"Ada di mana aku?" Bisikku di tengah kesunyian dan gelapnya malam.
Hanya ada pohon-pohon tinggi, dan juga rerumputan di sekitarku, gelapnya pandangan tidak memungkinkan aku untuk melihat apapun di sekitarku.
"Cepat lari cepat cepat kita tidak punya waktu" Seorang pria dengan suara yang lantang meneriaki di arah depan.
Kulihat wajahnya memancarkan cahaya di tengah kegelapan, dalam dinginnya malam kurasakan sebuah kehangatan yang mengalir di tubuhku, tangannya menggenggam tanganku kemudian menarikku, membawa diriku lari, mataku melihat dirinya dari belakang yang menuntunku, langkahku mengikuti langkahnya kemanapun dia pergi.
Kami tiba di sebuah bukit yang tinggi, di bawah sinar rembulan ku lihat senyuman di wajahnya, hanya sebentar saja kemudian dirinya mendorongku ke belakang.
"Tetaplah hidup, apapun yang terjadi tetaplah hidup, aku titipkan kenangan kita" Nafasnya yang tidak beraturan sambil melihat ke arahku.
"Senyuman dan cara mu memandangku, adalah anugerah terindah yang aku miliki" Suaranya memudar matanya sayu, dan darah mengalir di seluruh tubuhnya.
"Tidak tidak tidak jangan tinggalkan aku" Teriakku dalam hati.
"Verona Veronaaaa" Teriak teman yang membangunkan ku.
Aku pun bangun kemudian duduk di pinggir kasur, tidak terasa air mata ku jatuh, pipi ku terasa basah, oh apa ini pikirku.
"Pagi-pagi sekali kamu membangunkan ku Melva" Gumam ku kepadanya sambil melihat dia yang membereskan tempat tidur.
Melvadora, dia temanku sejak kami kecil, rajin dan pandai serta periang, kepribadiannya yang semangat dan terbuka membuatnya di sukai banyak orang, termasuk idaman dari para pria, banyak yang melamarnya di usianya yang masih muda, namun dirinya menolak untuk menerimanya.
"Iya kita mendapat undangan makan siang, raja ingin menemui kita untuk memberikan sekolah memasak bebas biaya" Sambil berbalik badan ke arah ku, dia melihatku dan menjelaskannya.
"Benarkah hal itu?" Mataku berbinar, akhirnya impian ku untuk bisa mendapat kan gelar koki di kota bisa ku dapatkan juga, gumamku senang.
"Tentu saja, makanya mumpung ini masih pagi, ayo kita cepat ke pasar membeli bahan makanan dan mempraktekan beberapa resep sebentar" Ajaknya kepadaku.
Masih pagi, di mana langitnya begitu cerah, serta udara yang segar, membuat aktifitas yang dilakukan menjadi penuh semangat. Kami pun keluar rumah setelah selesai mandi dan membereskan tempat tidur kami.
Berjalan dengan santai ke sebuah pasar, daging, serta sayuran dihamparkan dengan harga-harga yang sudah di tentukan. Kami tiba di pasar, dengan pakaian yang sederhana layaknya seorang pembeli pada umumnya, menghampiri pedagang dan membeli bahan makanan.
"Verona, kamu beli bahan-bahan yang kamu mau, aku kesana sebentar, nanti kita bertemu lagi" Melvadora menunjuk sebuah tempat yang ingin dia kunjungi.
"Ya Melva, pergi saja nanti aku akan menyusul mu" Kataku menjawabnya.
Aku berkeliling sebentar, ku dapati banyak macam keperluan yang bisa di belanjakan, tidak jarang penjual menjual dengan harga yang saling bersaing, membuat diriku harus benar-benar bisa untuk memilih mana yang berkualitas.
Akhirnya setelah beberapa menit aku berjalan, ku dapati sebuah toko sederhana, sebuah bambu yang terlihat tegak di kedua sisi dan persediaan yang siap di jual berada pada sebuah meja di bawah tenda, penjualnya tampak ramah, ku dapati beberapa bahan makanan yang tampak segar dan berkualitas.
Seorang wanita datang dari arah berlawanan, menatapku tajam seperti seseorang yang ingin menerkam mangsanya pikirku, firasatku tidak begitu bagus tehadap wanita ini, tapi ah masa bodo pikirku, aku tidak mengganggunya.
"Pak, tomat ini aku ambil" Tanpa menawar harga aku membeli tomat yang aku inginkan.
"Berapa harga tomat ini" Wanita dengan baju pelayan mengambil tomat yang aku ingin beli.
Aku hanya bergumam, ah biarlah itu hanya sebuah tomat, masih ada banyak dan aku bisa membeli yang lain.
"Aku beli semua tomat ini pak" Dia mengambil keranjang dan memasukkan semua ke dalam nya.
Astaga pikirku, ada apa dengan orang ini, aku tidak terlalu memperdulikan hal itu awalnya, pikirku masih ada banyak bahan makanan lain, dan masih banyak toko yang berjualan, aku meninggalkannya di toko itu sambil berjalan ke arah toko lainnya yang menjual bahan-bahan yang serupa.
Wanita itu mengikuti ku dari belakang dan membeli semua bahan makanan yang aku inginkan, lagi, lagi dan lagi.
"Tidak beres wanita ini" Gumamku.
Hingga tiba di sebuah toko yang menjual ikan yang aku sukai, terasa sangat berselera dan nafsu makan ku bertambah ketika melihat ikan tersebut, membuatku ingin membelinya, kali ini dia pun sudah bersiap untuk melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
Aku langsung menangkapnya dan memasukkan ikan tersebut ke kantong plastik, melihat aku yang mengambil ikan dan memasukkan ke dalam kantong plastik, wanita yang selalu mengikutiku langsung menyambar ikan tersebut, aku yang memegang ikan tersebut dengan kuat dan tidak ingin melepaskannya.
"Lepaskan ikan ini, kamu pergi dari pasar ini, melihatmu di sini membuatku kehilangan pandanganku, baumu juga amis, membuat pasar ini jadi tidak bersih" Dia berusaha mengambil kantong plastik yang aku pegang.
"Kamu sudah mengambil semua yang ingin aku beli, aku hanya ingin ikan ini untuk ku masak" Kataku membela diriku yang menginginkan ikan yang sudah ku kemas.
"Kamu fikir orang-orang suka dengan keberadaanmu?" Katanya ketus.
Dia pun mendorongku hingga aku terjatuh, sebelum jatuh aku di tampar dengan keras, terasa sakit dan pipiku jadi terasa terbakar karena tamparan itu.
Terjatuh di tanah dan di tatapi dengan sebuah pandangan yang sinis, ya ampun perasaan apa ini, terasa sakit dan menusuk di hati ku, sesuatu yang tidak ingin aku terima di perlakukan seperti ini.
"Lihat dia hanya membuat pasar kita menjadi tidak bersih karena kedatangannya, apa dia mau membuat orang-orang tertular penyakitnya" Provokasi wanita itu.
Membuat orang-orang yang tadinya biasa saja kepadaku menjadi marah dan geram, melempariku dengan benda-benda yang mereka pegang, baik benda lunak maupun benda keras, sampai-sampai tidak terasa dahiku berdarah setelah dilempari buah-buahan yang begitu keras.
Hingga saat seseorang yang memegang gelas beling dan melemparnya ke arahku, sebuah lemparan yang mengarah ke kepalaku, aku pun pasrah menerima akan hal itu.
"Apa kamu masih bisa bangun?" Tanya seorang pria yang menangkap gelas beling yang hampir mengenai kepalaku.
Mata kami saling bertatapan, ku lihat kedalam matanya terpancar ketulusan, wajahnya bercahaya di bawah sinar mentari, hatiku berdetak kencang, astaga perasaan apa ini.
"Jangan menangis, air matamu tidak perlu kamu keluarkan untuk orang-orang seperti mereka" Tatapnya sambil tersenyum ke arahku.
Aku membalas senyumannya sambil menatapnya, dia pun menggendongku, aku yang terasa lemah, memeluk lehernya, ku rasakan kehangatan dalam pelukannya, ku rasakan sebuah kenyamanan yang selama ini ku cari, apa ini diriku yang masih berfikir.