera berjalan ke arah mobil kesayangannya lalu memasuki pintu sebelah kanan. Iris segera menyusul masuk melewati pintu sebelah kiri.
"Ah elah ngedumel mulu kamu kaya cewe lagi dapet. Siapa tau ntar kamu ketemu gebetan cakep di sekolah baru aku. Kan katanya anak-anak Wellington cakep-cakep tuh. Lumayan kan biar gak jomblo mulu cepet-cepet nikah gitu kasih Bunda cucu." Iris memang termasuk orang yang jujur kalau berbicara. Walaupun dengan siapapun itu ia pasti akan berbicara dengan jujur. Tanpa memandang apapun.
"Sialan kamu ya. Setidaknya walaupun aku jomblo cewe-cewe banyak tuh yang ngantri tinggal aku pilih mereka juga langsung kesenengan setengah mampus. Gak kaya kamu yang kaga pernah pacaran." Zayn mulai membanggakan dirinya kembali.
"Geli sumpah Zayn. Pede kamu tuh kaga ngobat asli." Iris memandang kakaknya dengan tatapan geli.
"Bodo! Yang penting ganteng." Zayn mengeluarkan seringainya.
"Aduh Zayn. Aku dengernya jadi sakit perut." Iris pura-pura mengelus perutnya.
"Alah kalo aku gak ganteng berarti kamu juga kaga cakep bego. Gimana sih kamu."
"Eh iya, bener juga kamu. Tapi secara gak langsung kamu bilang aku cakep loh Zayn. Jarang-jarang gini. Ih makin sayang deh aku sama kamu!" Iris langsung mencubit-cubit pipi kakak satu-satunya itu.
"KAMU MAU DIEM GAK?! INI AKU LAGI NYETIR, BAHAYA Iris!" Zayn langsung menyingkirkan tangan adiknya yang sedang mencubit pipinya dengan keras.
"IYA-IYA AKU DIEM SEKARANG." Iris langsung kembali duduk dengan diam menatap jalanan kota Jakarta di pagi hari ini.