Tangan Aaron dengan cekatan melepas celana yang sedari tadi masih menempel. Ia membuangnya jauh-jauh bersama dengan underwear hitamnya. Setelah telanjang bulat, Aaron berhenti sejenak untuk memeriksa reaksi pasangannya. Ia bisa melihat netra Ivory membola kala melihat kesejatian milik Aaron yang telah mengacung tegak.
Aaron kemudian mengocok sekilas kejantanannya sebelum merundukkan badan dan mengarahkan miliknya menggesek kewanitaan Ivory. Ia mengecup bibir pasangannya singkat dan memasukkan ujungnya perlahan-lahan. Aaron melakukannya dengan penuh hati-hati karena ini adalah pengalaman pertama pasangannya. Ia tak mau Ivory merasa tidak nyaman.
Perlakuan Aaron tersebut membuat Ivory meremat kedua tangan yang melingkupi tubuhnya. Amber Aaron memandangnya tajam sementara mata gadis itu mulai menutup dan membuka. Ketika Aaron menghentaknya, ia mulai mencengkeram tangan Aaron untuk menyalurkan rasa sakitnya. Gadis itu memberontak karena seluruh tubuh bagian bawahnya serasa dibelah menjadi dua.
"Aaron ... Sakit."
Aaron menyadarinya. Ia tak tega melihat bias kesakitan di wajah ayu pasangannya yang menahan sakit. Maka dari itu, ia mengecup pelan bibir Ivory dan membisikkan kata-kata menenangkan.
"Sshh ... Sshh ... Sayang, dengarkan aku."
Ivory menggeleng kuat-kuat dan menitikkan air matanya.
"Sakit," rintihnya yang mulai menangis.
"Sayang, lihat aku. Dengarkan aku," bisik Aaron lagi.
Diraupnya wajah Ivory dengan kedua tangannya. Ia melirik ke bawah sekilas dan melihat jika baru setengah saja dari miliknyayang masuk. Pria itu buru-buru menunduk dan mengecup pucuk hidung Ivory.
"Sedikit lagi, okay? Kau bisa menahannya? Jangan fokus pada rasa sakitnya, dan tatap lah mataku."
Ivory terisak dan mengangguk perlahan. Walau rasanya tak nyaman, ia tetap harus melayani Kaum Primer itu. Ivory tak boleh menolaknya karena memang itu lah inti dari Copulation yang mereka jalani. Ia mencoba patuh akan ucapan Aaron. Terlebih saat pria itu membubuhkan banyak kecupan ringan di seluruh permukaan wajahnya.
Ibu jari Aaron menghapus air mata yang membasahi pipi Si Manis. Ia mengecupi wajah Ivorynya yang cantik sembari memajukkan pinggulnya. Ia mendorong perlahan-lahan. Aaron buru-buru menghujani Ivory dengan untaian kalimat manis agar gadisnya tak terpaku pada rasa sakit yang menyiksa.
"Kau cantik, Sayang. Kau indah. Kau milikku."
Ivory mengeratkan rangkulan tangannya di leher lelakinya.
Aaron berhitung dengan keadaan. Ia tak henti mengecup wajah yang masih basah oleh air mata itu. Saat Ivory sedang lengah, ia mendorong pinggulnya sekuat tenaga dan melesakkan seluruh miliknya ke dalam lubang sempit Ivory. Gadis di bawahnya itu berteriak keras dan mencakar leher belakang Aaron dengan kuku-kukunya.
"Aaron! Sakit!"
Kepala Aaron terasa pening. Baginya, Ivory melakukan tugasnya dengan luar biasa baik. Kewanitaan gadisnya menelan bulat-bulat seluruh kejantanannya dan merematnya kuat. Ia nyaris tak kuat menahan rasa nikmatnya.
Dengan penuh hati-hati, ia menarik keluar miliknya dan melesakkannya lagi. Menghujam tubuh Ivory perlahan. Mencoba membuat pasangannya merasa nyaman.
Ivory yang terisak memejamkan mata indahnya menahan rasa sakit yang mendera. Tubuhnya benar-benar terasa seperti dirobek. Ia kepayahan mengais oksigen ketika Aaron bergerak tanpa jeda di atas tubuhnya. Ia berupaya untuk menghentikan cakarannya di leher Aaron dan kini merangkul prianya.
"Sayangku. Kau cantik sekali, Ivy. Membuatku gila."
Ivory belajar dengan cepat. Ia mendesah pelan seraya mengikuti pergerakan pinggul pasangannya. Saat tak sengaja berpandang ke arah pasangannya, Ivory langsung membuang muka. Ia tak mampu memandang wajah Aaron yang terlihat begitu panas tepat di depannya.
Bagaimana tidak? Rupa tampan Aaron yang dipenuhi keringat, dan terangsang berat menjadi pandangan utama Ivory. Ia tak pernah melihat pemandangan seperti itu seumur hidupnya.
Ivory tak pernah berkencan. Ia tak pernah benar-benar dekat dengan pria selain dengan Roger. Ia tak pernah menjalin romansa dengan siapa pun. Ia tak pernah dijamah oleh lelaki mana pun.
Itu sebabnya, menyadari pemandangan di depannya yang terlewat membahayakan jantungnya, membuat Ivory salah tingkah. Gadis itu memilih untuk memiringkan kepalanya dan sesekali memejamkan mata. Ia mencoba meresapi kegiatan panas mereka malam itu.
Sekali Aaron akan menusuk kuat Ivory dan membuat gadis manis itu berteriak kencang. Aaron dengan mudah menumbuk titik kenikmatan Ivory dengan tepat. Tubuhnya mulai bekeringat. Ia memaksa Ivory untuk menatap wajahnya sambil sesekali melumat bibir bawah pasangan Copulation-nya. Ia menarik tubuh Ivory semakin merapat lalu menghujamnya dengan kuat.
"Ahhh ... Aaron…"
Tubuh Ivory tersentak. Ia terbakar gairah dan kabut nafsu. Ia telah lupa pada rasa sakit yang semula terasa menggila. Kesadarannya direnggut total melihat Aaron tak berhenti barang sedetik pun.
Bunyi decitan ranjang dan tamparan antar kulit menjadi saksi bisu pergumulan panas mereka. Aaron semakin meliar. Ia bahkan mengangkat kaki kiri pasangannya ke atas dan menghujamnya berkali-kali. Pergerakan itu menimbulkan bunyi yang ia yakini dapat membakar gairah siapa pun yang mendengarnya. Ia memandang wajah Ivory yang menahan nikmat sambi dan mengigiti bibir bawahnya dengan gerakan yang terlampau sensual.
Panas.
Ia tak mengira jika Ivory bisa jadi sebinal ini.
"Aku akan ... ahhh ... aku akan keluar … lagi."
"Sebentar, Sayang" Aaron meraup bibir bengkak itu dan mengecupnya ganas. "Keluarkan bersama," bisiknya.
Kepala Ivory berkali-kali tersentak ke atas. Ia meremat rambut halus Aaron untuk menyalurkan rasa sakit di bawah sana. Ia bahkan kini berani untuk membalas ciuman panas yang Aaron mulai seraya menggerakkan pinggulnya menggoda lelakinya.Hingga saat gelombang itu akan datang lagi, Ivory langsung bisa merasakannya.
"Aar…"
"Tahan sebentar, Sayang," ujar Aaron dengan suara bergetar.
Ia mencoba menahannya karena Aaron belum memperbolehkannya untuk keluar lagi.
Di sisi lain, kenikmatan tiada tara dapat Aaron rasakan. Nikmat tubuh Ivory membuat tubuhnya panas. Hasratnya tersalurkan dengan baik melalui tubuh pasangan Copulation-nya yang mampu menerimanya. Ekspresi wajah Ivory yang terlihat sangat menikmati sesi percintaan mereka malam itu, membuat kepala Aaron pening.
Aaron seperti tak ingin berhenti menggagahi tubuh ringkih di bawahnya. Ia ingin membawa Ivory ke nirwana dengan cumbuan, pelukan, ciuman, dan rangsangan di sekujur tubuh. Ia ingin terus menumbuk titik terdalam Ivory hingga membuat gadisnya berteriak memanggil namanya dengan suara yang tercekat. Ia ingin Ivory terus mendesah di bawah kungkungannya.
"Ahhh ... Aaron," rengek Ivory. Ia melemparkan tatapan memelas ke arah Aaron. "Kk … keluar," pintanya.
Sudah di ubun-ubun, akhirnya Aaron memperbolehkannya.
"Keluarkan, Sayang. Keluarkan sekarang."
Satu.
Dua.
Tiga.
Dan di hujaman keempat, Ivory sukses menyemburkan cairannya lagi. Begitu pula dengan pasangannya. Di hentakan terakhir itu, Aaron orgasme dan mengeluarkan seluruh cairannya di dalam tubuh gadisnya. Ia bahkan mendorong perlahan-lahan kejantanannya agar mengeluarkan semua yang tersisa meski pun kewanitaan Ivory tak mampu untuk menampung semua semen pasangannya.
"Kau hebat, Sayang. Luar biasa."