Chereads / Please, Choose Me / Chapter 3 - Salah Paham

Chapter 3 - Salah Paham

Terhitung sudah dua minggu Caira dan Ezar menikah. Keduanya masih menikmati waktu berdua dan saling mengenal satu sama lain walau terkadang Ezar harus ekstra sabar saat ia berhadapan dengan Caira. Gadis yang sangat keras kepala dan selalu mau menang sendiri. Caira cukup pandai menjawab berbagai perintah dari Ezar sehingga keduanya cukup sering terlibat pertengkaran kecil. Ezar yang mau dituruti dan Caira yang egois. Kombinasi yang pas untuk mereka mendapatkan masalah baru setiap harinya tanpa dicari.

Contohnya saja adalah Caira yang hobi memakai baju seksi. Mau seberapa sering Ezar melarangnya, dia tetap saja memakai apa yang ia sukai. Tidak ada dalam hidupnya bahwa ia diatur-atur. Apapun yang ia pakai dan dilakukannya tidak boleh dikomentar dengan larangan apapun. Tapi, dengan Ezar ia kalah. Kalau dengan orangtuanya ia akan bisa membantah, maka dengan Ezar tidak akan bisa. Pria itu punya banyak cara untuk membuat Caira menurut. Dia akan mengunci Caira di dalam kamar sampai gadis itu mengganti bajunya dengan layak.

Siang ini, Caira sedang memasukkan bukunya ke dalam tas setelah mata kuliah dasar pemrograman sudah selesai. Hari ini terlalu padat jadwalnya. Dia juga harus ke ruangan Ezar untuk mengantarkan berkas yang ditinggal oleh pria itu dan melakukan bimbingan. Ah, ingin sekali drama perkuliahan ini cepat selesai. Dia sudah terlalu muak dengan segala tugas dan teori yang dicekokkan ke dalam otak kecilnya.

"Cairaaaa," panggil Alzam. Pria semampai dengan wajah manis dan tampan itu tersenyum cerah padanya. Alzam ini mantannya dulu. Mereka berpacaran sebentar saja sebab Caira merasa Alzam terlalu banyak menuntut sedangkan dia memiliki sifat yang ingin bebas kesana-kemari.

"Apa?" tanya Caira dengan wajah datarnya.

"Ih, jutek. Lo mau ke mana? Ayo, latihan band dulu," ajak Alzam saat melihat Caira buru-buru. Biasanya gadis ini akan jalan santai dengan gaya jalan ala preman yang sok. Ditambah lagi wajahnya yang memang jutek dari lahir menambah kesan sombong pada Caira si putri kampus yang dingin dan jutek. Juga pakaian yang terlihat seksi membuat tatapan para kaum Adam tak lepas dari Caira.

Namun, kini yang Alzam temui adalah Caira yang memakai kaos dibalut kemeja panjang dengan celana yang longgar. Jauh dari kesan seksi dan sombong Caira selama ini. Sekarang lebih sopan walau wajah jutek itu masih terpatri jelas di wajah Caira.

"Hari ini gue enggak mau latihan. Ada yang perlu gue kerjakan untuk skripsi." Caira mengatakannya tanpa melihat Alzam yang menatapnya cemberut.

"Buset. Biasanya lo enggak pernah melewatkan momen latihan. Emang lagi ada urusan apa?" tanya Alzam yang heran sebab belakangan memang Caira jarang hadir dalam sesi latihan mereka. Caira memang memiliki band kecil dari SMA dan kabar baiknya berlanjut hingga kini mereka duduk di semester akhir perkuliahan. Caira yang sebagai vokalis di dalam band tersebut juga jadi satu-satunya perempuan di dalamnya. Maka dari itu mereka selalu memperlakukan Caira sebaik mungkin.

"Bukan urusan lo." Caira berjalan kembali dan Alzam tetap mengikutinya.

"Belakangan ini nomor lo jarang aktif. Lo lagi sibuk banget, ya?" tanya Alzam karena dia merasa bahwa sedikit ada perubahan sikap dari Caira. Biasanya gadis ini walau jutek tapi masih mau menanggapi panggilan ponselnya atau latihan sampai malam. Tapi, sekarang dia lebih cuek dan menganggap latihan bukan lagi menjadi prioritas utamanya.

"Iya." Caira menjawab singkat pertanyaan dari Alzam. Kemudian ia berjalan cepat untuk menemui Ezar. Alzam masih mengikuti Caira dari belakang. Gadis yang pernah menjadi mantan kekasihnya ini membuatnya agak bingung sebab aura Caira belakangan seperti berubah menjadi positif. Dulu Caira juga rajin keluar malam dan tidak pernah lepas dari rokok atau alkohol. Sekarang Alzam sama sekali tidak pernah melihat gadis ini melakukan rutinitas seperti biasanya.

Kaki Caira berhenti saat ia melihat Ezar berdiri dengan seorang wanita cantik berhijab di depan ruangan Ezar. Wanita itu mengusap pipinya. Kemungkinan dia menangis. Caira menatap tak suka dengan apa yang ia lihat sekarang. Perasaannya bimbang dan hatinya serasa diremas ketika melihat Ezar yang menatap wanita berpakaian muslimah itu dengan tatapan khawatir. Dengan langkah cepat dia langsung mendekati kedua manusia yang membuat perasaannya tak nyaman.

"Siapa anda?" tanya Caira tanpa basa-basi khas gadis ini. Caira memang anti banyak basa-basi karena terlalu mengulur waktu.

"Astaghfirullah, Caira. Ucapkan salam kalau kamu bertemu orang lain," tegur Ezar membuat Caira memicing tajam menatap Ezar.

"Siapa kamu? Kayaknya peduli banget kamu sama dia."

"Caira, dia salah satu dosen yang akan mengajar di universitas kita. Kamu harus sopan sama dia." Ezar mencoba menjelaskan supaya tidak ada kesalahpahaman yang terjadi. Dia hanya takut Caira akan marah walau sebenarnya dia tidak paham kenapa Caira marah saat ia dekat dengan wanita lain sedangkan gadis ini sama sekali tak menunjukkan perasaan kepadanya?

Caira tersenyum miring. "Oh, dosen baru? Jadi karena dosen harus dekat suami orang?"

"Caira!" sentak Ezar membuat Caira tertegun. Suara Ezar terdengar lantang membuat Caira berpikir bahwa wanita yang ada dihadapannya ini kemungkinan memiliki peran besar dalam hidup Ezar. Gadis itu memasang wajah datar kemudian dia memberikan jari tengah pada Ezar. Setelahnya dia pergi dari hadapan Ezar dengan perasaan panas dan kesal.

Alzam terus mengikuti gadis itu. Dia kaget saat Caira menyebut dirinya adalah istri dari Ezar, dosen baru mereka juga. Tangan Alzam terkepal saat ia harus mendengarkan ucapan lantang dari Caira. Hatinya terasa sakit. Ia masih menyukai Caira bahkan dia berharap mereka bisa kembali bersama. Namun, kalau memang benar Caira dan Ezar telah menikah, apa yang harus ia lakukan pada hatinya sekarang?

"Caira," panggil Alzam kemudian menarik tangan Caira agar berhenti lalu menatapnya. "Lo kenapa? Lalu, apa yang gue dengar tadi. Lo bilang kalau lo istri dari pak Ezar."

"Ya. Kenapa?"

"Enggak, sih. Hanya saja gue kaget. Kenapa lo gak bilang sudah menikah?"

"Untuk apa lo tau? Gue enggak pernah mengharapkan lo datang ke pernikahan gue. Lagian pernikahan itu sama sekali bukan keinginan gue. Gue sama sekali enggak mau menikah sama dia," ucap Caira menjelaskan apa yang terjadi. Sebenarnya ini rahasia. Namun, Caira cukup percaya dengan Alzam.

"Oh, perjodohan ternyata. Jadi, lo sama sekali enggak cinta sama dia, kan?" tanya Alzam mencoba meminta validasi atas apa yang dilakukan oleh Caira tadi. Dia masih berpikir bahwa masih ada kesempatan yang akan ia dapatkan jika memang suatu saat pernikahan Caira diujung tanduk. Memang apa yang ia pikirkan adalah sebuah kesalahan yang besar. Namun, ia sama sekali belum bisa rela jika gadis yang ia cintai sudah menikah dan mereka akan berakhir begitu saja.

"Gue enggak cinta sama dia." Caira menjawab tegas namun kelihatan ada guratan tak terbaca di wajahnya. Setitik keraguan di hati Caira sangat terasa saat ia mengatakan tidak mencintai Ezar.

"Ok, berarti kalau enggak sama-sama cinta kalian bakalan pisah, kan?"

"Enggak akan pisah!" sentak Ezar menjawab pertanyaan Alzam. "Kenapa pertanyaan kamu seperti itu kepada istri saya? Kamu mau kami berdua bercerai?" tanya Ezar sembari berjalan dengan langkah tegas seakan memberitahu bahwa ia begitu marah dengan ucapan yang dilontarkan oleh Alzam. Matanya menyorot tajam pada Alzam yang menatapnya sensi.

"Saya bertanya karena saya dengar bahwa Caira dan bapak menikah karena perjodohan. Saya hanya ingin peduli pada Caira yang harus terpaksa menikah akibat perjodohan ini."

"Tidak usah peduli. Saya yang akan mempertanggungjawabkan perasaannya." Ezar kemudian menarik tangan Caira setelah dia menyampaikan apa yang ada dipikirannya ini pada Alzam. Ezar sudah tau kalau Alzam ini mantan pacar Caira. Sudah sangat terkenal se-antero kampus kalau keduanya adalah pasangan yang sangat pas dan perfect. Namun, Caira adalah istrinya. Dia tidak akan rela kalau Caira kembali pada Alzam. Perasaannya sakit jika mengingat Caira yang mengatakan tidak mencintainya tadi. Namun, dia sedikit memaklumi sebab mereka menikah dengan cara perjodohan. Caira pasti akan mencintainya.

Keduanya masuk ke dalam mobil Ezar. Caira memasang wajah datar andalannya membuat perasaan Ezar makin gundah. "Caira, saya ingin menjelaskan apa yang kamu lihat tadi."

"Untuk apa? Saya tidak peduli apa yang terjadi antara kamu dan dia. Saya hanya penasaran saja dengan siapa kamu sekarang. Lalu saya tau ternyata bukan saya wanita satu-satunya yang kamu tatap dengan tatapan khawatir," ucap Caira membuat Ezar meringis. Ah, nada bicara tenang terkesan dingin khas Caira memang selalu membuat Ezar panas-dingin. Bahaya sekali jika ia menjelaskan apa yang terjadi pada Caira dengan suasana hati gadis ini yang sedang tidak baik. Nanti malah ia akan ditinju oleh Caira akhirnya.

Ezar menarik nafasnya perlahan. Ia berusaha meyakinkan dirinya agar kesalahpahaman ini cepat selesai. "Caira, dia adalah mantan tunangan saya."

Caira langsung memiringkan kepalanya dan mengumpat. "Bajingan! Sudah saya duga kalau kalian punya hubungan. Kalau kamu mau kembali dengan mantan kamu, ceraikan saya."

"Hei, tenang dulu." Ezar menggenggam tangan istrinya dengan lembut. "Dengarkan, istriku. Saya tidak pernah berpikir kembali menjalin hubungan dengan dia. Kamu yang saya inginkan menjadi istri saya bahkan yang selalu saya doakan di setiap ibadah saya. Dia hanya datang memberitahu masalahnya dan saya adalah sahabatnya dulu sebelum kami bertunangan. Saya tau diri bahwa saya memiliki kamu sebagai bagian dari hidup saya. Bagaimana bisa saya meninggalkan kamu demi kembali dengan orang yang sudah menyakiti saya dulu."

Penjelasan terkesan lembut itu membuat Caira luluh. Ia menghela nafasnya dalam-dalam berusaha meredam emosi yang tadinya berkobar. Rasanya sedikit tenang saat dengan lembut Ezar menjelaskan tentang perasaannya dan orang yang menjadi rasa sakit pria itu. Caira memejamkan matanya erat kemudian mengangguk memberi kode bahwa ia paham dengan apa yang dijelaskan Ezar. Ezar tersenyum kemudian mencium kening istrinya.

"Saya minta maaf karena marah sama kamu. Saya hanya merasa dipermainkan ketika kamu dekat dengan wanita lain sedangkan kamu sudah menikah."

"Saya mana berani melakukan hal itu. Kamu sangat galak dan saya baru tau kalau kamu ternyata mudah cemburu," goda Ezar membuat Caira melotot tajam.

"Dengar, saya tidak cemburu sama sekali. Saya hanya-"

"Iya, tidak apa-apa. Saya malah senang dicemburui sehingga saya tau bahwa kehadiran saya sudah sedikit berarti untuk kamu." Ezar mendekatkan wajahnya dan berbisik. "Caira, kamu adalah istri saya dan selamanya akan menjadi istri juga cinta sejati saya."

Bisikan itu membuat Caira tersenyum. Sedangkan Ezar sendiri masih mempertanyakan perihal Haniya dalam batinnya.