Saat sampai dirumah sakit, Iris pun segera mendapat pertolongan medis.
"Lagi-lagi Iris terluka karena aku," sesal Rain.
"Jangan nyalahin diri kamu sendiri, ini bukan salah kamu Rakn" ucap Gio menenangkan.
"Kalo aja aku ga ninggalin dia sendiri, mungkin dia ga bakalan kaya gini...." Rain terus menyalahkan diri sendiri. "Arghhh"
Bughh.
Selalu seperti itu, Rain memukul tembok rumah sakit lagi. Mereka jadi deja vu teringat moment dimana Iris kecelakaan dan dibawa kerumah sakit, saat itu Rain tidak ada ditempat jadilah dia tidak terlalu menyalahkan dirinya sendiri, namun Hari ini dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri dan bodohnya dia hanya bisa diam.
Trauma masa lalunya kembali lagi, dia takut kehilangan Iris apalagi kata-kata Iris saat sebelum pingsan selalu terbayang-bayang difikirannya.
Moment dimana saat pertama kali dia bertemu Iris dikoridor, moment dia menjadikan Iris sebagai kekasihnya semuanya terus berputar dikepalanya. Ah sial pertanda apa ini?. Senyuman Iris selalu terbayang difikirannya.
"Lebih baik kamu pulang dulu, dan ganti baju kamu" Ucap Zidan prihatin melihat kondisi Rain. Wajah yang kusut, baju penuh darah dan rambutnya yang berantakan.
Namun ucapan Zidan tak Rain balas sedikitpun dari tadi dia hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Udah biarin aja" ucap Gio.
Sudah 3 jam lamanya dokter yang memeriksa Iris belum keluar juga, hal itu membuat emosi Rain meluap.
"Kenapa dia belum keluar juga anjing" ucap Rain tiba-tiba dan berdiri dari tempat duduknya.
"Dia lagi diperiksa, kamu jangan kaya gini bego!" Bentak Gio emosi.
"Kamu ga ngerti posisi aku kaya gimana Gio" jawab Rain emosi sambil memukul wajah Gio.
"Mau sampe kapan kamu mukulin dia hah?!" Tanya Zidan yang dari tadi hanya diam saja.
"Udah gapapa" jawab Gio, dia faham saat ini Rain butuh pelampiasan.
"Gio ga salah apa-apa anjing!!" Ucap Zidan tersulut emosi. "Mau kamu mukulin Gio sampe dia babak belur pun ga bakalan bikin Iris bangun bego, sikap kamu ini malah bikin Iris benci sama kamu"
Rain lagi-lagi diam mendengarkan semua ucapan Zidan.
"Seharusnya kamu berdo'a supaya Iris bisa ngelewatin ini semua bukan malah mukul Gio dan nyalahin diri kamu sendiri" ucap Zidan tajam. "Sekarang aku tanya sama kamu, apa dengan kamu nyalahin diri sendiri Iris bakalan sadar?." Tanya Zidan dan dijawab gelengan kepala oleh Rain.
"Engga kan, jadi penyesalan kamu itu ga guna. Lebih baik do'ain dia jangan kaya gini" ucapnya lalu menepuk pundak Rain dua kali.
"Sorry Gio" ucap Rain. Dan dibalas anggukan kepala oleh Gio.
Cklek
Pintu ruangan Iris terbuka dan keluarlah seorang dokter.
"Gimana keadaan dia dok?" Tanya Rain langsung.
Dokter itu menghela nafas. "Kondisinya sangat buruk" jawab dokter itu. Membuat nafas mereka semua tercekat.
"B-buruk?" Jawab Rain terbata.
"Tusukan itu menembus kedalam dan merusak organ hatinya. Saat ini pasien membutuhkan donor hati, jika tidak segera dilakukan maka nyawa pasien tidak akan tertolong" jawab dokter itu membuat merek semua terdiam.
"Ambil hati saya dok" jawab Rain tiba-tiba.
"Jangan gila anjing" bentak Gio.
"Saya permisi dulu" pamit dokter itu.
"L-kamu ga denger yang diucapin dokter itu Gio? Iris butuh donor hati kalo engga dapet nyawa dia akan melayang Gio. DIA BISA MENINGGAL Gio!!" Bentak Rain diakhir kalimat.
"Kamu jangan gila bangsat, kita cari solusinya sama-sama. Kalo kamu donorin hati kamu buat Iris saat dia sadar nanti gimana anjing? Dia bakalan terus-terusan sedih dan terpuruk saat orang yang dia cintai ternyata mendonorkan hatinya buat dia, gimana reaksi dia kedepannya bego?!" Ucap Gio panjang lebar.
Kedua orang tua Iris sudah mengetahui kabar itu, memang mereka datang telat dan akhir-akhir ini Bunda Iris selalu ikut Ayahnya bekerja. Dan saat mengetahui kabar itu mereka berdua segera mencari seseorang yang bersedia mendonorkan hati untuk putrinya.
"Hufttt, mungkin ini saatnya" Ucap seseorang dibalik tembok rumah sakit, dia mendengar semuanya dari awal.
***
Sudah hampir 2 jam mereka semua mencari seseorang yang bersedia mendonorkan hatinya untuk Iris namun hasilnya nihil mereka tidak menemukan pendonor yang bersedia. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali kerumah sakit.
"Gimana ini?" Ucap Rain frustasi sambil menjambak rambutnya sendiri. Mereka semua menggelengkan kepalanya.
"Om sama tante ga nemuin sipendonor itu" ucap Ayah Iris saat tiba disana.
"Gimana ini Ayah?" Tanya Bunda Iris sambil menangis. "Anak kita harus selamat Ayah" lanjutnya.
"Iya aku tau, tapi untuk saat ini disemua rumah sakit tidak ada yang memiliki pendonor" ucap Ayah Iris. "Sabar ya, Iris pasti sembuh ko. Dia kan anak yang kuat" ucap Ayah Iris meyakinkan.
"Kita juga ga bisa menemukan pendonornya om tan, kita minta maaf" sesal Zia berkaca-kaca.
"Gapapa kalian gausah minta maaf, ini bukan salah kalian. Lagi pula om percaya Iris anak yang kuat" Ucap Ayah Iris.
"Ga ada cara lain, aku harus ngedonorin hati aku buat Iris" ucap Rain sambil bangkit dan meninggalkan mereka semua.
"Rain!!" Panggil Zidan.
"Rain JANGAN GILA KAMU" Ucap Gio namun dihiraukan Rain.
"Sudah tidak apa-apa jika memang itu kemauan dia sendiri" ucap Ayah Iris.
Mereka semua hanya bisa menghela nafas, lalu diam dan kembali duduk dibangku yang disediakan didepan ruang Iris dirawat.
Lagi pula yang diucapkan Ayah Iris ada benarnya juga, mereka tidak bisa memaksa Rain untuk tidak mendonorkan hatinya. Itu sudah kemauannya sendiri tidak ada yang bisa melarang, Iris cinta pertamanya apapun pasti akan Rain lakukan untuk gadisnya.
"Kita berdo'a aja ya buat Iris" ucap Bunda Iris.
"Pasti tan" jawab Zia sambil mengangguk.
***
Rain lalu memasuki ruangan dokter itu.
"Dok saya yang akan mendonorkan hati saya" ucap Rain memberitahu.
"Baik, syukurlah pasien cepat mendapatkan pendonor. Waktu kita tidak lama lagi telat sedikit saja pasien bisa kehilangan nyawanya" Jelas dokter itu dan diangguki Rain. "Ayo kita cek terlebih dahulu"
"Baik dok"
Lalu Rain pun mengikuti prosedur pengecekan yang diberitahu dokter tadi, untuk memastikan apakah dia bisa dan layak mendonorkan hatinya untuk Iris.
***
Setelah selesai, Rain kembali ketempat dimana teman-temannya menunggu. Rain kembali dengan wajah yang murung.
"Kenapa?" tanya Gio saat melihat ekspresi wajah Rain.
"Golongan darah aku sama dia beda" jawabnya lesu.
"Terus gimana?" Tanya mereka terkejut, dan dibalas gelengan kepala oleh Rain.
"Aku ga bisa ngedonorin hati aku buat dia"
Mereka semua terdiam mendengar ucapan Rain. Hingga kedatangan dokter itu dan ucapannya membuat mereka semua terkejut sekaligus bahagia.
"Kita harus segera melakukan operasinya" ucap dokter itu tiba-tiba.
"Tapi dok, siapa pendonornya?"