Langit?
Nama lelaki ini adalah Langit?
"Em, sepertinya kamu harus segera ke rumah sakit. Luka di lengan kamu cukup parah. Kalau tidak segera diobati Dokter bisa infeksi."
Melihat luka sayatan yang cukup dalam, Senja tak yakin jika pertolongan pertamanya tadi bisa bertahan lama.
Bahkan dari pengalaman yang Senja alami, luka seperti itu bisa saja memerlukan jahitan. Senja hanya tidak mau luka lelaki ini semakin parah.
"Ssshh!"
"Kamu bawa ponsel?"
Lelaki itu menggeleng.
Duh, rumit kalau seperti ini.
Oh, atau jangan-jangan para pria tadi baru saja merampok lelaki ini. Dan setelah mendapat apa yang mereka mau, lelaki ini dibuang di bukit? Tapi, kenapa mereka mencari lelaki ini tadi? Atau mereka berubah pikiran dan ingin melenyapkan lelaki ini.
Secara lelaki ini akan melapor pada polisi dan mereka bisa saja tertangkap.
Hem, pikiran Senja melalang buana.
"Mereka tadi pencopet?"
Bukannya menjawab lelaki ini justru terus memekik kesakitan.
Senja jadi tidak tega untuk bertanya lebih jauh.
Oh, KTP?
Pandangan Senja turun ke celana lelaki ini. Dia memberanikan diri untuk meraba di saku bagian depan. Tenang! Tidak akan sampai ke tengah kok.
Tidak ada!
Saku itu kosong.
Kini Senja beralih pada saku jaket yang digunakan lelaki ini. Sekali lagi di sana juga kosong.
Hal ini membuat dugaan Senja, jika lelaki ini korban copet semakin kuat.
Jadi, Senja harus bagaimana. Semua identitas dan cara untuk menghubungi pihak keluarga dari lelaki ini, tidak ada.
Atau Senja lapor pada pak RT saja?
Ya, mungkin hal itu yang bisa Senja lakukan sekarang.
Senja berdiri dan akan menuju ke pintu kalau saja tangannya tidak ditahan oleh lelaki ini.
"Ja-ngan pergii!" Katanya terbata.
Wajah yang merintih kesakitan itu membuat Senja tak tega meninggalkannya.
Akhirnya, Senja mengurungkan niatnya. Tapi pikiran Senja kembali berubah, bagaimana jika terjadi sesuatu dengan lelaki ini. Nantinya Senja akan terseret pada masalah yang besar.
Senja melepaskan tangan dingin lelaki ini. "Saya harus minta bantuan. Jadi kamu bisa dibawa ke rumah sakit."
Gelengan kepala lelaki itu membuat Senja mengernyit.
"Kenapa?"
"Biarkan, aku di sini. Aku janji akan berta-han." Meski diucapkan dengan terbata, Senja masih bisa mengerti ucapannya.
Pikiran Senja berperang. Bagaimana kalau terjadi sesuatu, dan Senja terseret. Tapi wajah lelaki yang terbaring di sini seakan meyakinkan Senja kalau dia bisa bertahan.
"To-long."
Senja mengangguk. Dia tidak bisa menolak lagi.
"Tapi kamu harus janji sama saya. Kalau ada sesuatu yang terjadi, jangan bawa saya. Saya tulang punggung di keluarga ini."
Sebenarnya, Senja sudah terlibat sejak melihat tubuh lelaki ini di bukit. Tapi otak bodohnya tetap menyuruh Senja untuk mengikuti isi hatinya.
"Sa-ya janji."
***
Senja terusik dalam tidurnya saat mendengar suara Rifki.
"Astagfirullah!" Senja berdiri seraya mengusap wajahnya pelan.
Astaga, pasti bocah itu bingung mau masuk ke rumah karena pintu depan, Senja kunci.
Sebelum keluar kamar sang bapak, Senja menatap ke arah lelaki yang berbaring di kasur terlebih dahulu.
Dia terlihat tidur tapi juga bibirnya tampak pucat.
Senja menepuk jidatnya kala mengingat sesuatu. Bahkan saking paniknya, Senja lupa memberikan air minum.
Baiklah, Senja akan ke luar menemui Rifki dan kembali dengan air minum.
Langkah Senja berjalan ke pintu. Dia membuka di sana dengan gerakan pelan. Suara Rifki memanggil dirinya semakin terdengar jelas.
"Mbak Jaaa!!"
Dok!
Dok!
"Mbak, Ja!"
"Buka pintunya, Mbak Ja!"
"Kok Rifki dikunci di luar sih!"
Haduh anak itu. Kenapa tidak bisa bersabar.
Senja buru-buru melangkah ke depan. Dia menghilangkan kunci pintu dan menemukan Rifki yang kini cemberut ke arahnya.
Sontak saja, Senja jongkok untuk menyamakan tingginya dengan Rifki.
"Maaf ya, anak ganteng. Mbak tadi ketiduran." Senja mengelus kepala Rifki pelan.
Dia menggendong Rifki dan membawa anak kecil itu ke dalam rumah. Tak lupa menutup pintu rumah dan menguncinya kembali, sebelum menutup pintu Senja memastikan apakah ada orang di luar sana selain Rifki.
Dan ternyata tidak ada orang.
"Kamu tadi pulang sendiri, Cil?"
Rifki hanya mengangguk. Bocah itu menenggelamkan wajahnya ke leher Senja. Meski rasanya geli tapi Senja tidak menghentikan kegiatan Rifki itu.
"Cil, sudah makan belum?" Tanya Senja. Dia melihat jam yang bertengger di atas dan di sana sudah menunjukkan pukul sepuluh. Astaga, Rifki bermain sampai larut malam seperti ini.
"Sudah, tadi sama Uti diambil in makan."
"Mau makan lagi enggak?"
"Enggak. Sudah kenyang."
"Okelah, cuci kaki terus tidur ya. Besuk sekolah loh, jam segini belum tidur. Alamat bangun kesiangan nanti." Senja membawa Rifki ke kamar mandi. Menyuruh bocah itu untuk buang air kecil, dan juga membasuk kaki serta tangan.
Konon katanya, kalau kita mencuci kaki sebelum tidur pada anak kecil, mereka akan tidur lebih lelap.
Selesai dari kamar mandi, Senja segera masuk ke kamar buyut dan menidurkan Rifki di sana. Setiap harinya mereka akan tidur di sini bersama simbok.
"Mbak Ja. Puk puk!"
Oalah, dalam mode manja inimah.
Disuruh puk puk punggungnya. Baiklah!
Beberapa menit, tangan Senja terasa pegal. Dia melihat mata Rifki yang sudah tertutup. Juga nafas Rifki yang kian teratur. Akhirnya, bocil kesayangannya ini tidur.
Sebelum pergi ke kamar sebelah, Senja menyelimuti Rifki. Tak lupa mencium dahi Rifki dan membelainya pelan.
"Mimpi indah, bocil."
Kini Senja beralih ke neneknya. Aman, nenek sudah tidur sejak selesai minum obat tadi.
Karena Rifki dan simbah sudah tidur, Senja bergegas keluar. Sebelum masuk ke kamar sebelah, Senja lebih dahulu mengambil segelas air hangat.
Selesai mengambil air untuk lelaki itu. Senja masuk kembali ke kamar bapaknya.
"Astagfirullah."
Lelaki itu menggigil di atas kasur. Senja tentu saja panik, dia segera mendekat dan meletakkan gelas berisi air hangat di atas meja.
"Ya Allah. Harus bagaimana ini?"
Senja bingung. Dia tak pernah menghadapi orang yang menggigil seperti ini.
Pasti ini karena efek dari luka yang ada di lengan lelaki itu.
Senja berusaha memutar otak. Dia mengambil ponsel yang ada di saku untuk mencari di internet, langkah dan pertolongan pertama pada orang yang menggigil.
Setelah Senja mendapat jawaban, dia langsung ke luar dan segera mencari baskom. Dia meletakkan air panas untuk mengkompres lelaki itu.
Kata internet, kalau ada yang menggigil, segera kompres di bagian ketiak atau lipatan tubuh lain.
Dengan telaten, Senja mengompres orang itu. Dia sampai tidak tidur karena mengompresnya.
Luka yang ada di lengan lelaki itu juga dibalut Senja dengan kain.
Darah masih merembes dari sana. Senja juga menggantinya dengan teratur.
Jadi malam itu, Senja tidak tidur dan sibuk mengurusi lelaki ini.