Ini adalah hari yang ditunggu setiap wanita. Memimpikan menikah dengan seseorang yang kita cintai dan hidup bahagia selamanya.
Dekorasi bunga warna putih dan ungu begitu elegan dan mewah. Dengan selayar putih kuturuni tangga begitu banyak pasang mata memandangku. Entahla aku gugup kali ini. Tidak ramai yang datang hanya keluarga terdekat. Ayah mengantarkanku kepada pria yang dengan hitungan detik ini akan menjadi suamiku. Tak pernah terpikirkan bahwa hari ini akan tiba. Ya Daren Diwangga pria itu meraih jemariku menuntunku ke tahta sesungguhnya.
Janji suci yang diucapkannya membuatku seakan ini sebuah kenyataan. Iya melakukan seperti sungguhan walau nyatanya hanya sandiwara saja. Alexa Hinston sudah beralih menjadi Alexa Diwangga mau berterima kasih atau tidak inila hidupnya, hidup yang harus iya jalani setiap detik mulai saat ini bersama suaminya.
Iya menyematkan cincin dijari manisku. Terlihat elegan di jariku. Kusalam tangannya tanda menghormatinya sebagai kepala keluarga dan pembimbing rumah tangga kami. Iya tersenyum sangat tipis bahkan hampir tidak terlihat iya mengecup kepala ku. Dan jelas itu membuat hatiku berdesir.
"Selamat Alexa, udah punya suami."
"Makasih udah datang fia."
"Bahagia selalu nak, doa ibu bersamamu." Ibu memelukku. Pelukan yang hangat yang mengingatkanku pada rumah.
"Makasih Ibu. Aku sayang ibu."
"Baikla selamat menikmati malam kalian bedua. Bahagia selalu sayang."
"Makasih Tante."
"Mama. Panggil Mama."
"Iya Mama."
***
Abu dan hitam adalah warna yang mendominasi kamar ini. Sangat bertimbal balik dengan kesukaanku. Apa dia tidak merasa pengap disini?
"Kamu menungguku Ale?"
"Tt-tidak. Hanya saja aku tidak terbiasa tidur ditempat baru."
"Ganti pakaianmu apa kamu mau berpakaian seperti itu sampai pagi hm?"
"Baiklah."
"Aku akan tidur di sopa. Kamu tidurla ditempat tidur jangan menggangguku."
Aku hanya terdiam, menatap sekelilingku. "Kak, apakah sudah tidur?"
Hujan mulai turun aku ketakutan sekarang. Aku duduk ditepi ranjang memegang selimut apakah dia benaran sudah tidur? Aku mau menangis. Bagaimana bisa kamar segelap ini apa tidak ada tombol lampunya?
"Kak, aku takut."
"Apa yang kamu takuti?"
"Dimana tombol lampunya?"
Dia berjalan dan dapat diselah pintu ya aku tidak dapat melihatnya karena gelap. Ya tentu saja karena gelap.
"Kenapa menangis?"
"Aku takut hujan."
Iya memelukku, pelukan yang hangat. Aku tidak mengira bahwa berada didekapannya senyaman ini.
"Jangan takut aku akan selalu disini." Kalimat penenangnya seakan janji yang tak ingin ia khiananti selembut inikah iya nyatanya? Bagaimana kak Alena bisa bisa menyakiti pria sebaik dirinya.
***
"Masak apa sayang?"
"Sop ayam Ma, mamak dudukla dulu. Alexa akan memanggil kak Daren untuk makan."
"Aku sudah disini."
"Duduk disini sayang. Alexa yang memasaknya."
Kami makan dengan hikmat. Kak Daren bahkan menhabisi makanannya. Syukurla iya menyukainya.
"Ma, aku dan Alexa akan pindah kerumahku hari ini."
"Kenapa tidak disini saja Daren?"
"Ma, Daren Dan Alexa harus mandiri. Jadi mulai sekarang kami akan tinggal terpisah dengan mama. Daren akan sering kesini jika perlupun mama boleh menginap. Iyakan Ale?"
"Iya ma."
"Baikla jika itu keputusan kalian mama mendukung."
***
Kutatap sekeliling warna gelap menggambarkan lelaki sekali. Kubuka tirai penampakan kota Jakarta terlihat jelas. Aku tersenyum. Ternyata tidak terlalu buruk hanya perlu diubah sedikit saja agar lebih berwarna.
Me
Kak, apa boleh mengganti beberapa yang ada disini?
Kak Daren
Lakukan yang kamu suka aja
Aku tersenyum. Baikla mari kita bertempur.
Kurapikan semua apartemen ini. Mengganti warna tirai, seprei hingga mengisi perlengkapan dapur. Menambahkan hiasan dinding dan meletakan pas bunga diatas meja.
Aku berbelanja peralatan dapur hari ini, mulai dari peralatannya hingga sayur mayurnya. Rasanya lelah hanya saja ini menyenangkan melihat hasilnya tidak mengecewakan.
Ting tong. Suara bel terdengar. Aku segera membukanya. "Ini tempat tinggal Daren kan?"
"Iya, anda siapa ya?"
"Ha, itu aku ada meminjam peralatannya Daren hanya saja aku lupa meletakannya dimana jadi sebagai ucapan maaf aku membawakan cemilan ini."
Dia menyelidikku dari atas sampai bawah. "Seharusnya tidak perlu repot repot aku istrinya Alexa. Semoga kita bisa menjadi teman baik kedepannya."
"Oo begitu. Aku baru tahu jika Daren mempunyai istri karena biasanya dia hanya sendiri."
"Kami baru menikah beberapa hari yang lalu. Terima kasih cemilannya. Maaf merepotkanmu."
"Oo tidak. Aku permisi dulu."
Aku menutup pintunya duduk disopa dan menatap cemilan ini. Apa mereka seakrap itu? Sering menukar makanan? Ada apa denganku? Apa harus menghubunginya? Bagaimana jika mengganggunya?
"Kak, apa aku mengganggumu"
"Belum tidur?"
"Belom, tadi ada seorang wanita yang mengantarkan makanan. Katanya dia tetangga kakak. Sebagai ucapan maaf karena barang yang dia pinjam jadinya mengantarkan makanan."
"Jadi? Makan saja lagian aku hanya bertemu beberpa kali dengannya. Kami gak mempunyai hubungan apa apa jika itu yang kamu khawatirkan."
Senyum terbit diwajahku. Itu jawaban yang ingin kudengar. "Kapan kakak pulang?"
"Besok. Jadi sekarang istirahatla."
"Ya."
Kami mengakhiri panggilan. Berjalan kekamar sambil melihat salah satu majalah niatnya berganti pakaian dan membersihkan diri tapi nyatanya terlelap kealam mimpi.
***
Aku kesiangan, bukan kesiangan yang buruk hanya saja ini sudah sangat siang untuk seorang wanita yang sudah mempunyai suami bangun.
Aku keluar menatap seseorang yang menata makanan di meja makan. Kak Daren pulang?
"Dudukla, mari kita makan."
Aku berjalan menuju meja makan. Menatap pria didepanku ini. "Kakak sudah sampai?"
"Tadi malam."
"Maaf aku ketiduran dikamar kakak. Apakah baju ini..." lidahku kelu melanjutkannya aku menundukan wajahku.
"Iya aku yang menggantikan bajumu. Sekarang habiskan makananmu."
Blush. Wajahku merah seperti kepiting rebus sekarang astaga apa sememalukan gini? Aku makan sambil menunduk. Menggerutu dalam hati. "Apa kakak yang memasak makanan ini?"
"Tidak. Membelinya dibawah tadi pagi."
"Oo begitu. Ini sangat enak."
"Sudah selesai bereskan ya. Aku akan bersih bersih setelah itu kekantor."
Aku hanya mengangguk sampil menatap kepergiannya. Menyicipi setiap makanan yang ada dan aku tahu tidak semua makanan ini dibeli iya juga ada memasaknya hanya saja dia gengsi memberi tahunya.
Kurapikan meja makan dan mencuci piring kami. Setalah itu aku membersihkan diri dan menyusun pakaian yang belum kupindahkan sebagian ke lemari. Ternyata waktu satu hari tidak cukup untuk membersihkan apartemen seluas ini.
"Ale."
"Iya Kak."
"Mau ikut ke kantorku?"
"Apakah boleh?"
"Yasudah bersiapla."
"Iya."
Diperjalanan aku dan dia hanya diam. Aku mungkin saja bisa memulai topik dengannya. Tetapi aku takut responnya gimana dan terlalalu gugup untuk berbicara dengannya.
Setelah sampai didepan lobi iya menggandeng tanganku. Memasuki kantor yang begitu estetik dan elagan. Selera yang tidak buruk.
"Permisi Pak, setengah Jam lagi kita ada rapat dengan Loyal Company."
"Baikla. Panggil saja nanti jika waktunya."
Dia menunduk tersenyum dan mengundurkan diri. Dari perawakannya mukin dia seperti model. Cantik dan ya aku seorang wanita mengakuinya.
"Mau kopi?"
"Boleh."
"Aku ambil dulu."
Dia mengangguk. Tidak beralih dari berkas yang ada dimejanya. Aku berjalan setelah sampai aku mendengar suara bisikan mereka.
"Kamu lihat wanita dengan Pak Daren tadi? Sangat angkuh jauh sekali dengan Kara bukan. Sudah jelas perbedaannya jauh."
"Sok kecantikan, padahal biasa aja."
"Mungkin pake pelet kali. Mana mungkin seperti itu kriteria Pak Daren."
Aku berbalik tetapi dihadang seseorang. "Bukankah mau mengambilkan kopi?"
"Iya." Aku tersenyum lalu membalikkan badan menatap mereka yang dibalas keterkejutan mereka.
"Dia Istri saya, tidak baik jika kalian bebicara seperti itu padanya. Sama saja kalian merendahkan harga diri saya. Jadi jaga ucapan kalian jika masih ingin tetap bekerja disini." Aku juga terkejut seorang Daren membelaku. Karena empati atau kewajiban aku tidak tahu. Tetapi yang kutahu setidaknya dia tidak menjelekkan aku.
"Maaf Pak." Kata mereka lalu meninggalkan kami berdua.
"Jika mereka mengatakan yang tidak benar kamu bisa menjawabnya. Maaih baik ada aku tadi. Jika tidak?"
"Terima kasih."
"Yasudah setelah ini tunggu diruang kerjaku aku akan miting kira kira 2 jaman bisa lebih bisa juga kurang. Jadi jika bosan lakukan yang kamu mau tapi bukan yang aneh."
Aku mengangguk. Menatap kepergiannya aku masuk menatap ruangan yang rapi ternyata dia orang pembersih. Semua tertata sesuai dengan kegunaannya. Map berwarna biru sejajar dengan itu begitu pula beberapa buku yang menjadi koleksinya. Kurasa dia gemar membaca.
Begitu banyak piala penghargaan disini. Tetapi kenapa diletakan disini? Mungkin untuk menambah keindahannya. Dia pria yang sulit ditebak aku belum mengenal sepenuhnya. Tapi sejauh ini dia pria yang baik. Semoga saja seterusnya begitu.
Ternyata membosankan juga disini. Apa yang bisa dilakukan coba? Turun dan mencari makanan. Begitu banyak karyawan kantor disini cantik cantik pula. Apa dia tidak menaksir salah satu dari mereka? Ah kak Alena jauh dari mereka. Sudah jelas jawabannya kenapa dia tidak kepincut Ale.
"Eh."
"Alexa bagaimana kamu bisa disini?"
"Kalian saling mengenal?"
"Ha itu kami teman dikampus."
"Kamu mengenalnya Daren?"
"Iya dia istriku."