Chereads / Cakrawala Asmaradanta / Chapter 34 - Chapter 34: Mari Berteman?

Chapter 34 - Chapter 34: Mari Berteman?

Ivory menjatuhkan sebuah apel yang tengah dipegangnya.

Gadis itu nyaris tersedak ludahnya sendiri saat mendengar penuturan dari pria berseragam di depannya. Ia memastikan jika telinganya tidak salah dengar. Ia yakin betul jika telinganya berfungsi dengan baik.

"Kau Pemimpin Guardian?" tanyanya agak histeris.

Cakara mengangguk ringan. "Bukannya kau sudah tahu?" balasnya enteng.

Ivory menampar pahanya keras-keras.

"Hei, kenapa pahamu dipukul?" cegah Cakara saat Ivory hendak memukul lagi paha sebelah kanannya.

Gadis itu membelalak lebar. Seluruh tubuhnya merinding saat tangan Pemimpin Guardian itu berada di atas pahanya. Ia buru-buru mundur dan tubuhnya menabrak sudut meja.

"Kelana, kau tak apa? Kau kenapa?"

Ivory terlihat seperti akan muntah.

"Aku pasti sudah gila." Hanya itu yang terucap dari bibirnya.

Pemuda Park menggeleng pelan. "Tidak. Kau waras. Hanya saja kau terlihat begitu kaget," sahutnya. "Ada apa, Kelana?"

"Aku telah bicara kurang ajar dengan Pemimpin Guardian. Aku sudah berani-beraninya tidur di atas kasur Pemimpin Guardian. Aku lancang, Tuan," cicit Ivory. Matanya mulai basah. Ia terlihat akan menangis. "Tolong jangan bunuh aku," tambahnya.

Cakara mengerutkan keningnya dalam-dalam.

Ia pikir Ivory telah mengetahui identitasnya. Nyatanya gadis itu belum tahu jika dirinya adalah pemimpin dari sosok yang ditakuti oleh hampir sebagian besar Kaum Sekunder di Amerta. Pantas saja gadis itu terlihat begitu tercengang.

Tak ingin semakin membuat Ivory takut, Cakara buru-buru menggeleng menenangkan.

"Siapa yang mau membunuhmu? Tak ada, Kelana. Apa pernah aku menakuti atau menyakitimu?"

Ivory menggeleng lamat-lamat.

"Guardian lain mungkin menakutimu, tapi kau tak perlu takut denganku. Aku tak akan membuatmu dalam bahaya selama kau tidak melanggar aturan."

"Tapi aku baru saja melakukannya semalam," ucap Ivory nyaris tanpa suara.

Ah, benar juga.

Cakara berdehem kikuk. "Well, itu pengecualian. Lagi pula kau belum tahu tentang sweeping." Ia menarik tangan Ivory sebelum menuntun gadis itu untuk duduk di atas kursi. "Intinya, aku tak akan menyakitimu. Kau bisa memegang ucapanku."

Ivory memandang Cakara tanpa berkedip. Gadis itu masih kaget, namun bola matanya sudah tak terlihat selebar sebelumnya. Tangannya mulai rileks, dan ia mulai bisa bernapas normal.

"Benar kau tak akan memenjarakanku?" tanyanya pada akhirnya.

"Benar," jawab Cakara. "Sudah ku bilang, Guardian artinya Pelindung. Sudah sewajarnya aku melindungi rakyat, bukan?"

Sedikit lebih mudah bagi Ivory untuk menganggukkan kepalanya kali ini. Ia bisa melihat ketulusan dari mata Cakara. Pria itu terlihat bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Terlebih, jujur saja, ia juga merasa nyaman berada di dekat Pemimpin Guardian itu bahkan sebelum ia tahu status jabatan dari pria tersebut. Ia merasa Cakara terlihat seperti seseorang yang bisa dijadikan kawan bukannya lawan.

"Kau benar," jawab Ivory dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya. "Terima kasih sudah menolongku, Tuan Guardian."

"Tuan Guardian lagi." Cakara tertawa walau merasa sedikit putus asa dalam meminta Ivory untuk memanggil namanya. Pemuda itu meletakkan dua buah piring dengan isian beraroma sedap di hadapan tamunya. "Kalau begitu, panggil saja Cakara jika sedangtak ada Guardian lain yang mendengarnya."

Ivory mengangguk lambat-lambat. Usulan yang satu itu terdengar lebih baik dari pada jika harus memanggilnya dengan nama depannya saja. Setidaknya akan terdengar lebih sopan. "Baik lah," jawabnya pelan.

"Jangan sungkan untuk berbicara santai denganku, oke?"

"Bagaimana bisa—"

"Oke, bicara santai saat kita sedang berdua saja, kalau kau keberatan," potong Cakara.

Ivory mengangkat sebelah alisnya. "Memangnya kita akan berduaan lagi?" tanyanya.

Cakara terdiam.

Merasa pertanyaannya ambigu, Ivory buru-buru meralatnya. "Maksudnya, hal ini mungkin terjadi sekali seumur hidupku. Kita tidak mungkin hanya berdua saja ke depannya. Bahkan kita akan jarang bertemu," terangnya.

"Siapa tahu begitu." Pemuda Park mengangkat kedua bahunya mencoba terlihat acuh tak acuh. "Siapa tahu kau butuh teman ngobrol, kau bisa datang padaku."

Gadis yang kerap kaget dengan perbuatan dan perkataan sosok di depannya itu hanya menganga.

"Kau itu Pemimpin Guardian. Mana bisa aku datang padamu seenaknya?"

Cakara melemparkan seulas senyum simpul. "Aku memang Pemimpin Guardian, tapi aku bisa jadi temanmu. Teman curhat, teman main, teman makan. Apa pun itu."

Sekali lagi, Ivory nyaris tak percaya dengan indera pendengarannya.

"Aku benar-benar tak menyangka Pemimpin Guardian justru orang ramah sepertimu."

Cakara Park tertawa lepas kali ini.

Baru kali ini ia menawarkan diri untuk menjadi teman warga sipil. Seorang Kaum Sekunder pula. Tak heran jika respon orang tersebut pasti tak percaya. Jika ia seorang Kaum Sekunder pun ia pasti akan mengira jika dirinya hanya berhalusinasi semata.

"Bagaimana, kita berteman? Deal?"

Satu langkah bisa menjadi langkah awal yang berarti baginya.

Itu yang ada di pikiran Cakara.

"Janji tidak menangkapku?"

"Janji. Astaga."

Cakara tak tahan lagi. Ia langsung mengusap surai halus yang sedikit berantakan dari sosok yang baru terbangun di depannya itu. Ia mengacak-acak sebentar rambut itu sebelum tersenyum manis pada Ivory Kelana yang lagi-lagi tercengang melihat perbuatannya.

"Aku akan berusaha melindungimu. Itu yang dilakukan teman, 'kan?"

Butuh hampir semenit penuh sebelum Ivory mengangguk perlahan.

"Oke deal."

Satu anggukan itu membuat Cakara tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Ivory menjabat tangan Cakara tanpa keraguan lagi. Batin Pemuda Park bersorak sorai karena berhasil membuat gadis yang menarik perhatiannya menjadi lebih percaya padanya. Ia yakin langkah awal untuk berteman dengan Ivory bisa membawa satu hal baik baginya.

Pria itu menyerahkan makanan yang telah ia siapkan kepada sosok "teman" barunya.

"Makan, ya. Makan juga buah apel ini. Habiskan jusnya dan akan ku antar pulang ke rumah pasanganmu. Ia mungkin khawatir melihat kau tak pulang semalam."

Gadis manis itu sontak saja berdecak mendengar ucapan Cakara. Membayangkan Aaron akan khawatir padanya hanya lah sebuah omong kosong belaka. Mana mau ia repot-repot memikirkan Ivory jika Joynya saja sudah lebih dari cukup?

"Tak akan. Dia sedang sibuk dengan kekasihnya," ucap Ivory muram. Gadis itu mulai mengunyah ikan pedas dengan lahap dan memasukkan kentang rebus dengan ganas ke dalam mulutnya. Ia mengabaikan panas yang nyaris membakar mulutnya.

Cakara bergabung dengan Ivory. Ia mengulurkan pisau kecil pada Ivory untuk mengupas kulit apel. Pemuda itu meminum Americano kesukaannya dan duduk di sebelah Ivory. Ia mencoba memancing lawan bicaranya agar mau bercerita. "Pasanganmu itu sedang pergi dengan kekasihnya?" tanyanya.

"Aku suka makan apel dengan kulitnya, Cakara. Terima kasih." Ivory tersenyum kaku karena masih terasa aneh kala ia menyebut sosok di hadapannya ini dengan nama depannya. "Ya begitul ah. Mereka sepertinya bersenang-senang atau merencanakan pernikahannya."

"Mereka akan menikah?"

"Setelah Copulation usai, iya. Mereka juga serasi jika dilihat-lihat." Ia menggigit apel dengan beringas. Mengunyah dengan penuh energi. "Dasar love bird," umpat Ivory lirih.

Cakara mengambil kembali pisau yang tadi diulurkannya dan mulai mengupas kulit apel. "Kau tak mencintainya, bukan?"

Gadis bergen F itu memperlambat kunyahannya. Selera makannya menghilang lagi ketika pertanyaan membingungkan itu terlontar untuknya. Sesuatu yang konyol untuk sekedar dipikirkan, karena ia sudah tahu pasti aturan main yang ditetapkan.

"Aku tak berhak mencintainya."