Chereads / Cakrawala Asmaradanta / Chapter 24 - Chapter 24: Aku Milikmu dan Kau Milikku (18+)

Chapter 24 - Chapter 24: Aku Milikmu dan Kau Milikku (18+)

"Aaron."

Ivory memanggilnya dengan lirih. Seketika itu pula Aaron mendongakkan kepalanya. Ia memindai sosok manis yang ditunggunya sedari tadi.

Gadis itu berdiri di ambang pintu kamar mandi. Ia berjalan dengan ragu-ragu dengan tubuh polosnya yang hanya terbalut bathrobe yang tadi sempat Aaron lihat. Ia menunduk tak mau menatapnya bahkan ketika ia sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Sudah selesai mandi? Kemari. Duduk lah di sampingku."

Ivory mengangguk pelan dan menuruti ucapan pasangannya. Ia duduk dengan ragu-ragu dan sesekali melirik Aaron yang sedang menuangkan secangkir minuman berasap dan menyerahkannya padanya.

"Mint tea. Minum lah. Akan membuat tubuhmu lebih rileks."

Tangan Ivory bergetar ketika menerima cangkir itu. Ia terburu-buru menyesap teh asing itu yang langsung membuatnya tersedak dan terbatuk hebat. Tangan mungilnya memukuli dadanya berulang-ulang saat ia mencoba mengais udara.

"Ivy, astaga. Minumnya pelan-pelan saja."

Ivory menggeleng dan menarik napas dengan susah payah. Tangan kanannya refleks meremat baju yang dikenakan pasangannya saat batuknya tak kunjung reda. Ia kepayahan dalam mengembalikan napas normalnya.

Aaron dengan sigap mengusap-usap punggung pasangan Copulation-nya. Ia menarik wajah Ivory agar mendongak memandangnya. Ia memandang ke arah iris violet yang kini mulai memerah.

"Tarik napas, Ivy. Tarik napas prlahan. Lalu hembuskan."

Pasangannya itu menuruti instruksi lelakinya untuk bernapas pendek-pendek. Beberapa detik setelahnya ia menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia kembali bisa bernapas dengan normal.

"Aaron, terima ... uhuk uhukk ... terima kasih."

"Sama-sama," jawab Aaron. Ia masih mengusap-usap punggung Ivory dengan lembut. "Lain kali berhati-hati lah," ucapnya pelan.

Ivory mengangguk dua kali dan kembali terdiam.

Suasana menjadi hening. Canggung. Tangan Aaron masih bertengger dengan nyaman di punggung pasangannya. Menggosoknya ke atas dan ke bawah berulang-ulang. Dilakukannya tanpa sadar.

Jika boleh jujur, Ivory mulai menyukainya. Ia mulai suka ketika tangan Aaron dengan lembut mengusap kepala atau punggungnya. Ivory dapat merasakan kehangatan dan rasa nyaman yang timbul akibat sentuhan itu. Ia jadi terlena.

Saat tengah memproses rasa nyaman di punggungnya, satu panggilan dari Aaron meruntuhkan keheningan yang tercipta.

"Ivy."

Aaron menarik tangannya dari punggung Ivory. Ia menatap dengan tatapan penuh kelembutan ke arah pasangannya. Ia mencoba memberikan tatapan teduh supaya Ivory tidak terlalu grogi dengannya malam ini.

"Mendekat lah."

Dengan nervous, Ivory menyeret tubuhnya mendekati lelakinya dan menatapnya takut-takut.

"Kemarikan kedua tanganmu."

"Un ... untuk ... apa?"

"Aku ingin menggenggamnya."

Napas Ivory tercekat.

Kendati demikian, ia masih mengulurkan kedua tangannya tepat di bawah hidung Aaron.

Aaron menautkan masing-masing jemari mereka menjadi satu dan menggenggamnya erat. Pria itu tersenyum menenangkan dan mengecup buku jari Ivory yang berwarna pucat. Ia berhati-hati sekali saat melakukannya.

"Aku minta maaf." Ia mengecup tangan kanan Ivory dengan mata terpejam. "Aku harus melakukan ini." Kecupannya beralih menuju tangan kiri gadisnya yang sedikit bergetar menahan rasa gugup.

Seringkali Ivory lupa akan sosok di depannya yang bersikap begitu manis padanya. Ia lalai dan mengabaikan fakta jika Aaron tetap lah seorang Kaum Primer. Sosok yang seharusnya ia hormati dan layani segenap raganya. Ia seringkali terhanyut ketika pasangannya itu sudah melancarkan sikap perhatiannya yang memang tak dibuat-buat.

Ia juga acap kali mengesampingkan kenyataan bahwa lelaki di hadapannya ini bukan lah pasangan tetapnya. Pria yang perhatian dengannya ini sudah memiliki pilihannya sendiri yang menanti di luar sana. Menunggu dengan sabar kendati calon suaminya ia pinjam untuk sementara. Setelah semua permainan ini usai, ia akan kembali ke kehidupannya tanpa bisa bersenda gurau lagi dengan pria itu.

"Kau siap?"

Aaron melepaskan kedua genggaman dan beralih menyentuh dengan hati-hati pipi Ivory. Wajah Ivory menghangat seketika kala tangan pasangannya mengusap lembut kulit tipis pipinya yang merona. Ia memberanikan diri memandang wajah Aaron yang menatapnya sendu. Tak ada pandangan tajam. Tidak pula memandang menuntut seperti hari yang lalu.

Pandangan itu menyiratkan ketulusan. Ketulusan yang dapat Ivory rasakan dalam setiap untaian kata yang keluar dari bibir Aaron, dalam helaan napas pria itu, atau pun sentuhan Sang Pria yang terlampau lembut. Ia mencoba untuk yakin sepenuhnya pada Aaron Magnifico; sosok asing yang siap memilikinya malam ini.

Sudah kepalang basah, Ivory tak bisa lagi lari dari kenyataan yang menghantuinya.

"Lakukan lah." Ivory menelan ludahnya dengan susah payah. "Kita tak bisa sembunyi juga, jadi, lakukan lah. Aku tak apa."

Aaron tak menunggu dua kali.

Ia tak menanyakan lagi keyakinan kecil yang Ivory pupuk sedikit demi sedikit. Aaron berpikir jika ia menanyakan ulang kesiapan Ivory, maka gadis itu bisa jadi goyah. Akan jauh lebih sulit untuk memulainya jika Ivory lari lagi sementara waktu yang mereka miliki begitu singkat.

Oleh karena itu, ia mendekatkan wajahnya ke arah Ivory. Aaron meniupkan hangat napas dari hidungnya yang menerpa pipi gadis tersebut. Pria itu memandang Sang Dara sejenak sebelum ia menyentuh tengkuk Ivory dengan hati-hati, menariknya sesantai mungkin, memiringkan kepala itu…

... dan mengecup lembut bibir Ivory.

Ivory tidak tersentak. Sungguh. Berbeda dari bayang-bayang ciuman Aaron yang lalu, untuk kali ini, rasanya ia sedikit lebih siap.

Aaron mendorong sedikit kepala Ivory, agar ia bisa mengklaim lebih lama bibir yang menggoda kewarasannya. Dengan hati-hati, ia melumat belahan bibir bawah Ivory. Ia menggigit main-main bibir merah muda itu sebelum beralih ke bibir atas.

Ivory mendesah pelan dalam ciuman intens yang ia lakukan dengan pasangannya.

Untuk sedetik Ivory berpikir jika Aaron adalah pencium yang ulung. Aaron mengerti bagaimana cara memperlakukan pasangannya agar tidak kehabisan napas. Tangan Ivory bergetar hebat. Ia jelas gugup, namun Aaron mencoba menghilangkan kegugupannya dengan menautkan tangan kirinya dengan tangan kanan pria itu dan meletakkannya di antara tubuh mereka yang menempel erat.

"Aaron," bisik Ivory usai kecupan itu berlalu.

Ada rasa asing yang membuat nalar Ivory menjadi buntu. Rasa ini baru baginya. Ia belum pernah merasakannya sebelumnya.

Mata Ivory serasa berkabut. Tubuhnya terasa panas. Ia butuh pelampiasan yang entah bagaimana merasuki pikirannya.

Aaron menarik kedua kaki Ivory agar naik ke atas ranjang. Sedetik kemudian, ia mendorong pelan tubuh Ivory hingga jatuh terlentang. Ivory terengah kala Aaron dengan gerakan sepelan mungkin menarik tali bathrobe yang ia kenakan tanpa melepaskan tatapan intensnya. Saat tali yang membuat jubah mandi itu tertutup rapat mulai terlepas, tanpa gentar Aaron menyibakkan kain putih itu untuk menyapa keindahan tubuh gadisnya.

Aaron menelan ludahnya kala melihat tubuh polos Ivory terlihat jelas di indera pengelihatannya.

Saat itu juga, Ivory buru-buru menutup jubah mandinya karena malu luar biasa.

Di balik jubah itu ia tak mengenakan apa pun. Ia kira dirinya mampu memberanikan diri untuk memberikan tubuhnya pada Aaron. Nyatanya, ia masih setengah tidak sanggup. Ia malu sekali tubuh polosnya disaksikan oleh orang lain.

"Ivory, buka, ya."

"Aku tidak bisa," bisik Ivory kehilangan suara.

Aaron tahu di saat seperti ini lah ia harus mengambil peran sebagai sosok gentleman. Ia harus bisa membuat Ivory nyaman saat melakukannya. Untuk itu, ia menyentuh lembut pergelangan tangan Ivory dan menggeleng perlahan.

"Tak apa. Aku akan lembut padamu. Janji."

"Aku malu. Aku tidak menarik."

"Kau tak harus malu," bujuk Aaron. "Kau punya tubuh yang indah. Jangan rendah diri. Lagi pula kalau ditutup begitu nanti bagaimana kita melakukannya?"

Ivory yang sedari tadi memiringkan kepalanya menghindari pandangan Aaron, perlahan menatap pasangan Copulation-nya. Ia mendapati pria itu tengah tersenyum teduh ke arahnya. Aaron masih sabar menantinya untuk membuka diri.

"Kau cantik. Tubuhmu bagus. Kulitmu halus. Kau menarik, Ivy. Kau harus tahu itu."

"Tapi aku tak semenarik Joy."

Akhirnya Aaron tahu dari mana rasa rendah diri Ivory itu muncul.

Rupanya rasa rendah diri itu dikarenakan rasa minder Ivory akan sosok Joy. Mestinya Aaron paham mengapa Ivory sekhawatir itu. Pasti Ivory merasa tidak bisa menandingi Joy yang notabene merupakan tunangan Aaron.

Aaron harus berusaha lebih keras lagi untuk memupuk rasa percaya diri pasangan Copulation miliknya itu.

"Ivy, sejak kita memulainya hingga saat akhir nanti, kau adalah pasanganku. Tolong lupakan bayangan Joy sejenak." Aaron berbisik di telinga Ivory.

"I'm yours and you're all mine."