Chereads / Cakrawala Asmaradanta / Chapter 8 - Chapter 8: Wanita Cantik Calon Istri Aaron

Chapter 8 - Chapter 8: Wanita Cantik Calon Istri Aaron

"Ini dia rumahku. Sudah sampai. Ayo kita turun."

Aaron turun terlebih dahulu, kemudian membukakan pintu mobil untuk Ivory. Perjalanan dari rumah Dewan Tertinggi menuju rumahnya cukup singkat. Hanya sekitar lima belas menit. Maka dari itu, kini mereka sudah tiba di depan bangunan megah berpagar tinggi menjulang. Memang rumah Aaron tak sebesar istana pemimpin negara itu, namun rumah ini tak bisa dibilang kecil juga.

Ivory tertegun melihat bangunan indah di hadapannya. Saat ia melihat Aaron menarik kopernya, ia menggeleng sembari berkata, "Aku bisa membawanya sendiri."

Ivory meraih kopernya yang telah berada di tangan Aaron. Akan tetapi, Aaron menolaknya. Pria itu hanya menyuruhnya untuk berjalan di depan sementara ia menarik barang bawaan pasangannya.

"Kau tinggal sendiri di rumah sebesar ini?" tanya Ivory kagum.

Dari jauh terdengar gonggongan anjing yang menyalak. Mata Ivory membulat kegirangan. Ia suka anjing. Ia sering memberi makan anjing di jalanan.

"Umm... Tidak juga. Aku—"

"Whoaa—"

Tubuh Ivory ambruk kala anjing gemuk penuh bulu menabrak dirinya. Anjing itu menggonggong dan mencoba menjilati wajah Ivory dengan lidah kecilnya. Ivory tertawa kegelian.

"Hentikan. Kau menakuti Ivory."

Dengan kasualnya pemilik anjing itu menarik makhluk berbulu berkaki kecil itu dari tubuh Ivory. Ia menggendong anjing yang menggonggong itu dengan tangan kiri sementara tangan kanannya terulur ke bawah. Aaron membantu Ivory berdiri.

"Sudah ku bilang untuk berhenti mengageti tamu. Kau masih belum paham juga, hmm?"

Ivory tertawa mendengar dan melihat interaksi antara Aaron dan anjingnya. Mereka terlihat begitu soft. Ivory bahkan sampai memekik gemas dibuatnya.

"Itu anjingmu? Lucu sekali! Siapa namanya?"

Aaron membiarkan tangannya digigit main-main oleh si anjing. Ia lalu mengusap-usap kepala hewan peliharaannya itu penuh sayang.

"Namanya Chopa. Dia memang sedikit antusias dengan orang baru. Sorry."

Ivory menggeleng dengan senyum terkembang. "Dia sangat menggemaskan. Boleh aku menggendongnya?"

Aaron menuruti permintaan gadis itu. Ia menyerahkan anjing kesayangannya itu agar bisa digendong oleh Ivory. Setelah Ivory berhasil menggendong Chopa, Aaron menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatap senang pada dua makhluk di hadapannya.

"Hati-hati, dia suka menjilat wajah orang."

Ivory tak keberatan.

Sungguh, Chopa adalah anjing terlucu yang pernah ia lihat. Bulunya lembut dan berwarna cokelat putih. Mengingatkan Ivory akan warna permen caramel. Moncong anjing itu terbuka, terengah dengan lidah yang terjulur keluar. Ivory sekali lagi memekik tak kuasa menahan rasa gemasnya.

"Kau suka anjing?"

Ivory mengangguk antusias. "Aku suka sekali!" jawabnya.

"Dia anjing yang cukup pintar, kau tahu. Coba kau suruh dia untuk duduk diam. Dia pasti akan menurut."

"Benar kah?" Mata Ivory berbinar kagum.

Sang Pasangan mengangguk mengiyakan.

Maka dengan hati-hati, Ivory menurunkan anjing itu persis di depannya. Dengan ragu ia berjongkok di hadapan hewan menggemaskan itu dan menyuarakan perintahnya.

"Chopa, duduk."

Aaron terkekeh mendengar ucapan pelan Ivory. Ia mengacak surai hitam Si Gadis sebelum memberikan nasihatnya. "Jangan berbisik. Ucapkan dengan suara jelas agar dia paham."

Ivory merasa gugup. Entah itu karena sentuhan tangan Aaron di kepalanya atau karena ini pertama kalinya ia memberikan suatu perintah ... pada anjing. Walau bagaimana pun, ini pengalaman pertamanya bermain-main dengan anjing mahal peliharaan Kaum Primer.

Ivory berdehem. "Chopa, duduk!" perintahnya dengan nada yang lebih tegas, seperti yang diharapkan Aaron.

Dengan perlahan anjing itu menekuk kedua kaki belakangnya yang kecil bagaikan seorang yang sedang duduk. Ivory berteriak kegirangan. Aaron benar. Chopa anjing yang pintar.

"Dia bisa! Dia pintar sekali!" pekik Ivory kagum. Ia mengusap-usap kepala anjing itu.

Seperti Aaron yang mengusap kepalanya.

Sudut bibir Aaron terangkat membentuk sebuah senyuman kala dua makhluk manis di hadapannya saling bercengkerama. Ia tak bisa memungkiri jika Ivory tak kalah menggemaskan dari Chopa-nya. Chopa juga terlihat begitu nyaman dalam pelukan Ivory.

"Aaron sayang!"

Ivory seketika menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Matanya bertemu dengan seorang gadis bertubuh tinggi semampai yang datang menghampiri mereka. Bagaikan sebuah gerakan slow motion, gadis itu mengalungkan kedua lengannya ke leher pasangannya dan mengecup bibirnya tanpa ragu-ragu.

Hati Ivory mencelos.

Ia terpaku menatap sebuah adegan intim dari dua orang tak tahu tempat di hadapannya. Dadanya bergemuruh. Seketika melupakan jika sedetik yang lalu ia masih tertawa karena tingkah anjing di dekapannya.

Dia kah gadis itu? Calon istri Aaron?

"Kenapa tak masuk-masuk? Aku menunggumu dari tadi!"

Bahkan didengar dari nada bicara, cara dia berucap dan tingkah lakunya saja bisa dibilang gadis itu menggemaskan. Ivory menelan ludahnya kala melihat wajah Joy yang luar biasa cantik. Wajah itu menurutnya bisa menempati peringkat pertama sebagai jajaran wanita tercantik di Amerta. Yang mengejutkan, paras ayu Joy menurut Ivory murni pemberian Tuhan, bukannya hasil dari pisau dokter bedah. Singkat saja, wanita itu terlihat sangat mengagumkan.

Pantas Aaron jatuh hati padanya.

Wanita itu sempurna.

"Kau belum pulang? Ku pikir kau sudah pergi setidaknya sejam yang lalu."

Lengan Aaron bahkan dengan santainya bertengger di pinggul Si Wanita, meremasnya. Mereka berdua benar-benar menunjukkan keintimannya di depan mata Ivory tanpa keraguan sedikit pun. Tubuh Ivory membatu.

"Uh, bagaimana bisa aku pergi sebelum bertemu dengan calon pasanganmu. Aku harus lihat dengan mata kepalaku sendiri jika dia memang sesuai untukmu."

Detik berikutnya, tatapan Si Penarik Perhatian itu jatuh pada Ivory yang berjongkok di bawah sana terlupakan.

"Kau sudah bertemu dengan Chopa rupanya. Dia anjing kami berdua."

Ia berkata dengan riang pada Ivory. Seolah tak terjadi apa-apa. Padahal yang diajak bicara adalah orang yang akan menghangatkan ranjang kekasihnya setahun ke depan.

"Berdiri lah. Kenalkan, namaku Joy Osric."

Ivory mengabaikan tangan Aaron yang terulur membantunya berdiri. Dengan segenap harga diri yang masih ia miliki, ia bangkit. Ivory meletakkan Chopa di lantai dan menjabat tangan wanita cantik di depannya.

"Ivory Kelana," cicitnya.

Seluruh keberaniannya luntur saat bertatap muka dengan Joy. Dirinya jelas tak ada apa-apanya jika dibandingkan Si Stunning itu. Bagaikan remahan biskuit kadaluarsa yang disandingkan dengan caviar.

"Aku calon istri Aaron, kalau kau belum tahu."

Ivory tersenyum hambar. Ia menatap pada cincin perak yang tersemat di jari manis tangan kanan wanita itu. Cincin itu berkilau saat terkena pantulan sinar matahari.

"Kau harus menjaga calon suamiku dengan baik. Jangan biarkan dia merasa tak senang sedetik pun. Itu bentuk kemurahan hatiku."

Untuk sekilas, ucapan wanita itu terdengar mengancam, namun entah mengapa, Ivory merasakan ada getaran polos dari warning itu. Satu hal yang ia yakini setelahnya adalah … wanita itu memang mencintai Aaron.

Masih dengan keadaan bingung, ia melihat kopernya ditarik oleh Joy masuk ke dalam rumah.

"Ayo masuk. Aku sudah menyiapkan makanan banyak. Anggap saja seperti pesta penyambutan." Joy melambaikan jemari lentiknya pada anjing mereka. "Ayo, Chopa!"

Aaron dan Chopa berjalan terlebih dahulu mendahului mereka berdua. Joy melambatkan langkah kakinya demi berjalan bersisian dengan Ivory. Joy berdehem kecil sebelum tersenyum mematikan ke arah Ivory.

"Ivory, aku ingin mengatakan sesuatu padamu sebelum pergi dari rumah ini."

Ivory mengangguk sekali dengan ragu. Ia menatap Joy yang memandang wajahnya dengan sorot yang tak sebahagia tadi. Sorot itu berubah seketika dalam hitungan detik saja.

"Kau mungkin boleh melahirkan anak darinya, tapi jangan berharap lebih karena ini hanya sebuah permainan. Ku sarankan setelah kau hamil nanti, berhenti lah dekat-dekat dengan Aaron-ku karena aku yakin, dia melakukannya karena terpaksa."

Ivory tak yakin, apakah itu sebuah ancaman, peringatan, atau saran. Ia mengedipkan kedua matanya untuk memproses kata-kata itu. Sadar tidak sadar, ia merasa terindimidasi oleh ucapan dari Joy.

Tak butuh waktu lama, wajah Joy kembali cerah seperti semula seolah ia tak mengatakan apa-apa.

"Ayo masuk! Selamat datang di rumah barumu!"