Siang ini Ezar akan datang ke kantor ayahnya guna menandatangani proposal dan juga beberapa dokumen sebab Ezar berniat membeli resort di Bali. Rasanya ia ingin sekali mengajak Caira jalan-jalan agar istrinya tidak merasa bosan di rumah kemudian kampus saja. Rutinitas yang pastinya tidak begitu menyenangkan mengingat Caira dulu hobi main keluar rumah bahkan bisa sampai berjam-jam. Terkadang, kata ayah mertuanya, Caira sampai menginap.
Jadi, Ezar merasa Caira juga butuh refreshing guna menyelamatkan kesehatan mentalnya akibat banyaknya jadwal kuliah yang semakin hari semakin menggila. Caira bahkan mengatakan kepadanya bahwa dia sudah tidak sanggup mau kuliah karena banyaknya kegiatan yang harus dia jalani. Kadang juga Caira sampai tertidur di depan laptopnya guna menyelesaikan skripsinya.
"Assalamualaikum, Mas Ezar," salam Haniya yang membawa beberapa dokumen. Wanita berhijab itu kemudian tersenyum pada Ezar yang memegang ponselnya hendak menelepon seseorang. "Mas, maaf menganggu. Apa kamu bisa berkenan hadir dalam kelas pak Akbar?"
"Waalaikum salam," jawab Ezar pada salam Caira tadi. "Pak Akbar kemana memangnya, Haniya? Saya tidak ada diberitahu sebelumnya oleh pak Akbar untuk meggantikan kelasnya."
"Iya, beliau tadi buru-buru sebab ibunya jatuh sakit, Mas," kata Haniya membuat Ezar mengucap kalimat berduka. "Mas, keberatan untuk mengganti kelas pak Akbar?" tanya Haniya sekali lagi.
"Maaf, Haniya. Bukannya saya enggak mau masuk. Hari ini saya ada rapat penting bersama ayah di perusahaannya. Saya juga haryus mengurus resort yang ada di Bali nanti." Ujar Ezar.
"Oh. Kamu jadi beli resort itu, mas? Dulu kamu ingin sekali ke sana dan membelinya, kan? Wah, aku enggak menyangka kamu akan membelinya sekarang," kata Haniya membuat Ezar merasa tidak enak. Dulu memang dia berniat untuk membeli resort tersebut agar dirinya dan Haniya sering ke Bali untuk melepas stress selesai menikah. Namun, harapan tinggal harapan. Jangankan pergi ke Bali sesuai wishlist mereka, menikah saja tidak jadi karena permasalahan yang tidak jelas kenapa. Ezar kadang masih suka berpikir bagaimana bisa dia dan Haniya berpisah. Lalu bagaimana Abraham yang tega mengkhianati dirinya dengan menikahi Haniya secara paksa. Padahal kalau memang Abraham menginginkan Haniya secara baik-baik, dia akan memberikan kesempatan itu pada Abraham tanpa harus membuat pra pernikahannya hancur.
Ezar tersenyum menganggukan kepalanya. "Hm, mau ajak Caira jalan-jalan. Dia suka stress kalau dirumah. Kadang juga suka merengek mau jalan entah kemana saja asal tidak dirumah terus. Ya, biasalah, dia masih muda dan jelas butuh healing," tujtur Ezar pada Haniya.
Dalam hati Haniya, dia tidak mau tau tentang itu. Dia hanya mau tau bagaimana bisa Ezar mengajak Caira ke tempat yang dulu ingin mereka singgahi. Dia mau bertanya bagaiman Ezar begitu mudah mengajak orang lain ke tempat impian mereka padahal Haniya tidak pernah melakukan hal tersebut. Ia menghargai semua tempat kenangannya bersama dengan Ezar tapi tidak dengan pria itu. Dia mengajak Caira ke Bali, ditempat dimana impian mereka bisa tercapai untuk segera memiliki momongan sekaligus bersantai bersama jauh dari kota mereka.
Apa memang tidak ada harapan lagi? Posisinya sudah berganti. Dulu, Ezar rajin sekali menanyai dirinya di segala kesempatan. Tapi, ternyata hal itu tidak ia rasakan lagi semenjak Ezar menikah. Ah, semenjak dirinya dipaksa menikah hanya untuk membayar hutang yang tidak seharusnya dia yang bayar. Seharusnya Haniya bahagia dengan Ezar sekarang. Bukan Caira.
"Oh, yaudah. Semoga kalian bisa bersantai disana dan bisa menikmati banyak waktu berdua. Kalau di Indonesia, kan banyak banget gangguan juga. So, Bali jadi pilihan yang paling tepat buat kalian berdua. Aku harap kamu bahagia terus, Mas," ucap Haniya dengan tulus.
Ezar menundukkan matanya saat melihat cairan bening mengenai wajah wanita itu. Wanita yang pernah ada di hatinya. Kesalahan atas masa lalu mereka ingin dimaafkan tapi Ezar terlalu sakit hati untuk mengatakannya pada mereka. Dia ingin semua berjalan seperti biasanya tanpa membahas masa lalu. Dia tidak mau terikat masa lalu saat ia sudah memiliki masa depan.
"Haniya," panggil Ezar dengan suara seraknya. "Aku juga berharap kamu bahagia dengan semua yang kamu punya. Maaf, kalau misalnya ada sesuatu dari aku yang enggak bisa kamu terima dan kamu hanya diam saja menerima sifat jelekku. Aku sudah punya masa depan dan aku sudah berjanji untuk tidak membuat keributan dengan istriku yang judes untuk masalah ini. Aku hanya mau kamu tau satu hal, Haniya. Walau apapun yang terjadi di masa lalu, kamu punya bagian penting dihatiku. Kamu punya banyak kenangan bersamaku dan aku tidak munafik kalau kamu bagian dari masa lalu yang indah. Jadi, maafkan kesalahanmu sendiri, Haniya."
Maafkan kesalahanmu sendiri, Haniya
Kalimat yang terngiang itu membuat Haniya merasa sedih. Dia memang kerap kali menyalahkan dirinya atas sesuatu yang bukan menjadi kesalahannya. Haniya sudah terbiasa menjadi penurut hanya karena ayahnya yang kejam. Dia memukul beban yang terlalu berat sampai akhirnya bertemu dengan Ezar yang memberikannya banyak cerita hidup. Setelah lulus sekolah, mereka hijrah dan memulai dekat dengan cara taaruf. Tapi apa daya ternyata impian itu harus ditelan kembali saat dia dipaksa menikah. Haniya sampai tidak mau ibadah karena dia selalu merasa kecewa. Banyak hal yang ia lakukan nyatanya tak membuat dia berjodoh dengan Ezar dan malah dengan Abraham. Tapi, tak lama Haniya kembali menguasai dirinya.
Menerima segalanya dengan baik sepertinya lebih aman daripada dirinya harus menanggung rasa sedih lagi. Dia harus bahagia dengan Abraham yang walau judes dan kejam, dia menyayangi Haniya. Walau dengan cara yang kasar, Abraham selalu ada disamping Haniya dan membela Haniya mati-matian di depan ayahnya. Ya, dia harus bahagia, bukan?
"Hm, aku akan memaafkan masa lalu aku, mas Ezar. Aku tau kalau kamu sering terlibat masalah karena aku yang masih hadir di hidup kamu. Tapi, Mas, yang namanya ikhlas juga tidak bisa semudah itu. Jadi, kasih aku waktu karena selama menikah dengan mas Abra, aku tetap mencintai kamu dengan segala ketulusan yang aku punya, mas. Terdengar jahat tapi aku memang enggak bisa mencintai orang lain sebannyak aku mencintai kamu. Maafin aku yang mencintai kamu terlalu banyak, mas," aku Haniya membuat Ezar terdiam.
Wajar saja kalau Haniya masih ingat, bukan? Mereka terpisah karena keadaan dengan perasaan satu sama lain masih bertaut. Jadi wajar saj akalau memang Haniya masih mencintai dirinya yang memiliki banyak kekurangan. Sepantasnya Haniya mendapatkan yang lebih dari dirinya dan lebih dari Abrahm yang seperti psyccopath. Abraham memang perusak saja.
"Oke, lupakan saja semuanya, ya. Saya mau ketemu sama ayah saya dulu. Istri saya juga sudah spam chat karena mau makan burger. Saya pamit, Haniya. Semoga kamu selalu mendapatkan keberkahan dari Allah dan menjadi pribadi yang lebih baik dan penyabar," ucap Ezar kemudian ia keluar dari ruangan tanpa tau apa yang dibalas oleh Haniya.
Pembahasan tadi terlalu sensitif bagi Ezar. Ezar masih merasa sakit hati dan insecure sebab merasa ditinggalkan karena dia sifatnya yang jelek atau hal lainnya. Dia ingin melupakan semuanya dan kembali menjadi Ezar yang bahagia dengan Caira.