Sambutan riuh membawa Ivory untuk ikut bertepuk tangan seadanya. Ia menemukan seseorang yang berdiri di atas podium dengan tatanan rambut yang luar biasa keren. Giginya yang putih, bersinar kala ia tersenyum terlalu lebar. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Hadid.
"Bagi para peserta Copulation yang pertama kali mengikuti acara ini, saya ucapkan selamat datang! Dan para peserta Copulationyang sudah pernah mengikuti acara luar biasa ini, selamat datang kembali! Nikmati malam penjamuan dari tuan rumah yang luar biasa baik hatinya ini, dan kenali pasangan kalian sebelum acara resmi dibuka!"
Riuh suara orang-orang di sekitarnya semakin membuat Ivory frustasi. Netranya menatap liar pada orang-orang yang bertepuk tangan heboh di depannya. Ia menggigit bibirnya dan mencubit pahanya kuat-kuat agar tidak lari dari ruangan itu.
"Sekarang, saya akan memanggil masing-masing pasangan untuk saling bertemu dan mengenal—"
Ivory melirik dengan gusar. Berada tak jauh dari atas podium, berdiri beberapa pria dan wanita yang tersenyum congkak ke arahnya. Ralat, ke arah para peserta Copulation dari Kaum Sekunder. Mereka adalah Gen E, Kaum Primer, yang mendaftar Copulation tahun ini. Beberapa dari mereka mengangguk bak menyetujui perkataan pembawa acara.
Mata Ivory menatap barisan para pria tua berbadan buncit yang merokok dari cerutu mahal mereka. Pria tua itu terlihat mengerikan. Ia tak henti berdoa supaya Aaron Magnifico bukan lah salah satu dari pria berbuncit itu.
"Hiro, Lee!"
Nama peserta Copulation yang pertama kali disebutkan adalah seorang laki-laki. Lelaki bernama Hiro Lee itu lantas berdiri dari duduknya. Terlihat jelas jika ia cukup ketakutan kala dipertemukan dengan pasangan Copulation-nya, seorang wanita dewasa dengan dandanan yang bisa dibilang menor dari Kaum Primer.
"Megan, Kara!"
Kini Megan, sahabatnya, berdiri dan menghampiri pasangan yang disebutkan oleh Hadid. Tak disangka, pasangan Megan adalah seorang lelaki berparas tampan yang Ivory perkirakan berusia pertengahan tiga puluhan. Ivory menelan ludahnya. Cukup beruntung juga Si Megan, pikirnya.
"Kelana, Ivory!"
Namanya dipanggil.
Ivory berdiri dengan takut-takut. Dengan kaki yang bergetar hebat, ia mencoba berjalan mendekati Hadid. Setelah berada di posisi yang ditentukan, di sisi podium, ia melirik ke si pembawa acara yang tersenyum menenangkan ke arahnya. Tak lama kemudian, Hadid memanggil nama Aaron Magnifico dengan lantang.
"Magnifico, Aaron!"
Salah seorang dari kerumunan pria tua itu perlahan menampakkan dirinya. Ia berjalan turun dari tempatnya berdiri bersama koloninya. Ivory menahan napas saat melihat sosok itu berjalan ke arahnya.
Tidak. Ia tak memiliki perut buncit seperti pria lain. Tubuhnya begitu ... proporsional.
Pria itu jauh lebih tinggi darinya. Ia mengenakan setelan kemeja hitam bermotif polkadot samar yang dipadupadankan dengan jas bermotif garis-garis abu sederhana. Celana hitamnya selaras dengan sepatu hitam mengkilatnya yang Ivory yakin pasti harganya setara dengan gajinya bekerja selama lima tahun penuh.
Pria itu berwajah tampan.
Ivory harus mengakui jika pria itu sangat tampan. Rambut dark brown-nya yang dibiarkan tertiup oleh angin yang entah datangnya dari mana sungguh membuat Ivory terpana. Pria itu memiliki sepasang mata berwarna amber yang indah, dengan bulu mata lentik dan alis tebal yang semakin mempertegas bingkai wajahnya.
Ivory memperhatikan pasangannya dengan saksama. Aaron Magnifico memakai masing-masing tiga buah piercing di telinga kanan-kirinya. Sebagai sentuhan akhir, pria itu tak lupa menyematkan sunglasses trendy di perpotongan kerah kemejanya. Ia juga mengenakan jam tangan bermerk yang sudah pasti harganya selangit.
Singkat kata, Aaron Magnifico sungguh memesona.
Pria itu melemparkan smirk ringan pada Ivory, yang sukses membuat gadis berumur 20 tahun itu cengo untuk beberapa saat.
Setelah semua pasangan disebutkan satu per satu, Hadid kemudian berseru lagi dengan nada riangnya.
"Sekarang, selamat bertemu dengan calon pasangan kalian!"
Sedetik setelah sang pembawa acara mengucapkan kalimat itu, Aaron berjalan dengan santai mendekati Ivory. Ivory yang didatangi pria tampan itu membatu tak mampu bergerak sedikit pun. Ia hanya terdiam saat Aaron tersenyum simpul ke arahnya sembari mengangguk pelan.
"Ivory Kelana?"
Sungguh, Ivory begitu ingin menjawab iya dengan tegas, namun lidahnya terasa sangat kaku. Bibirnya membeku. Ia bahkan kesusahan bernapas hanya karena tatapan tajam dari sosok di depannya.
"Hei, benar kau Ivory Kelana?"
Ivory mencubit pahanya sendiri sebelum menjawabnya dengan anggukkan pelan.
"Ku rasa kau sudah tahu namaku. Aku Aaron Magnifico." Ia membungukkan tubuhnya pada Ivory.
Mata Ivory membola lebar. Kaum Primer yang bersikap sopan pada Kaum Sekunder saja sudah bisa dibilang langka. Apalagi yang mau membungkuk pada manusia rendah sepertinya...
"Ku mohon jangan membungkuk," ucap Ivory secepat mungkin. Ia menarik bahu Aaron agar kembali tegak seperti semula. Di detik itu pula ia menyadari kesalahannya.
"Astaga, maafkan aku!"
Aaron terkekeh pelan. Ia menepuk bahu calon pasangannya selembut mungkin. "Jangan meminta maaf. Menyentuhku bukan suatu kejahatan."
Ucapan dengan nada santai itu semakin membuat Ivory rikuh. Tidak biasanya Kaum Primer bersikap ramah terhadapnya. Hampir tidak ada yang seperti itu kecuali Roger.
"Jangan merasa tidak enak padaku. Sopan santun sudah diajarkan turun temurun dalam keluargaku."
Aaron tertawa lagi.
Ivory menyukainya.
Ia menyukai tawa renyah yang keluar dari bibir Aaron Magnifico. Ia menyukai deep voice Aaron. Ia terpesona pada lelaki itu.
"Ku rasa kita harus cari tempat duduk yang nyaman," ucap Aaron. "Bagaimana kalau di sana?" Ia menunjuk ke arah dua buah kursi di ujung ruangan.
Ivory mengangguk setuju dan berjalan mengikuti Aaron. Ia nyaris tersandung kakinya sendiri saat mengekori Aaron dari belakang. Saat sudah sampai di kursi yang dituju, calon pasangan Ivory itu menarik sebuah kursi untuk Ivory. Aaron lalu memesan minuman untuk mereka berdua.
"Bourbon whiskey, please."
Ia melemparkan senyumnya pada salah satu bartender cantik. Ivory yang duduk di sebelahnya bahkan sampai memiringkan kepalanya demi bisa melihat senyuman dari seorang Aaron Magnifico. Seolah terhipnotis, Ivory tak bisa menjauhkan pandangannya dari Aaron barang sedetik pun.
"Kau minum apa?"
Ivory menimang-nimang sesaat. Tak lama kemudian ia memutuskan, "Susu cokelat, boleh?"
Aaron tertawa lagi. Kali ini ia bahkan sampai menutup mulutnya dengan kepalan tangannya agar tidak terlalu mengganggu sekitar. Kaca matanya saja nyaris jatuh saking hebohnya dia tertawa. Ivory menatapnya bingung.
"Susu cokelat? Seriously? Tak pernah kah kau mencoba alkohol sebelumnya?"
Ivory menggeleng lemah. Ia memang berniat mencoba alkohol suatu saat, tapi tidak saat ini...
"Itu minuman terenak yang pernah ku minum dan aku sudah tak meminumnya dalam waktu yang lama. Jadi umm... boleh kah aku meminta susu cokelat?"
Aaron terkikik. Tangannya terulur tanpa aba-aba dan mengusap lembut surai hitam Ivory. Ivory terpaku. Tubuhnya menegang kala sentuhan tiga detik itu membuyarkan konsentrasinya.
"Ya ampun, lucunya…"
Lucu.
Aaron-tampan-wangi-dan-super-sopan-Magnifico itu menyebutnya lucu...
Ivory tersipu.
"Chocolate Milk, please," pesan Aaron pada bartender.
Pada akhirnya Aaron memesan apa yang Ivory inginkan. Setelahnya Aaron memutar kursinya dan menghadap tepat di depan Ivory. Ia mencoba memandang wajah Ivory yang menunduk secara otomatis. Tertangkap basah tengah menatap Aaron adalah hal yang memalukan bagi Ivory.
"Jangan menunduk, Ivory." Aaron Magnifico menyentuh dagu Ivory dan mendongakkannya perlahan-lahan.
Sial bagi Ivory karena sungguh, saat ini jantungnya terasa akan copot saking gugupnya. Ivory tersenyum simpul atas perlakuan calon pasangannya. Gugup dan sipu berpadu menjadi satu.
"Senyum coba."
Ivory bingung kenapa mendadak ia diminta untuk senyum. Akan tetapi, dengan patuh ia tersenyum singkat sebelum kembali menghapus senyuman itu dari bibirnya. Ia gugup sekali dipandang sebegitu intensnya oleh Aaron.
"Aku tidak salah lihat. Kau memang punya gummy smile ternyata."
Ivory buru-buru mengatupkan mulutnya. Ia bahkan tak sadar jika membuka mulutnya saat tersenyum. Apa itu artinya sedari tadi Aaron memperhatikannya?
"Kau manis."
Pipi Ivory terasa panas. Gadis itu yakin saat ini wajahnya sudah semerah apel. Napasnya sedikit tersengal meski pun ia tidak berlari. Detak jantungnya meninggi. Tangannya terasa dingin namun anehnya, ia merasa terbakar.
Dua kata itu membakar tubuhnya. Calon pasangannya menganggapnya manis. Ditambah senyuman Aaron yang lebar saat menatap wajahnya membuatnya tertegun. Ivory tak pernah menyangka jika orang seperti Aaron Magnifico lah yang akan menjadi calon pasangannya. Bukan pria tua yang kasar, melainkan pria tampan yang sopan dengan senyum menawan.
Boleh kah Ivory merasa bahagia?
"Mengingatkanku pada seseorang."
Ivory mengernyitkan keningnya. Pandangan Aaron menerawang menembus matanya.
"Siapa itu?" tanya Ivory takut-takut.
'Bahkan saat melamun pun ia terlihat seperti pangeran.' Ivory membatin dalam hatinya.
Aaron menjawab pertanyaan Ivory dengan wajah yang lebih cerah dari pada sebelumnya.
"Kekasihku. Namanya Joy. Ku rasa setelah Copulation ini selesai, aku akan menikahinya."
Senyum di bibir Ivory perlahan pudar, berbanding terbalik dengan Aaron yang tersenyum lebar.