Aaron menundukkan tubuhnya dan menyerang bibir Ivory lagi. Ia menarik kedua tangan pasangannya agar mengalungi lehernya. Tangannya telah kembali mengurai tali jubah mandi Ivory dan kini menyingkapnya ke masing-masing sisi. Aaron menahan diri untuk tidak langsung menerjang Ivory yang semenit yang lalu baru saja setuju untuk melanjutkan sesi kopulasi malam ini.
Sementara itu, Ivory menggeliat pelan dalam tautan bibir itu. Bibirnya digigit dan diisap dengan kuat. Tubuh Ivory melayang. Ia memajamkan matanya rapat-rapat dan membiarkan sosok yang lebih tua melakukan apa yang dimau. Ia perlahan menyerahkan tubuhnya kepada Kaum Primer tersebut. Ivory hanya merasakan sedikit perih kala bibir atasnya bertabrakan dengan gigi Aaron.
Aaron yang menyadari hal itu buru-buru langsung melepaskan tautan bibirnya dan tertawa canggung.
"Maaf," ucapnya singkat. "Aku terlalu kencang menggigitmu."
Ivory mengerjap beberapa kali sembari mencoba menetralkan debaran dadanya yang menggila. "Tak apa. Lanjutkan," bisiknya.
Satu perintah itu membuat Aaron kembali melahap bibir bengkak Ivory.
Tubuh Ivory menggeliat ke kiri dan ke kanan. Terlebih kala pasangannya itu dengan hati-hati semakin menyibakkan jubah mandiyang masih menempel di tubuhnya. Ivory tersentak dan meremas rambut Aaron tanpa sadar sementara bibirnya tengah dinikmati Si Pria.
Sosok yang lebih tua bergerak gesit. Setelah bathrobe itu menggantung di bahu Ivory, Aaron dengan hati-hati mengangkat tubuh gadisnya. Dengan satu tarikan, ia membuang bathrobe itu ke lantai. Ia lalu menurunkan lagi Ivory yang mencoba menutupi dadanya dengan telapak tangannya.
"Ssh, jangan ditutup. Oke?"
"Aar—"
"Kau cantik dan menarik. Jangan tutupi keindahanmu," pungkas Aaron.
Kalimat itu membuat Ivory perlahan menurunkan tangannya yang semula menutupi buah dadanya. Aaron menyaksikan bagaimana tubuh putih mulus pasangannya terekspos hanya untuknya. Ia menjilat bibirnya sendiri yang memandang suguhan menakjubkan tepat di bawah hidungnya.
Ivory telanjang bulat adalah sebuah kesempurnaan.
Kepala Aaron terasa pening merasakan betapa ia adalah seorang yang sangat beruntung bisa mencumbu tubuh indah itu. Tubuh Aaron merendah, dan bibirnya memberikan kecupan kupu-kupu tepat di atas perut Ivory.
Senyum Ivory terkembang melihat pasangannya bersikap panas dan manis secara bersamaan. Ia mengusap rambut tebal Aaron dan menatapnya sayu. Seketika lupa jika ia sudah tak memakai apa-apa lagi di hadapan Si Lelaki. Rasa malu itu sirna sudah.
Namun tak beberapa lama kemudian, ia memudarkan senyum dan menggantinya dengan desah tertahan. Aaron menjilati pusarnya dan menggigit tipis-tipis perutnya. Ia langsung mencengkeram kuat seprai di bawahnya dan mendongakkan kepala ke atas.
Jemari pria itu mulai bergerak lincah menyentuh setiap inchi tubuh telanjang Ivory yang membuat darahnya berdesir. Ia mengusap, membelai, dan menjangkau kulit putih mulus itu hingga tubuh Ivory tersentak perlahan.
"Ahh ... Aaron…"
Desahan malu-malu Ivory membuat tubuh Aaron menegang. Ia kembali mencium bibir pasangannya dengan keintiman yang semakin meningkat. Ia menelan semua desah Ivory dengan saling bertukar saliva. Lidahnya bahkan mulai menjamah semakin dalam, membuat gadisnya semakin gila dibuatnya.
Sesaat setelah ciuman mereka terlepas, Aaron menunduk memandang tubuh menggoda gadis manis yang terengah di bawahnya.Melihat pasangannya kesulitan mengais napas akibat ciumannya, membuat gairah Aaron naik. Ia mulai berpikir jika Ivory merupakan kombinasi sempurna dari kata 'kesempurnaan' itu sendiri.
Tubuh putih tak bercacat, perut kencang, sedikit keringat yang membasahi dahi, dan yeah...
Nipple merah muda itu.
Menggoda siapapun yang melihatnya.
Ditambah bibir bengkak, napas terengah, dan tatapan sayu dari gadis itu. Lehernya yang naik turun karena terlalu sering menelan ludah juga membuatnya terlihat panas. Ivory bagaikan jelmaan aphrodite yang turun ke muka bumi.
Aaron merunduk lagi dan mengecup singkat kedua belahan manis bibir Ivory sebelum lalu turun ke arah leher. Ia mencumbu rakus leher putih tak bercela itu. Membalur dengan saliva, menciptakan tanda kepemilikan di beberapa sisi, supaya siapa pun yangmelihatnya akan sadar diri jika Ivory sudah ada yang punya. Ia menjilat bagian tengah leher Si Manis dan menggigitinya.
Segala perlakuan Aaron itu dibalas dengan desahan dan rematan di surai dark brown-nya. Aaron tersenyum gemas dan kembali melancarkan aksi menandai leher Ivory sembari tangan kanannya yang membelai lembut dada Ivory.
"Ahh ... Aaron ... Stop…"
Ivory belajar menjadi pendusta. Ia sungguh bersilat lidah dengan meminta Aaron untuk berhenti namun malah menutup kedua matanya dan mendesah semakin jelas. Apalagi kala jari tangan Aaron menyerempet mengenai nipple miliknya yang mulai membengkak. Ia nyaris berteriak kencang jika tidak disumpal dengan bibir pasangannya.
Sementara itu, pergerakan Aaron semakin menjadi-jadi. Ia mulai mengulum kedua tonjolan kecil itu secara bergantian. Digigitnya dengan gemas dan diisapnya dengan kuat. Perlakuan itu membuatnya harus menahan tubuh Ivory agar tidak terlonjak terlalu keras serta menjadikannya kehilangan sumber kenikmatan.
"Aaronhh ... Awhh ... Henti—ahh ... Sial."
Puas mencumbu nipple merah muda Ivory, Aaron menurunkan tubuhnya. Ia membuka kedua kaki Ivory yang memperlihatkan kewanitaannya yang mengundang untuk dijamah. Aaron mengangkat kedua kaki gadisnya dan meletakkannya masing-masing di kedua bahunya. Hal itu membuat tubuh Ivory terbuka lebar tanpa ada penghalang. Aaron menundukkan kepalanya dan mulai dengan mengecup paha bagian dalam Ivory.
"Ahhh ... Tolong hentikan…" Ivory memberontak kuat dan nyaris menggila kala lidah Aaron bermain-main di sekitar pahanya.
"Ivy, tenang, ya. Aku harus melakukannya atau kau akan kesakitan nanti," tegur Aaron hati-hati. Ia sedikit melirik ke arah pasangannya yang mendesah dan memejamkan matanya kuat sementara tubuhnya menggeliat ke segala arah.
Aaron menulikan pendengarannya dan beralih ke kewanitaan Ivory yang terlihat begitu rapat. Ia menarik napas dan mulai menjilat tepiannya. Sentuhan dari lidah Aaron itu embuat Ivory kembali berontak kuat-kuat.
"Jangan!" Kembali Ivory hendak menutup kedua kakinya. "Jangan dijilat, Aar!"
Aaron menahan kaki pasangannya agar kembali terbuka lebar. "Ssh … tenang, Sayang. Percaya padaku," rayunya.
"Aaron ... Tubuhku ... ahh ... Aku merasa berat…"
Aaron tertawa di sela kegiatannya menjilati kewanitaan pasangannya. "Kau akan keluar?" tanya Aaron di sela-sela cumbuannya.
"Keluar?"
Ivory mengernyitkan alisnya tanda tak paham. Ia melempar kepalanya ke belakang saat di bawah sana miliknya disesap kuat oleh prianya. Ivory tanpa sadar berkali-kali meremas rambut Aaron sekuat tenaga.
"Namanya orgasme, Ivy. Itu tandanya cairanmu akan keluar."
Ivory mendesah lagi saat Aaron benar-benar melahap lubangnya. Tubuhnya menggila. Ia bergetar hebat ketika lidah panjang pria itu menelusup masuk. Tak lama kemudian sesuatu yang lebih panjang menusuk-nusuk lubangnya dan memaksa masuk.
"Aaron … ahhh. Apa itu?"
"Jariku, Sayang." Aaron mengangkat tubuhnya. Ia menatap gadis yang mendesah terengah di bawah kendalinya. "Kau mencukur kemaluanmu?"
Ivory menggeleng lalu kemudian mengangguk. Ia menggigit bibir bawahnya menahan nyeri saat jari Aaron tak berhenti mencoba menusuknya di bawah sana. Ia nyaris berteriak kala jari telunjuk itu akhirnya berhasil masuk dan membuatnya kesakitan. Ivory meliukkan badannya dan meremat seperai dengan kelima jarinya. Gadis polos itu sekuat tenaga menyalurkan rasa yang baru baginya.
"Hahhh ... Aku mau ... ahhh … Aaron…"
"Keluarkan saja, Ivy."
Detik berikutnya gelombang itu datang tanpa mampu Ivory cegah. Ia mengeluarkan semua hasrat yang sedari tadi ia tahan. Mata gadis itu berputar dan tubuhnya tremor tanpa henti. Ia masih terengah saat melihat Aaron menjilati jarinya yang basah terkena cairannya. Ivory bergidik ngeri melihat pemandangan asing di hadapannya.
"That's great, Ivy." Aaron memuji keberanian Ivory dalam mengeluarkan hasratnya. Ia melepaskan jari yang sedari tadi memasuki Ivory. "Sudah cukup. Aku akan mulai."