"Kemari lah."
Aaron mengundang Ivory untuk memasuki kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya. Pria itu telah mempersiapkan bathtubyang diisi dengan air yang menguarkan aroma lavender menenangkan. Body shower terbaik yang ia punya untuk membersihkan tubuh pasangannya.
Di hadapannya, berjalan dengan langkah ragu, sosok Ivory Kelana yang membawa sebuah handuk dengan kaki gemetar. Gadismanis itu berdiri di tepian bathtub sembari memandang sosok pasangannya yang sedang mengecek tingkat kehangatan air yang akan mereka gunakan untuk berendam.
Aaron masih hanya mengenakan celana piama seperti semula. Ivory masih berpendapat bahwa dari arah belakang tubuh tegap pasangannya itu terlihat menakjubkan. Bahunya yang lebar dengan kulit putih kecokelatan yang sedikit berkeringat terlihat begitu menggoda. Belum lagi aura mendominasi pria itu yang terpancar dari setiap gerak-gerik dan arahan yang keluar dari mulutnya.
Siapa yang tak tahan dengan pesona pemuda Magnifico ini?
Pastinya bukan Ivory.
"Apa itu di tanganmu?"
Gadis yang terlihat gugup itu melirik benda yang sedari tadi digenggamnya.
"Ha … handuk," gagapnya.
Aaron terkekeh pelan mendengar suara Ivory yang terlihat begitu terintimidasi dan beralih mengambil lembaran halus dari tangan gadisnya. Aaron meletakkan handuk itu di tiang gantungan. Ia menarik tubuh pasangannya agar lebih mendekatinya.
"Lepaskan bajumu," pintanya halus.
Ivory masih diam membatu. Hanya matanya yang bergerak liar menatap kemana pun selain ke arah Aaron. Ia tak tahan dipandang seintim Aaron memandangnya. Jujur saja, hanya dengan tatapan mata nyatanya dalam meluluhlantahkan kesadaran Ivory dalam sekali hempas.
"Mau ku lepaskan?"
"Jangan," cegahnya langsung. Ia menelan ludahnya dengan susah payah. "Aku lepas sendiri saja."
Aaron mengangguk dua kali atas jawaban pasangan Copulation-nya itu. Ia mundur selangkah dan menyilangkan kedua tangan di dadanya. Mengamati pergerakan ragu-ragu Si Manis Ivory.
Satu per satu pakaian yang melekat di badan Ivory ia tanggalkan. Mulai dari kaus oblong milik Aaron yang ia kenakan, turun ke celana pendek hitam yang juga bukan miliknya, lalu yang terakhir celana dalam putih miliknya. Hingga akhirnya ia kembali tak berbalut. Telanjang penuh untuk kedua kalinya di hadapan Aaron Magnifico.
Ivory mengeratkan giginya kuat-kuat untuk menahan rasa malu yang membuat jantungnya nyaris meledak. Netranya memandang satu titik di sudut kamar mandi. Ia tak berani mendongak karena dirinya malu setengah mati melihat Aaron yang menatapnya tanpa berkedip.
Ivory merasakan tangannya ditarik lembut oleh pemuda tampan itu. Ia mendapati Aaron telah tak berbusana juga seperti dirinya. Pria itu tersenyum tenang dan menarik Ivory untuk masuk ke dalam bathtub.
Aaron duduk di belakangnya, sementara ia diarahkan untuk duduk di depannya. Aaron menarik tubuh kurus Ivory agar mau menyender di dada bidangnya. Setelahnya, mereka berdua mulai menyamankan posisi masing-masing.
"Aww ... Ssh ..."
"Sakit kah?"
"Umm ... Perih ... Sedikit."
"Luruskan kakimu dan coba untuk rileks."
Napas Ivory tercekat kala bagian tubuh belakangnya bersentuhan dengan milik Si Pria. Ia merasakan sebuah kecupan mendarat di bahunya yang berubah warna menjadi sedikit keunguan akibat perbuatan penuh nafsu Aaron. Ia membiarkan Aaron mencumbunya lagi dari belakang.
"Nyaman?"
'Tidak. Sungguh. Bagaimana bisa terasa nyaman jika tubuh kita sedekat ini? Jantungku, ku mohon tenanglah. Aku bisa mati muda jika seperti ini caranya,' Ivory membatin sendiri.
"Nyaman," bisiknya penuh dusta. Sangat tak sesuai dengan isi hatinya.
Tangan Aaron terulur dan mengambil shower puff di sisi kiri tubuh mereka. Ia menuangkan sabun dan sedikit membasahinya dengan air. Setelah dirasa cukup, ia mengecup cuping telinga Ivory dan berbisik lirih di telinga itu.
"Angkat tubuhmu sedikit dan lebarkan lagi kedua kakimu," titahnya.
"Untuk apa?" tanya Ivory gugup.
"Membersihkanmu, Ivy. Aku ingin merawatmu."
'Membersihkan ... ituku? Apakah semua orang yang bercinta seperti ini? Kenapa pula ia harus membersihkanku? Aku tak keberatan membersihkannya sendiri,' Batin Ivory berkecamuk seketika.
"Ivy ... Angkat sedikit."
Dan Ivory menurutinya. Sekali lagi, ia mengabaikan isi hatinya dan lebih memilih mengikuti suara Aaron. Menuruti apa pun yang diminta oleh pasangannya. Ia mengangkat tubuhnya perlahan, dan detik itu juga Aaron mengusapkan shower puff ke area intimnya dengan lembut.
"Aww ... Pelan-pelan, Aaron."
"Terlalu sakit kah?" tanya Aaron kaget. Ia bahkan sempat mengangkat tangannya kala melihat pasangannya mengernyit kesakitan. Sedikit tak enak hati karena ulahnya lah Ivory merasakan rasa tak nyaman itu.
"Tak apa, hanya ... Uhh ..."
"Aku tahu," potong Aaron. Menarik lagi tubuh mungil Ivory yang sempat terlonjak agar kembali seperti semula. "Aku akan pelan."
Aaron tak membual. Dengan penuh kehati-hatian pemuda itu mengusap tepian kewanitaan Ivory yang terluka dengan sesekali mengecup pundaknya perlahan. Ia membersihkan bagian intim pasangannya dengan gerakan searah jarum jam. Sesekali pergerakannya akan terhenti kala Ivory meringis kesakitan. Ia lalu akan melanjutkannya lagi dengan imbuhan kecupan-kecupan kecil di dagu dan leher gadis manisnya.
Tak terhitung sudah berapa banyak Ivory menggigit bibir. Walau pun terasa luar biasa perih, namun rasanya juga terlampau nyaman. Usapan itu begitu menenangkan. Ivory merasa jika ia tak hanya menjadi 'mesin pembuat bayi' dalam permainan ini, tapi untuk sejenak juga menjadi pasangan seorang Aaron Magnifico.
Gadis dengan nama belakang Kelana itu semakin kuat menggigit bibir bagian dalamnya demi menahan desahan. Bagaimana bisa ia tak ingin mendesah di mana saat itu pula Aaron tanpa sengaja menggesekkan miliknya yang mulai mengeras. Ivory bahkan sampai memejamkan matanya kala belah tangan kanan prianya terselip di antara pahanya dan menangkup organ kewanitaannyayang berkedut.
Pertahanannya perlahan runtuh saat sebuah desahan kecil terlepas dari bibir Ivory. Ia kelepasan mendesah saat merasakan telapak lebar Aaron mulai meremas dan memainkan kewanitaannya yang mengeluarkan cairan. Cairan miliknya yang kini mulai tercampur dengan air dalam bathtub. Berpadu menjadi sebuah aroma baru yang memabukkan. Membuat Aaron semakin giat memanjakan Ivory dan memberikan ciuman kupu-kupu di tengkuk polos itu.
"Aaron," bisik Ivory seduktif.
"Masih sakit, Sayang?"
Ivory mengangguk dan menggeleng. Ia kesulitan menjawab dengan tepat kala satu jemari Aaron dirasa mulai menembus memasuki tubuhnya lagi. Ivory hanya mampu memejamkan matanya kuat-kuat sambil menahan diri agar tidak terlalu keras mendesah.
Jawaban ambigu yang keluar dari bibir Ivory membuat seorang Aaron Magnifico terkekeh kecil.
"Mau melakukannya lagi?"
Satu hentakan kuat oleh jari Aaron dan Ivory mengangguk begitu saja. Menyetujui tawaran menggoda berkedok kenyaman semata. Kembali menyerahkan dirinya pada lelaki yang lebih tua darinya. Mendesahkan lagi namanya dengan kuat. Mengijinkan Aaron untuk sekali lagi mengobrak-abrik pertahanannya dan menyicip kenikmatan duniawi untuk sesaat.
***
"Hari ini mereka mengadakan Pre-Checking."
Victor menjatuhkan sekotak tabung reaksi yang sedang dipegangnya saat ujaran dari sosok yang dihormatinya itu tiba di telinga.
"Apa? Pre-Checking?" tanyanya sedikit berteriak. Hingga sebuah pukulan beruntun mendarat di atas kepala dan bahunya dengan membabi buta.
"Bodoh. Kenapa kau jatuhkan tabungnya? Itu tabung baru! Butuh waktu lama untuk memesannya, Victor!"
Umpatan dari rekan sejawatnya nyatanya tak membuat si pelaku kecerobohan itu menyesal. Ia mengabaikan tangan yang memukul-mukulnya itu dan memilih menarik kemeja seorang pria berperut buncit di hadapannya dengan mata membelalak. Ia butuh penjelasan lebih lengkap.
"Untuk apa mereka melakukan Pre-Checking?"
Paman Yoda mengangguk. Ia meniup setitik debu di atas deretan senjata dalam rak dan menepuk-nepuk kedua telapak tangan. Menghilangkan debu yang menempel di sana.
"Kalau kau tanya padaku, sudah pasti itu karena mereka ingin menyingkirkan Kaum Sekunder sebanyak mungkin terutama mereka yang memiliki Gen F. Sudah lama si tua Park itu menghilangkan tahap itu sebelum kembali menerapkannya di tahun ini."
"Victor, bersihkan serpihan kacanya. Nora akan mengamuk jika tahu kau merusak mainan barunya dalam sekali sentuh."
"Diam dulu, Ab," potong Victor pada Abel, partner kerjanya. Victor kembali mengekori Paman Yoda yang berjalan lebih dahulu meninggalkan ruangan menuju ke ruang lain yang berisi ribuan burung hantu yang di letakkan dalam sangkar raksasa yang lebih terlihat seperti akuarium.
"Paman Yoda, itu artinya mereka akan semakin merajalela, bukan? Diskriminasi tiada henti dengan segala macam Gen omong kosong itu."
"Tentu saja ini artinya mereka semakin menggila pada Gen F." Paman Yoda mengangguk sekali lagi. "Jika perkiraanku benar, sepertinya target mereka dalam membangun pasukan baru sudah hampir terpenuhi. Namun, mereka belum bisa menemukan kegaiatan untuk menggantikan Copulation. Acara itu mendulang kesuksesan besar setiap diadakan. Dewan Tertinggi dan Para Petinggi selalu mendapatkan sponsor yang melimpah dari pihak ketiga. Ku rasa mereka belum berniat menghentikan acara itu walau target mereka hampir selesai."
"Bisa kah kita mencari celah dari hal itu?"
"Sepertinya bisa. Kita harus lebih aktif bergerak kali ini."