Chereads / Cakrawala Asmaradanta / Chapter 32 - Chapter 32: Kabur Menyelamatkan Diri

Chapter 32 - Chapter 32: Kabur Menyelamatkan Diri

"Belum saatnya."

"Kau 'kan Guardian! Apa kau akan menahanku?" tanya Ivory panik. Ia melepaskan tangannya yang sedari tadi masih digenggam oleh pemuda Park. "Astaga, bodohnya aku."

Cakara sedikit tersenyum mendengar nada panik dari gadis di hadapannya. "Kalau aku memang akan menangkapmu, sudah sejak lima menit yang lalu aku membawamu."

Pemuda Park itu beralih membuang mangkuk ramennya yang telah kosong beserta dengan tusuk sosis yang isinya sudah disikat habis. Ia melirik ke arah Ivory sejenak dan tersenyum simpul.

"Kau mau ramen apa?"

"Eung?"

"Ramen," ulangnya seraya mengambil sebuah ramen rasa seafood dan menunjukkannya tepat di hadapan wajah yang lebih muda. "Kau bilang ingin makan ramen. Mau yang apa? Cepat bilang dan makan saja di tempatku."

"Rumahmu?" tanya Ivory nyaris berteriak sebelum dihadiahi dengan pelototan mata dari Cakara.

"Jangan keras-keras atau orang lain bisa dengar."

"Aku tak mau ke rumahmu! Kau gila?"

"Bukan rumahku, tapi tempatku. Kau tak dengar penjelasanku barusan? Makan di sini sama saja seperti menyetorkan nyawamu." Ia mengambil beberapa jenis ramen dengan berbagai ukuran. "Pedas?"

"Ekstra pedas," jawab Ivory.

Masih bingung dengan apa yang terjadi, ia bergerak mengikuti Cakara ke arah rak sosis dan kepiting manis.

"Kau suka sosis? Kepiting? Ekstra keju? Ham?"

"Sosis saja, please." Ivory menarik lengan Cakara yang membawa banyak bawaan sebelum membungkuk meminta maaf. "Maafkan aku Tuan Guardian, tapi aku tak mau masuk ke sarang harimau. Tidak. Terima kasih."

Mengabaikan komentar Ivory, Cakara berjalan ke arah kasir dan mengulurkan kartunya. Petugas kasir yang setengah tertidur itu tersentak bangun ketika mengetahui jika pembelinya adalah pemimpin Guardian yang patut dihormati.

"A ... Ap ... Apa lagi, Tuan?"

"Ini saja," jawab Cakara singkat. Pemuda itu mengambil kartu dari tangan petugas kasir yang bergetar hebat, Cakara mengangguk singkat dan keluar dari mini market tersebut diikuti dengan Ivory yang berjalan dengan terseok.

"Bagaimana bisa ia baru tahu jika kau sedari tadi makan di dalam? Bukan kah harusnya ia mengenalimu sejak awal kau masuk?"

Cakara menyerahkan sekantung penuh makanan yang diidamkan Ivory. Ia memandang ke sekitar dengan pandangan awas, sebelum berujar membalas pertanyaan gadis manis itu.

"Aku masuk dengan menggunakan masker. Lupa mengenakannya lagi tadi." Ia mengambil topi yang disematkan di antara celah ikat pinggangnya dan mengenakannya dengan buru-buru. "Makan lah di rumah kalau kau tak mau ke tempatku dan pastikan—"

"Kau, Urla, dan Harry periksa lah di sekitar blok satu hingga delapan. Bawa 6 Guardian pengganti dan aktifkan..."

Cakara mendengar suara melalui penyuara yang terpasang di telinga kanannya.

"Sial," umpat Cakara. "Mereka tak jauh dari sini."

"Kau serius?" tanya Ivory kaget. Ia menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati sebuah siluet orang yang berjalan ke arahnya dengan langkah cepat. Panik dan takut, ia menatap ke arah Cakara.

Berbeda dengan yang ditatap, pemuda itu sontak menarik pergelangan tangan Ivory dan memasksanya berlari mengikuti arah kaki pemimpin Guardian itu.

"Kita mau kemana?" Ivory bertanya dengan terengah sementara kecepatan berlari pemuda yang lebih tua meningkat. Secara otomatis Ivory pun berlari lebih cepat. Mengabaikan rasa sakit di kewanitaannya dan pacuan jantungnya yang menggila.

"Ke tempat persembunyianku. Kau sembunyi di sana dulu."

***

Aaron menarik napas sembari menyentuh lembut rambut kekasihnya yang tertidur di pahanya.

Sedari tadi Joy meletakkan kepalanya di atas paha Aaron dan menyenandungkan lagu-lagu asing yang tak diketahui prianya. Ia tak henti meminta lelakinya itu untuk mengusap lembut surainya sementara dirinya sendiri nyaris tertidur di malam tanpa bintang itu.

Malam ini turun salju. Tidak lebat, namun tetap saja membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Itu sebabnya pasangan itu lebih memilih untuk bergelung di depan perapian rumah si wanita sejak dua jam yang lalu. Berbagi kehangatan dengan sentuhan dan pelukan, kendati salah satu dari mereka merasa sedikit tak tenang.

Berulang kali Aaron melirik ke arah pintu kamar kekasihnya. Sesekali amber eyes-nya akan beradu dengan mata blue saphire si cantik yang tak henti berbinar. Joy merasa bahagia, namun Aaron sedikit merana. Entah mengapa menghabiskan waktu berjam-jam dengan si gadis tak juga mengenyahkan rasa tak enak di hatinya. Firasatnya buruk, dan yang lebih buruk kekasihnya menahannya untuk tak pulang hingga esok hari.

Aaron menghentikan sentuhan di mahkota Joy. Ia memandang menerawang ke arah jendela kamar yang menampilkan butiran salju. Di detik berikutnya, ia menghela napas.

"Joy, ku rasa aku harus pulang."

Si gadis yang diajak bicara berhenti menyenandungkan lagu kesukaannya. Ia bangkit dari tidurnya dan menatap wajah kekasihnya yang terlihat tak nyaman. Mendadak ia jadi kesal.

"Kau sudah janji mau menginap malam ini," rengeknya. Gadis itu lalu menarik lengan sang kekasih dan bergelayut manja di sana. "Aku 'kan rindu denganmu, Sayang."

Aaron Magnifico tertawa canggung dan sedikit melepaskan cengkeraman tangan Joy. "Aku umm ... sebenarnya 'kan tak berjanji akan tinggal malam ini. Aku hanya menuruti keinginanmu untuk menghabiskan waktu bersama beberapa jam ini. Kurasa sudah cukup, bukan?"

Gadis berparas ayu itu bangkit dari duduknya. Ia menekuk wajah rupawannya dan berkacak pinggang. Khas sekali jika sedang marah atau merajuk pada kekasihnya. "Bilang saja kau tak bisa meninggalkan pasanganmu itu. Kau khawatir dengannya, 'kan? Atau rindu padanya? Atau kau sudah tak mencintaiku lagi?" tuduhnya. Raut wajahnya berubah 180 derajat dari semula. "Kau lebih memilih gadis aneh itu dibanding aku?"

Sang kekasih seketika bangun saat kekasihnya berujar seperti itu. Ia menarik tangan wanita yang masih bersarang di hidupya dan mencoba mengambil hatinya lagi.

"Joy, bukan begitu maksudku," ujarnya canggung. "Bagaimana mungkin aku tak mencintaimu. Jangan konyol. Hanya saja ... aku masih berada dalam acara Copulation. Aku khawatir kalau-kalau ada pengecekan mendadak atau sejenisnya dan aku tak ada di rumah. Mereka mungkin akan berpikir yang tidak-tidak tentangku."

"Tapi aku tak mau kau pulang." Joy menggenggam jemari hangat lelaki dengan nama belakang Magnifico itu dan melemparkan tatapan memelas. Berharap caranya itu sukses meluluhkan hati seorang Aaron Magnifico seperti biasa. "Setidaknya tinggal lah malam ini. Aku 'kan jarang bertemu denganmu."

Aaron menghela napas. Ia mengangkat kedua tangannya pasrah dan tersenyum kecut ke arah wanitanya. Sekali lagi kalah akan pesona magis gadis yang dikencaninya itu. "Baikl ah aku menyerah. Aku akan pulang besok pagi buta."

"Yeay! Kau yang terbaik, Sayang!" Mengalungkan tangan di leher pujaan hatinya, Joy memekik kegirangan. "Kalau begitu..."

"Hmm?"

Tersenyum licik namun penuh kemenangan, ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Aaron. Joy menyeringai lagi dan berbisik tepat di hadapan bibir tipis itu.

"Ayo bercinta," ajaknya.

Akan kah pemuda normal seperti Aaron menolaknya?