Chereads / Cakrawala Asmaradanta / Chapter 6 - Chapter 6: Calon Pasangan yang Jatuh Hati pada Orang Lain

Chapter 6 - Chapter 6: Calon Pasangan yang Jatuh Hati pada Orang Lain

Jika ada satu benda yang bisa menggambarkan perasaan Ivory saat ini, pasti lah itu roller coaster.

Permainan yang bisa melempar tinggi-tinggi dan menjatuhkan kuat-kuat tubuh kita itu sangat cocok dijadikan perumpamaan untuknya. Ivory merasa seperti bermain roller coaster. Ia baru saja dilambungkan ke angkasa dengan penuh kebahagiaan. Ditambah dengan adanya sanjungan yang membuat rona di pipinya dan senyum mematikan dari si empunya. Sayangnya, di detik berikutnya, suka citanya dihempaskan begitu saja oleh Sang Pangeran Tampan tanpa rasa bersalah.

Semudah itu Aaron Magnifico membolak-balik hatinya dalam sekali bertemu.

Bagaimana nanti jika mereka sudah tinggal satu atap?

"Kenapa tidak diminum?"

Ivory melirik ke suara tegas nan lembut di sebelahnya.

Aaron dengan santainya menyesap whiskey di tangan kanannya sementara jari telunjuk kirinya diketuk-ketukkan di atas meja. Ia menatap Ivory lekat. Tatapannya tak menuntut, hanya tersirat rasa penasaran kenapa perempuan di sebelahnya yang menginginkan susu cokelat itu memudarkan senyumnya.

"Kau bisa menghabiskan berapa gelas pun yang kau mau."

Demi kesopanan semata, Ivory meneguk susu dalam gelas berwarna tembaga itu perlahan. Ia seketika kehilangan selera minum susunya semenjak calon pasangannya itu membicarakan calon pasangannya sendiri. Susu yang seharusnya menciptakan rasa manis di lidahnya kini malah terasa sangat sepet.

"Apakah dia cantik?"

Ivory membekap mulutnya rapat-rapat setelah pertanyaan konyol itu terlontar tanpa mampu ia cegah. Ia menatap horor pada Sang Lelaki yang terlihat sama sekali tak tersinggung dengan pertanyaan dari Ivory. Aaron malah membalasnya dengan tawa ringan yang menggetarkan sukma.

"Dia gadis tercantik yang pernah ku lihat."

Gadis tercantik...

Jika seorang tampan seperti Aaron sudah mengakui jika gadis bernama Joy itu cantik, dapat dipastikan gadis itu memang berparas rupawan. Mungkin setara dengan para penghibur di Makara.

Dada Ivory terasa nyeri.

"Dia memiliki senyum secerah mentari. Jika boleh jujur, aku jatuh cinta pada senyumnya."

Jatuh cinta...

Calon pasangannya itu telah jatuh hati pada orang lain...

Mata Ivory memanas.

Ia baru saja bertemu dengan Aaron dalam 20 menit, dan secepat itu pula ia patah hati?

Seolah ingin menambah rasa perih, Ivory menanyakan lagi hal yang mengganjal di hatinya. "Lalu kenapa kau mengikuti acara ini? Bukan kah kau berniat menikahi kekasihmu? Kenapa tak kau nikahi langsung?"

Aaron tersenyum miring. Ia terlihat menimbang-nimbang sejenak sebelum menjawab pertanyaan Ivory. Ia meletakkan gelasnya yang telah habis dan mencondongkan tubuhnya ke arah sosok yang bertanya.

"Itu rahasia, Baby."

Belum sempat Ivory menjawab jawaban misterius Aaron, ucapan Hadid Si Pembawa Acara sukses menarik perhatian mereka berdua.

"Hadirin sekalian, saya akan memberikan beberapa pengumuman penting di sela sesi perkenalan ini," ucapnya tepat di depan microphone berwarna keemasan. Lelaki bertubuh kecil itu terlihat sumringah, seolah-olah semua orang di hadapannya adalah pasangan muda-mudi yang akan dinikahkan secara massal.

"Selalu bertele-tele," gumam Aaron.

Ivory yang mendengarnya pun langsung membalasnya. "Kau kenal pembawa acara itu?"

Aaron mengangguk ringan. "Dia kakak kelasku dulu," jawabnya kalem.

"Setelah sesi ini selesai, para peserta Copulation diharap untuk dapat berkumpul sesuai dengan golongannya untuk diberikan detector yang akan menandai dimulainya acara ini."

Detector.

Alat pelacak, lebih tepatnya.

Ivory sudah pernah mendengar tentang detector dari kakaknya beberapa tahun silam. Benda berukuran sekuku ibu jari itu akan ditanamkan ke dalam lengan bagian atas para peserta. Kakaknya bilang, tiga hari penuh setelah alat itu dipasang, ia tak dapat mengangkat tangan kirinya sama sekali. Tangannya terasa kebas dan pegal luar biasa. Ivory tak bisa membayangkan betapa nyerinya benda asing itu bersarang di dalam tubuh manusia.

"Jangan khawatir, tidak akan sakit," bisik Aaron, seolah dapat membaca isi pikiran Ivory.

Ivory hanya mengangguk tanpa suara.

"Setelah itu, bagi Kaum Sekunder, diharap untuk berkumpul di tempat yang telah disediakan guna pengambilan darah, rambut, dan sidik jari sebagai data."

"Kau tidak diambil datanya?" tanya Ivory.

Aaron mengangguk atas pertanyaan Ivory.

"Seminggu lagi kita akan bertemu di sini. Kau akan tinggal di rumahku selama setahun ke depan. Bawa lah barang yang penting saja. Sisanya aku akan menyediakannya untukmu. Tak perlu khawatir."

"Bagaimana jika aku tak mau?"

Aaron mengernyitkan alis tebalnya. "Apa yang tak kau mau?"

Ivory menggigit bibir bawahnya pelan sebelum kata-kata yang sedari tadi bersarang di otaknya dikeluarkan tanpa ada filter. "Bagaimana jika aku tak mau mengikuti acara ini? Bagaimana jika aku membangkang dan lari dari sini?"

Aaron merasa pertanyaan calon pasangannya terdengar konyol. "Kau sudah tahu jawabannya. Para Guardian akan membun—"

"Aku tahu aku pasti mati di tangan mereka," potong Ivory. Ia biasanya tak pernah setidak sopan ini, namun entah mengapa dirinya ingin saja mengungkapkan isi pikirannya kepada Aaron. "Tapi bagaimana dengan Kaum Primer sepertimu? Apakah kalian akan mendapatkan hukuman juga? Karena sungguh, menurutku ini sangat tak adil."

Aaron mengusap dagunya perlahan-lahan. Ia tak menyangka pertanyaan itu akan dilontarkan kepadanya. Padahal semula ia kira Ivory adalah sosok yang teramat pemalu. Nyatanya tidak juga. Atensi Aaron kini terpaku pada sosok manis di depannya yang berargumen dengan mata violet yang menyala.

"Ku rasa Kaum Primer hanya mendapat hukuman denda. Tak banyak hal buruk yang bisa menimpa kami."

Ivory mendengus. Seolah sudah tahu jawabannya. "Aku semakin benci tempat ini," ujarnya pelan.

"Katakan, mengapa kau tak setuju dengan acara Copulation? Bukan kah ini adalah acara agung yang telah dilaksanakan selama berpuluh tahun?" Aaron memajukan kursi yang ia duduki supaya dapat mendengar dengan jelas argument yang akan dikeluarkan oleh sosok di hadapannya itu.

Mereka berdua total mengabaikan ujaran dari si pembawa acara yang kini tengah memberitahu hadiah liburan mewah yang akan diterima Kaum Primer yang memenangkan doorprize pada malam ini.

Ivory menggeleng tak setuju sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Aaron.

"Bagaimana bisa seseorang dipaksa untuk mengandung dari orang yang tak dikenal, lalu ketika bayi itu lahir, bayi itu akan langsung dipisahkan dari orang tuanya? Bagaimana bisa ada acara sejahat itu?" cercar Ivory. "Dan yang lebih menjengkelkan, semua kesengsaraan selalu dilimpahkan pada Kaum Sekunder. Kami tak dapat apa-apa dari acara ini, hak kami direnggut, kebebasan kami diambil alih. Belum lagi jika kami gagal, mereka akan membunuh kami dengan mudahnya. Bagaimana bisa itu dikatakan adil?"

"Sstt... Jangan terlalu keras," Aaron menempelkan jari telunjuknya di bibir Ivory. Menahannya sebelum gadis manis itu menyemburkan kata-kata yang akan berakibat fatal jika didengar oleh Para Petinggi. "Aku tahu perasaanmu," ujar Aaron.

"Tidak. Kau tidak tahu," ucap Ivory. "Kaum Primer sepertimu tak akan pernah tahu."

***

Aaron melemparkan dasinya dengan kesal.

Semenjak penanaman detector sialan itu di lengan kanannya, bagian itu tak hentinya berdenyut hebat. Ia bahkan nyaris oleng saat mengemudikan mobilnya karena menahan sakit. Baru kali ini semenjak dua puluh enam tahun hidupnya ia merasakan sakit.

"Ah, sial! Pegal sekali."

"Apanya yang pegal?"

Lantunan semerdu nyanyian dewi itu sukses menghapus kernyitan di dahi Aaron. Dengan sangat nyaman, sepasang lengan kurus nan mulus melingkar di pinggulnya dan memeluk pria berpunggung lebar itu dari belakang. Sosok di belakangnya itu bahkan menempelkan pipinya pada bahu Sang Pria dan bergelayut manja.

"Kenapa kau pulang cepat? Ku pikir masih sekitar satu jam lagi sebelum kau tiba."

Aaron tersenyum lebar. Rasa nyerinya sedikit terkikis oleh lembut suara Sang Pujaan Hati yang seolah membalurkan obat di lukanya. Ia tersembuhkan hanya dengan suara lembut kekasihnya.

"Mereka baru saja memasang detector di lengan kananku. Rasanya pegal sekali," adunya dengan nada manja. Aaron mengerucutkan bibirnya merajuk.

"Mana coba ku lihat."

Joy, kekasih Aaron, dengan gerakan selembut sutera menarik lengan lelakinya dan memeriksa memar biru yang timbul akibat penanaman detector. Ia mengusapnya berulang-ulang searah jarum jam lalu mengecupnya. Joy kemudian melemparkan seulas senyum untuk menenangkan hati Aaron.

"Ku rasa sudah lebih baik," ucap Joy riang. "Bagaimana pertemuanmu dengan calon pasanganmu?"

Aaron mengangkat bahunya tanda tak tahu. "Entah lah. Ku rasa tak terlalu baik. Ia menghilang di tengah acara dan aku tak bisa menemukannya. Jadi ya, aku pulang duluan."

Joy mengembuskan napas dengan berat. "Aku benci memanggilnya sebagai calon pasanganmu," gumamnya sedih. "Tapi tak apa. Toh hanya setahun. Setelah itu kau akan menikahiku kan, Sayang?"

Aaron menarik tengkuk sang wanita dan mengecup bibirnya pelan. Dengan penuh perasaan pria itu melumat bibir bawah kekasihnya. Ia memagut bibir itu beberapa kali sebelum menjauhkan kepalanya.

"Tentu saja aku akan menikahimu, Sayang," ucapnya penuh keyakinan. "Ini hanya sementara."