Pertengkaran keduanya ternyata masih berlanjut. Caira mendiamkan Ezar dan memilih berangkat kuliah di awal pagi sedangkan sebenarnya dia memiliki kelas siang. Perilaku Caira membuat Ezar pusing bukan kepalang. Ternyata benar kata mertuanya, Caira dengan keras kepalanya yang susah dihilangkan mampu membuat orang yang menghadapi tingkah laku gadis itu menjadi kebingungan sebab apa yang dilakukan oleh Caira. Benar-benar harus memilki stok sabar yang banyak menghadapi tingkah laku wanita tersebut.
Ezar tau kalau Caira belum sarapan dan jika marah dia memilih tidak akan makan sama sekali bahkan tidak minum. Maka dari itu Ezar membuatkan bekal untuk Caira sebab nati gadis itu akan ada bimbingan dengannya sekitar jam 11. Keadaan Caira memang harus diperhatikan sebab Caira mudah sakit dan lelah.
Setelah selesai, Ezar membereskan pakaiannya dan mengambil tas kerjanya. Memasukkan laptop, berkas, bekal dan keperluan lainnya. Setelahnya keluar rumah menuju mobilnya. Namun, ia dikagetkan dengan keadaan mobilnya yang sudah full penuh dengan coretan dan makian dengan mengatakan dirinya merusak rumah tangga orang lain. Siapa pelakunya? Seingatnya dia tidak pernah melakukan kesalahan dengan dekat wanita lain apalagi yang sudah beristri.
"Heh!" tegur seseorang membuat Ezar memutar tubuhnya kemudian ia terkejut melihat siapa yang datang menghampirinya. "Masih kenal sama gue, kan?"
"Abraham. Lo ngapain disini?" tanya Ezar. Tak lama tatapan Ezar jatuh ke tangan Abraham yang sudah memegang pilox berwarna merah dan juga palu yang kegunaannya untuk apa.
"Masih nanya? Lo masih naïf aja, ya? Sifat sok baik lo ini kapan kira-kira berubahnya?"
"Gue sama sekali enggak mengerti sama yang lo katakan. Maksudnya kenapa? Lo ada masalah sama gue? Bukannya masalah kita selesai setelah lo ambil tunangan gue dan menikah sama dia padahal jelas lo tau gue akan menikah sama dia," jelas Ezar sambil tersenyum miring. Sahabatnya yang sudah mengambil calon istrinya dulu sekarang ada dihadapannya. Ah, kiranya dia tidak mau lagi menganggap lelaki ini adalah sahabatnya setelah apa yang dilakukan Abraham dulu. Sifatnya yang keras kepala dan seenaknya membuat Ezar harus sengsara dan menerima keadaan ia sudah dikhianati oleh sosok yang sudah ia anggap saudara kandungnya sendiri. Namun nyatanya memang kebaikannya tidak dianggap berguna sama sekali sebab yang ia incar memang Haniya dan kebaikannya terhadap Ezar hanya alibi agar ia mudah mengambil Haniya.
"Lo ngapain undang Haniya masuk ke dalam rumah lo dan makan malam disana? Lo mau ambil istri gue?"
"Lo mabok? Omongan lo daritadi enggak ada yang bener," ungkap Ezar saat ia sama sekali tak mengerti ucapan Abraham. Ditambah lagi dengan keadaan Abraham yang semrawut dan bau alkohol yang terasa sangat pekat dari tubuh mantan sahabatnya itu.
"Halah gak usah basa-basi. Gue tanya sekali lagi sama lo. Kenapa lo undang Haniya ke rumah kalian lagi? Lo mau ambil dia dari gue?"
"Gue udah menikah dan enggak ada dalam pikiran gue untuk ambil dia dalam hidup lo. Lo udah punya dia dan kenapa lo menuduh gue begini? Bukannya lo udah menikah dan mengambil dia sesuai apa yang lo inginkan? Ah, apa lo enggak bahagia dengan pernikahan lo? Wajar, bro, lo ambil punya orang untuk bahagia. Apapun yang punya orang lain enggak akan bertahan lama seperti apa yang lo pikirkan," sarkas Ezar membuat Abraham emosi dan melemparkan botol minumannya ke arah Ezar. Untung saja Ezar cepat menyingkir hingga botol itu tak mengenainya.
"LO MAU AMBIL DIA, KAN? NGAPAI LO UNDAH DIA KE RUMAH LO?" Abraham hendak menendang Ezar namun tak jadi sebab Caira datang dan langsung menendang kepala Abraham. Abraham membalikkan badannya kemudian ia melotot melihat Caira.
"Lo siapa? Enggak usah ikut campu urusan gue!"
"Heh! Lo berantem jelas di depan rumah gue. Kalau emang lo mau buat kekacauan bukan disini tempatnya. Lo bisa pergi ke tempat lain aja," ucap Caira dengan lantang membuat Abraham makin emosi. Dengan gerakan cepat ia menampar Caira dengan kerasnya membuat Ezar kaget dan hendak menghampiri istrinya.
"Sialan! Lo salah cari lawan." Caira memutar lengan Abraham kemudian mematahkan tangan tersebut dengan sekali sentakan. Abraham menjerit setengah mati ditambah lagi Caira menjatuhkan tubuhnya kemudian menekan tubuh Abraham dengan lututnya. Ia tekan dada Abraham sampai nafas lelaki itu tersengal-sengal.
"Kenapa? Lo enggak bisa lawan gue? Sanggup enggak, lo?" ejek Caira dan dengan satu kali pukulan di wajah Abraham, lelaki itu pingsan. Caira menghela nafasnya dan membersihkan tangannya dari bekas Abraham. Matanya kemudian menatap Ezar yang terbengong dengan mulut menganga hingga ludahnya hampir keluar. Caira tersenyum miring kemudian ia menghampiri pria itu.
"Mulut kamu enggak bisa ditutup? Persis sekarang wajah kamu kayak orang idiot," sarkas Caira lalu masuk ke dalam rumah. Ia lupa saat sampai kampus tadi membawa buku miliknya. Hari ini akan ada kuis dan ia tidak mau nilainya kurang sebab beberapa kali tidak mengikuti kuis.
Ezar yang masih berdiri kaku hanya diam dan menghela nafas panjang. Ternyata masih ada perempuan yang tidak akan mau kalah jika harga dirinya diinjak.
Kini, dia harus menjaga perilakunya jika ia tidak mau seperti Abraham saat ini. Tangannya dengan segera mengetikkan pesan untuk mengatakan pada Haniya untuk mengambil Abraham. Kalau pria ini ada disini terus, yang ada mereka jadi bahan gosip para tetangga disini. Setelah ia mengirim pesan dan Haniya membalasnya, Ezar masuk ke dalam rumah untuk mengecek keadaan Caira. Ia bisa melihat istrinya sedang menacri buku dengan buru-buru.
"Fuck! Gue letakkin dimana bukunya?"
"Cari buku apa?" tanya Ezar. Pria itu mengendap perlahan ke arah Caira.
Caira memutar bola matanya malas. Ia tetap fokus mencari apa yang dia inginkan tanpa peduli dengan apa yang dikatakan oleh Ezar. Lalu 10 menit berlalu tak juga Caira menemukan buku miliknya. Ia kemudian mengusap wajahnya kasar dan menatap Ezar yang masih dipojok lemari dengan tangan yang disilang dibawah seakan anak kecil yang takut dihukum ibunya. Jujur saja kelakuan pria itu sekarang sangat menggemaskan. Namun, ingat dia masih marah dan tidak mau image amarahnya tercoreng sebab pria ini.
"Dimana buku assembly saya?" tanya Caira yang minta dicarikan namun songong setengah mati padahal dia yang butuh.
Ezar tersenyum lembut kemudian berujar, "Saya sudah ajarkan sama kamu. Ucapkan kita kata ajaib jika ada sesuatu. Ayo kamu coba lakukan seperti itu," ujar Ezar mencoba memberikan pengertian pada istrinya agar mau merubah kebiasaannya yang kalau bicara songong setengah mati. Orang-orang akan emosi jika Caira terus saja bicara sarkas begitu.
"Kalau enggak tau bilang aja. Ingat ya, gue enggak berharap dapat nasehat dari lo. Jangan banyak bicara dan sok tau," kata Caira kemudian ia hendak keluar. Ezar dengan segera menarik tanga Caira hingga mereka jatuh diatas tempat tidur dengan Caira yang berada diatas Ezar.
Mata mereka bersitatap dengan gambaran kaget. Keduanya merasa jantung mereka akan meledak jika keadaan mereka terus saja begini. Ezar sendiri merasakan kepalanya hendak meledak saat istrinya menatapnya dengan intens. Dengan berani ia mengelus punggung Caira membuat Caira menghembuskan nafas rendah. Makin pusing kepala Ezar saat ini mendengar nada rendah dari Caira ditambah wajah wanita ini yang teramat cantik luar biasa menurut Ezar.
"Hi, can I kiss your lips?" lirih Ezar dengan nada suara rendahnya. Caira mencoba menahan dirinya namun ternyata tidak bisa. Ia mendekatkan bibirnya saat tangan Ezar menekan tengkuknya untuk semakin dekat dengan bibir Ezar. Semakin lama bahkan bibir mereka sudah tersentuh sedikit, suara gedoran pintu membuat mereka kaget dan hilang fokus.
"Assalamualaikuim. Mas Ezar, kamu ada di dalam?" panggil seseorang yang sudah sangat mereka hapal siapa dia. Haniya pasti datang hendak menjemput Abraham setelah ia mengetikkan pesan sepertinya. Ezar kemudian duduk dengan Caira yang berdiri hendak keluar.
"Saya mohon jangan salah paham, ya. Saya sama dia enggak ada hubungan apapun," ucap Ezar namun tak dipedulikan oleh Caira. wanita itu dengan lenggangnya keluar kamar dan membanting pintu.