Chereads / Cakrawala Asmaradanta / Chapter 11 - Chapter 11: Malam Pertama Ivory

Chapter 11 - Chapter 11: Malam Pertama Ivory

Lidah Ivory kelu.

Tubuhnya terasa kaku. Ia kesulitan meraih oksigen dan lagi sekujur tubuhnya meremang. Sensasi dari lontaran pertanyaan itu membuat inderanya kehilangan kemampuan.

Ivory sulit mengakuinya, tapi ia sedikit terbawa oleh deep voice yang Aaron lantunkan di ruang tertutup itu di mana hanya ada mereka dan hawa nafsu yang menyelimuti keduanya.

Sadar jika Ivory akan tetap diam tak bergeming, Aaron mengambil keputusan saat itu juga.

Tangannya meraih tengkuk Ivory yang terasa hangat. Sentuhan kulit ke kulit itu membuat gadis itu sedikit terlonjak. Dengan gerakan selembut sutera yang dikenakan pasangannya, ia menarik dan memiringkan wajah Ivory. Aaron mendekatkan bibirnya pada bibir penuh Ivory.

Kala kedua belah indera pengucap itu bertemu, Ivory seketika lupa dimana ia berpijak.

Aaron mengecupnya dengan lembut, hangat, dan tanpa paksaan. Semuanya bergerak secara naluriah dan alami. Tak ada tuntutan dalam kecupannya.

Ivory memejamkan kedua matanya dan larut dalam kehangatan yang di salurkan lelakinya.

Tangannya dengan malu-malu dan setengah meragu menekan dada Aaron. Bukan menolaknya, tidak juga ingin menghentikan ciumannya. Ia hanya tak tahu harus merespon seperti apa.

Sementara Aaron yang seolah mendapatkan lampu hijau dari Ivory, dengan perlahan mendorong tubuh gadis itu hingga mereka berdua terjatuh ke atas ranjang.

Aaron melepaskan bibirnya dari Ivory dan menatap tajam gadis yang berbaring di bawahnya.

"Apa yang kau—"

"Aku akan memilikimu malam ini, Ivory."

Ivory menelan ludahnya dengan susah payah. Matanya berselimut kabut tipis yang membuatnya tak bisa melihat apa pun selain ke dalam netra indah Aaronnya. Ia terpesona walau pun rasa takut masih membuat tangannya gemetar sedari tadi.

Sementara itu, pemuda Kaum Primer itu menundukkan tubuhnya lebih rendah lagi dan mengecup pucuk hidung Ivory. Kecupan kecil itu beralih ke kelopak mata kiri, kanan, pipi, dagu, dan berakhir di bibir lagi. Kali ini, Aaron bahkan memberanikan diri melumat bibir bawah Ivory yang menggoda kewarasannya sedari tadi. Tangan halusnya mengelus lembut pinggang Ivory. Sedikit demi sedikit, ia menyingkap atasan piama yang dikenakan Sang Gadis.

"Uhm, Aaron..."

Rintihan bernada rendah itu semakin membuat Aaron kehilangan kesadarannya. Ia semakin kuat menyesap bibir manis itu bergantian atas dan bawah. Tanpa ada seinchi pun terlewat terbalur oleh salivanya.

"Kau begitu manis, Ivory," gumamnya di antara pagutan. Tangannya meremas pinggul gadis yang terkungkung di bawahnya dengan pelan.

"Ahh..."

Aaron memperhatikan bagaimana gadis di bawahnya itu menggeliat. Ia tersenyum kecil dan beralih menyesap leher jenjang seputih susu milik Ivory. Giginya ia gesekkan diantara collar bone gadis tersebut. Ia menggigitnya, menciptakan sebuah tanda kepemilikan di sana.

"Aaron ... Ahh ..."

Tubuh Ivory yang menegang, ditenangkan oleh Aaron dengan cara diusap perlahan. Tangannya menjalar dari pinggul lalu turun ke paha Ivory. Tanpa sadar, kedua kaki Ivory saling dijauhkan oleh Aaron. Pemuda itu menyentuh lembut paha bagian dalam pasangannya, membuat Ivory mengerang dan meremas seprai maroon yang mereka tiduri.

Masih mencumbu leher mulus yang kini dihiasi dengan bercak merah di beberapa tempat, Aaron menarik turun celana piama Ivory. Ia bahkan menggunakan kakinya untuk menurunkan celana itu sementara tangannya mulai meraba dada orang dalam kungkungannya.

Tubuh Ivory seolah disetrum oleh sengatan listrik.

Ia kaget setengah mati namun tak mampu bergerak karena tangannya ditahan di atas kepalanya oleh Aaron. Ivory hanya memejamkan matanya kuat sambil menahan diri untuk tidak mendesah. Celananya kini telah turun hingga sebatas mata kaki saat Ivory melepaskan sebuah jeritan pelan. Ia menahan geli kala buah dadanya yang masih tertutup pakaian tiba-tiba diremas main-main oleh Aaron.

"Aaron ... Ahh ... Hentikan."

Aaron tak mendengarkannya. Ia malah membuang celana malang itu dan menjalarkan tangannya di sepanjang kaki jenjang Ivory. Kaki mulus itu kini tak tertutupi apa pun selain sebuah high-cut brief putih yang sepertinya tak lama lagi juga akan bergabung dengan celananya.

"Ivory, kau begitu indah..."

Ivory hendak menjerit lagi kala dadanya semakin digerayangi tangan nakal Aaron sebelum pasangannya itu membungkamnya dengan ciuman.

Pemuda yang lebih tua itu menelan jeritan tertahan sosok yang lebih muda dengan lumatan dan gigitan ringan di bibir atasnya. Ivory masih meliukkan tubuhnya kala tangan Aaron meremat nakal kedua nipple miliknya. Lututnya menahan pergerakan lawannya yang membuat miliknya secara tak sengaja bergesekan dengan milik Ivory.

"Shit," umpat Aaron pelan. Melihat Ivory terengah dengan bibir membengkak dan hickey di sekujur leher membuat miliknya yang ada di bawah sana mulai bangun dan menyesakkan celananya. Belum lagi bulu mata lentik Ivory yang membuka dan menutup sayu. Netra itu memandangnya dengan tatapan penuh kepasrahan, seolah memintanya untuk lebih jauh menjamah.

Ivory sungguh nyaris menggila akibat perlakuan tak senonoh yang didapatkannya. Yang lebih parahnya, ia malah mendesah kala pria itu mencumbunya dengan penuh hasrat. Ia bahkan membiarkan bagian bawahnya ditelanjangi begitu saja tanpa ada perlawanan.

Ivory mengeraskan hatinya. Walau pun rasa asing ini membuatnya menginginkan lebih, tapi ia tak bisa melakukannya sekarang. Ia harus melakukan sesuatu atau dirinya tak akan selamat malam hari ini.

Maka, saat Aaron kembali mencumbu leher dan kini turun ke dadanya, Ivory mencoba melawan hawa nafsunya dan mengembalikan akal sehatnya ke tempat semula.

"Aaron ... Uhh ... Hentikan .."

Ia menggigit bibir bawahnya menahan desahan lain yang nyaris keluar kala pasangannya mengoyak atasannya agar terbuka, memperlihatkan sepasang buah dada yang tertutup bra yang menggoda akal sehat Aaron.

"Aku belum ... Ahh ... Aku tidak—"

"Sstt ... Tenang lah, Ivory."

"Tapi aku tidak ... Uhmm—"

Ivory melempar kepalanya ke belakang dan meremat seprai kuat-kuat. Matanya tak ingin menatap lehernya yang kini kembali digigiti Aaron. Ia tak sanggup.

"Aww... Jangan, Aar..."

Ivory menarik napasnya kala tangan Aaron hendak menurunkan satu-satunya pelindung kesejatiannya. Tubuh Ivory meronta kuat. Ia menggeleng sekuat tenaga.

"Tidak. Stop ... Jangan buka."

Aaron menulikan pendengarannya.

Ivory menggeram kesal dan dengan segenap kekuatan yang masih tersisa, ia mendorong tubuh Aaron kuat-kuat. Ia mengembalikan celana dalamnya yang telah turun sebatas paha. Napas Ivory memburu, jantungnya meletup, dan tubuhnya terbakar. Ia nyaris tak bisa menahan hasratnya, tapi ia belum siap.

Ivory belum siap untuk percintaan pertamanya.

Bukan seperti ini yang ia mau. Bukan dengan hubungan samar-samar yang ia harap. Ia ingin segalanya jelas, tentang siapa dirinya bagi pasangannya dan kejelasan tentang hatinya. Ivory tak mau dengan cerita seperti ini ia memulainya.

"Aaron aku tidak bisa. Aku belum siap," ucapnya terbata.

Netranya menatap dengan takut pada Aaron yang terduduk di depannya. Matanya memanas. Ia begitu ingin menangis saat ini.

"Aku belum siap melayanimu. Maafkan aku."

Dengan secepat kilat ia bangkit dan meraih celananya yang teronggok di lantai. Tangan kanannya menggenggam celana tidurnya, sementara tangan kiri menutupi tubuhnya yang dengan piamanya yang telah koyak. Ivory mulai menangis saat ia melangkah keluar dari kamar.

Di malam itu, Ivory meninggalkan Aaron sendiri dengan hasrat yang tersendat.