Beberapa orang dari luar kerajaan menghadiri jamuan yang di berikan raja, menjadi murid dari kerajaan merupakan sebuah kehormatan besar, hanya sedikit yang bisa masuk dan diterima menjadi murid resmi.
Seperti aku dan Melva yang di mendapat kan undangan untuk menerima sekolah memasak secara gratis, serta beberapa orang lain nya yang mengikuti sekolah memasak, bagi mereka yang tidak mendapatkan sekolah gratis, mereka akan membayar ke kerajaan baik berupa pajak, maupun menjadi koki kerajaan, keistimewaan bila menjadi koki kerajaan ialah mereka bisa mendapat kan jenjang pekerjaan, dan juga penghasilan yang sudah pasti dari kerajaan hanya di potong beberapa persen saja untuk biaya sekolah yang sudah pernah mereka tempuh.
"Selamat datang para murid terbaik di negeri Liovor" Sang raja berdiri dan memberikan ucapannya membuka sebuah pidato.
"Kalian datang dari seluruh pelosok negeri, membawa kehormatan keluarga dan juga kerajaan kita, kalian menjadi prajurit yang gagah berani di medan perang, atau menjadi seorang koki yang menyiapkan makanan, atau menjadi ahli di bidang pengobatan, jadilah yang terbaik, belajar lah sebaik mungkin dan jadilah seseorang yang berguna bagi negeri ini" Dengan suara yang lantang sang raja membakar semangat seisi kerajaan.
Seisi ruangan bertepuk tangan atas pidato yang di ucapkan sang raja, kemudian makan siang pun di gelar, semua orang yang menjadi bagian dari tamu undangan di persilahkan untuk duduk serta menyantap makanan yang sudah di hidang kan, kami semua akan memulai sekolah minggu depan.
Dengan berbekal keahlian yang sudah ku pelajari bersama Melva, di tambah nanti dengan tekhnik-tekhnik memasak dari kerajaan, akan sangat mudah kedepannya untuk diri ku bisa mengerti arti dan pentingnya sebuah makanan, penyajian dan juga rasa yang di padukan, merupakan tekhnik dan pengolahan yang mengagumkan.
"Wah makanannya di buat dengan bahan-bahan yang langka" Melva terpesona dengan penyajian makanan di atas meja.
"Aroma dan juga rasanya juga enak" Aku yang mencicip lalu mulai menyantap makanan yang sudah di sajikan.
"Iya kita harus bisa membuat makanan-makanan dengan rasa serta penyajian seperti ini Verona" Katanya sambil menyantap makanan yang sudah di sediakan.
Terlihat semua orang menyantapnya dengan lahap, benar-benar makan besar bersama dengan banyak orang pertama yang aku lakukan, namun kesenangan tidak berlangsung lama.
"Bau apa ini? Amis sekali," Seorang wanita berambut kuning dan berpakaian panjang berwarna merah muda mengatakan sebuah kata yang membuat seisi ruangan heboh.
"Iya benar-benar amis" tambah seseorang yang ada di sebelahnya suasana ruangan benar-benar berubah menjadi sangat kacau.
"Tenang semuanya, raja sedang makan bersama kita, harap tenang" Pelayan raja mencoba menenangkan.
"Bagaimana bisa tenang, bau amis mengisi semua ruangan ini" Seorang laki-laki yang kembali memprovokasi sambil menaruh sendok dan garpunya lalu berdiri.
"Duduklah semuanya" Tegas sang raja.
Semua pun duduk di tempatnya masing-masing, menutup hidung mereka dengan tangan mereka, dan melihat dengan pandangan yang sinis kepadaku.
"Lihat itu badannya penuh dengan penyakit kulit" Sebuah kata yang kembali terlontar.
"Iya ih bagaimana mungkin dia akan menjadi koki sedangkan badannya kotor, bisa-bisa membuat seluruh makanan kita tidak sehat nanti" Satu persatu kata-kata provokasi keluar dari mulut mereka.
"Dia masih bisa menggunakan penutup bila sedang memasak" Melva membelaku dan menantang seisi ruangan.
"Verona Laquiny, dengan berat hati, kami tidak bisa menerima anda di sini, silahkan tinggalkan ruangan ini" Raja yang mengusir diriku dari ruangan.
Air mataku menetes saat mendengar kata-kata dari orang yang aku kagumi, tidak kusangka akan menjadi seperti itu, dan aku sendiri masih benar-benar tidak paham dengan kebijakan sebuah kerajaan, aku yang kecewa dengan segera menyeka air mataku, dan berdiri, melangkah ke pintu keluar.
Pandanganku mulai buram karena air mata yang mulai berkumpul di mataku dan akan menetes, langkahku tidak beraturan, begitu terasa menusuk dan membuatku ingin pergi.
"Verona tunggu" Melva berdiri dan mengikutiku.
Di depan pintu, seorang pria baru saja datang, dengan pakaian rapih dan bersih, serta parfum yang wangi, sepatunya pun bersih, seketika tangis ku reda, terkejut aku menabraknya.
"Anda tidak apa-apa nona?" Tanya dia dengan badan sedikit menunduk untuk membantuku berdiri.
"Ada keributan apa ini raja Xamzul ?" Ucap pria yang kutabrak penasaran dan bertanya kepada raja Xamzul.
"Oh rupanya anda tuan Belbatom, dia ingin menjadi seorang koki tetapi menjaga kebersihan dirinya saja dia tidak bisa, bagaimana nanti jika makanan yang dihidangkan terkena kotoran dari penyakitnya?" Terang raja Xamzul dengan tegas.
"Apakah seperti ini sikap seorang raja? Bukan kah masih bisa diselesaikan dengan lebih bijak untuk mencari jalan keluar?" Tanya Belbatom yang berani mengutarakan suaranya.
"Itulah jalan keluar yang sudah di putuskan" Ucap sang raja yang tidak ingin menarik keputusan dari kata-katanya.
Aku pun keluar setelah mendengar percakapan mereka, tidak ingin terlalu berlama-lama dalam menyikapi hal tersebut, karena bagiku mendengar perkataan sang raja mungkin itu lah yang sebenarnya, kadang kenyataan memang menyakitkan, impian untuk membuat orang-orang menyukai diriku hanyalah sebuah angan-angan.
Membuat semua orang menjadi teman atau membuat mereka menyukaiku apa adanya, itu hanyalah sebuah angan-angan anak kecil pikirku. Karena seseorang bersama dengan kita disebabkan kita memiliki sesuatu, dan oleh sebab itu aku yang lebih besar kekurangan di banding kelebihan diriku, mana mungkin bisa berada di tempat umum bersama dengan orang-orang.
Kulangkahkan kakiku, keluar gerbang istana, Melva mengikuti diriku dan kami bercakap-cakap selama berjalan.
"Tenang saja, kamu tidak perlu punya banyak teman disampingmu, kamu hanya perlu satu orang yang mengerti dirimu" Kata Melva yang berjalan di sebelah diriku.
"Terima kasih selalu menemaniku Melva" Jawabku sambil menyeka air mata.
"Hei tunggu sebentar . ." Teriak seorang pria dari belakang.
"Itu pria yang tadi kamu tabrak, mungkin dia ingin berbincang-bincang, aku pulang duluan ya Verona" Melva yang melangkahkan kakinya ke depan dan menengok ke arahku.
"Eh temani aku Melva" Kataku sambil mengangkat setengah tangan mencoba meraih tangannya, namun dia hanya tersenyum dan malah mengedipkan mata.
"Jalanmu cepat sekali" Ucap Belbatom yang mengejarku dan masih bisa menemukan diriku.
"Aku bahkan tidak sadar bila secepat yang kamu kira" Senyumku kepadanya.
"Belbatom Ansorus" Tangannya menjabatku bibirnya tersenyum matanya memandangku.
"Verona Laquiny" Sudah berapa kali aku berkenalan hari ini fikirku.
"Nama yang indah" Lanjutnya yang membuatku terpesona.
"Namamu pun bagus" Kataku melanjutkan.
"Oh ya? Terima kasih kalau begitu" Katanya tersenyum.
"Tersenyumlah, dengan begitu kamu bisa menutupi kesedihan yang kamu rasakan" Lanjutnya menghibur diriku.
Aku pun tersenyum kepadanya, dia berjalan bersama denganku dan membawaku ke sebuah tempat, di mana kami berjalan dengan perlahan.