"Kak, ku rasa ini masih kurang."
Ivory kembali mencoba memasukkan beberapa kaus dan celana terbaik yang ia miliki ke dalam koper tua nan usang peninggalan kakaknya. Sedari tadi ia dan sosok yang ia anggap sebagai keluarganya itu berdebat tentang seberapa banyak barang yang harus ia bawa. Ivory bersikeras untuk membawa semua baju dalam lemarinya namun selalu ditolak oleh sosok di sebelahnya.
"Tak usah dibawa. Untuk apa kau membawa kain lusuh itu? Kau akan semakin ditertawakan oleh Aaron nanti!"
"Kain lusuh apanya? Ini baju tidurku, Kak! Seenaknya saja!"
Roger menggeleng berkali-kali. Ia tak lelah berdebat dengan Si Adik yang memang rewel dan bebal. "Jangan dibawa. Kau akan mendapatkan baju baru banyak darinya. Untuk apa membawa baju lamamu?"
Dengan bandelnya Ivory memasukkan satu celana pendek bergambar bunga di tengah-tengah sweater rajut yang ia bawa. "Hanya satu ini, Kak. Aku janji. Anggap saja aku tak bisa tidur tanpa mengenakan yang satu itu."
"Ah, baik lah, baik lah! Kau menang."
Ivory tersenyum lebar. Roger memang selalu mengalah jika berdebat dengannya. Itu yang membuatnya senang menghabiskan banyak waktu dengan anak majikannya.
"Hanya itu yang terakhir, tak ada yang lain lagi!"
Ivory mengangguk-angguk. "Ayay, kapten!"
"Bagus."
Roger menarik zipper koper itu dan menepuknya dua kali sebelum berdiri. Tangannya terulur membenarkan kaus lengan panjang berwarna putih kebesaran yang dipakai Ivory. Ia tersenyum menatap gadis di depannya yang terlihat cukup menggemaskan dalam pakaian oversize miliknya yang ia sumbangkan.
"Sudah semua. Ayo ku antar ke tempatnya."
Tak seperti saat malam penjamuan kemarin di mana para peserta dijemput menggunakan bus, kali ini ia harus berangkat sendiri dari rumah. Untung Sang Sahabat sekaligus kakak baginya itu dengan berbaik hati menawarkan tangannya untuk membantunya. Mengabaikan hawa dingin yang menggerogoti tulangnya, Roger dengan sukarela membawakan French toast, bacon, dan omelet buatannya sendiri untuk sarapan Ivory.
Roger sedari pagi buta juga sudah membantunya packing dengan sangat teliti. Ia bahkan membantu merapihkan rumah kecil Ivory sebelum Si Pemilik Rumah menegurnya karena merasa tak enak. Bagaimana pun, Ivory adalah kaum yang kastanya berada di bawah Roger. Tak mungkin ia membiarkan temannya itu membersihkan rumahnya.
Seolah tak lelah mengulurkan tangan, Roger bahkan berhasil membujuk papanya agar meminjamkan mobil demi mengantarkan Ivory ke rumah Dewan Tertinggi. Maka dari itu, bisa dibilang delapan puluh persen beban Ivory dalam persiapan Copulation ini sudah banyak terobati. All thanks to her best friend, Roger.
"Apakah masih sakit?"
Ivory meraba lengan kirinya yang beberapa hari lalu membengkak. Mulanya tangannya terasa sakit tak terkira, hingga ia tak sanggup untuk bangkit dari tempat tidurnya. Untungnya, sekarang lengannya sudah tak nyeri sama sekali. Sedikit mengganjal memang, tapi tak sakit lagi.
"Tidak, Kak. Sudah sembuh."
Roger mengangguk setelah menyentuh lengan Ivory dan merasakan kerasnya detector yang ada di lengan atas gadis itu. "Bagaimana dengan Aaron? Dia tampan bukan?" tanya Roger usil.
Ivory mendesah berat, seolah membicarakan calon pasangannya adalah hal yang sangat menyebalkan baginya.
"Dia tampan, memang, dan dia sudah memiliki calon istri. Benar-benar calon pasangan yang sempurna," ucap Ivory sarkastik.
Ivory teringat kejadian kemarin setelah ia meninggalkan Aaron sendiri di malam perjamuan. Ia kabur mengurung diri di toilet dan tak kembali hingga acara usai. Ia tiba-tiba saja merasa malu karena telah mengatakan hal sembrono pada Kaum Primer yang baru ditemuinya.
Salahkan semua itu pada amber Aaron yang terlihat begitu teduh saat menatapnya. Ia terlena oleh binar netra calon pasangannya sampai ia merasa cukup berani untuk mengutarakan isi hatinya. Kemarin ia merasa sangat marah, kesal, sedih, dan kecewa pada dirinya sendiri … dan mungkin pada Aaron. Ia hanya merasa butuh waktu untuk menyendiri sebelum seorang Guardian menyeretnya keluar dari bilik kecil itu untuk pengambilan sampel.
"Kau hanya perlu menyelesaikan acara ini, Ivy ku sayang. Jika kau tak banyak berulah, kau akan selamat." Roger menepuk bahu adik kecilnya itu untuk menyemangati.
Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk tiba di tempat yang telah ditentukan. Mereka turun dari mobil dengan Ivory yang menyeret koper dengan tangan kanannya. Di sana telah berkumpul banyak calon peserta Copulation dari berbagai wilayah. Ia dan Roger berjalan hingga ke gerbang masuk di mana terdapat jejeran Guardian yang menjaga. Roger tak bisa mengantar Ivory hingga masuk karena ia tak diperbolehkan.
"Ku rasa sampai sini aku bisa mengantarkanmu," ucap Roger. Pria itu merentangkan kedua tangannya memeluk tubuh kecil Ivory dan mengusap-usap punggungnya mencoba menenangkan. "Kau jangan banyak bertingkah yang tidak-tidak. Patuhi saja kemauan pasanganmu, okay? Kita akan bertemu setahun lagi. Jaga dirimu baik-baik."
Ivory mengangguk dan mengeratkan pelukan. "Aku akan merindukanmu, Kak."
"Aku juga."
Setelah itu mereka saling melepaskan dan melambaikan tangan untuk yang terkakhir kali sebelum terpisah.
Rasanya seperti de javu. Ivory teringat kala ia mengantarkan Sang Kakak ke Copulation terakhirnya sebelum mereka berpisah untuk selamanya. Ia tak bisa menghapus senyum lebar kakaknya yang berjanji akan kembali lagi dalam keadaan utuh.
Bukan potongan.
Atau bahkan serpihan.
Ia menggeleng kuat-kuat. Mengenyahkan ingatan mengerikan itu. Rasa panik mendadak melanda namun ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat untuk menghilangkan bayangan kelam masa lalunya itu.
"Kau bisa, Ivory. Kau pasti bisa." Ia menyemangati diri sendiri.
Ivory melangkah memasuki gerbang itu. Ia diarahkan untuk duduk di tempat yang telah disediakan di mana di sana sudah berada calon pasangannya yang melemparkan senyuman teduh ke arahnya. Ivory kembali tersandung kakinya sendiri dan nyaris jatuh menabrak kursi milik peserta Copulation di depannya.
Sial. Bukan awal yang baik. Senyum Aaron Magnifico memang berbahaya.
Ivory menunduk mencoba menghindari kontak mata dengan calon pasangannya. Mengingat terakhir kali ia meninggalkan Aaron begitu saja tanpa berpamitan membuat perut Ivory terasa mulas. Ivory menelan ludahnya, dan berjalan dengan terseok menuju ke kursinya.
"Hai," sapa Ivory kaku. Suaranya terdengar kasar dan serak seperti baru bangun tidur. Ia berdehem sekali dan menyapa Aaron dengan canggung. "Selamat pagi."
Yang disapa membalas dengan seringai ringan dan menepuk kursi yang seharusnya diduduki Ivory. "Kau terlalu tegang, Ivory. Rileks lah dan duduk."
Ivory mengerjap dan segera mendudukkan dirinya di sebelah Aaron. Ia melirik ke arah Aaron sekilas, mengecek ekspresi wajahnya. Tak ada ekspresi lain selain senyum teduhnya yang sama seperti semula.
"Itu saja barang-barangmu? Tak ada yang lain?"
Itu saja katanya...
Apakah seharunya ia membawa barang lebih banyak dari pada sekarang?
"Maksudku, apakah kau tak membawa barang kesukaanmu?"
Ah, barang kesukaan...
Dulu Ivory pernah punya satu barang kesukaan yang selalu ia bawa kemana-mana, tapi sekarang barang itu...
"Tak ada." Ivory menggeleng perlahan. "Aku tak punya barang kesukaan."
"Boneka, misalnya?"
Ivory mendengus. "Boneka terlalu mahal untukku."
"Kau bisa mendapatkannya dari mesin boneka."
"Di tempatku tak ada yang namanya mesin boneka," jawab Ivory polos. "Kau hanya bisa menemukan tanah gersang dan pohon gundul di sana. Tak ada mesin boneka."
Aaron mengangguk-angguk ringan. "Kita akan memainkannya nanti. Kau akan mendapatkan boneka favoritmu."
Entah bagaimana bibir Ivory tertarik ke atas, melengkung membentuk sebuah senyuman dari ucapan calon pasangan.
"Hadirin sekalian, di hari yang berbahagia ini mari kita sambut Dewan Tertinggi Amerta dengan tepuk tangan yang meriah. Tuan Jared Park!"
Semua orang bertepuk tangan riuh seketika kala sosok pria berbadan tegap maju ke atas podium. Ia terlihat sangat berwibawa dan perlente. Ia lah pemimpin negara yang ditinggali Ivory saat ini. Sosok yang begitu disegani bahkan ditakuti oleh semua orang. Sosok yang berhati paling keji yang pernah Ivory temui.
Sosok yang telah membunuh kakaknya.
Di detik itu pula kebencian Ivory pada pria itu semakin menjadi-jadi.
"Ivory, bertepuk tangan lah," tegur Aaron.
Dengan berat hati ia menepukkan kedua tangannya sekilas dan memandang sosok di atas sana dengan binar kebencian.
"Selamat pagi semuanya. Selamat datang di acara Copulation yang sangat berharga ini!"
Kali ini Ivory tidak bertepuk tangan, kendati Aaron menyenggol bahunya mengingatkan.
"Para peserta yang berkumpul di sini, kalian adalah orang-orang terpilih yang sudah sepatutnya bangga karena telah diberikan kesempatan untuk mengikuti acara sakral di Amerta!"
Ivory menatap pria yang membual itu dengan tatapan tajam.
"Kelak, anak-anak yang lahir dari acara ini akan menjadi anak-anak istimewa yang akan sangat berguna berperan dalam keberlangsungan negara ini. Mereka akan jadi aset berharga Amerta yang tak ternilai harganya!"
Aaron menatap cemas ke arah Ivory.
"Maka dari itu, lupakanlah segala kecemasan, kegundahan, dan kerisauan kalian semua. Percayakan hidup kalian pada rezim gemilang ini. Percaya kepada Dewan Tertinggi, Sang Penyelamat Negeri! "
"Ivory, berhenti lah memandang Dewan Tertinggi dengan tatapan seperti itu. Para Guardian memperhatikanmu," bisik Aaron.
Ivory mengabaikan ucapan itu.
"Maka dari itu, acara Copulation di tahun 2071 resmi dibuka!"
Dengan penyerahan dua buah patung angsa putih berukuran se telapak tangan, acara Copulation tahun ini resmi dimulai.
Aaron terpaksa menarik kedua tangan Ivory dan memaksanya untuk bertepuk tangan. "Senyum, Ivory. Jangan terlihat seperti kau akan membunuhnya," tegurnya.
Dengan ragu-ragu Aaron melirik ke arah Guardian yang menatap curiga ke arahnya. Ia khawatir jika mereka berdua terlibat masalah jika berani memberontak atau menunjukkan ketidaksukaan sedikit pun kepada Dewan Tertinggi. Bukan hal yang bagus untuk menunjukkan ekspresi buruk pada pemimpin Amerta.
"Aku mungkin akan membunuhnya suatu saat," ikrar Ivory lirih, entah pada siapa.