Chapter 6 - Masa Muda, Bagian 1

Esok harinya sebelum pergi ke sekolah, Icho pergi ke ruang penyimpanan rumahnya, memastikan Aron sudah pergi duluan, mengambil tali sekitar 5 meter dan memasukkannya ke dalam tas. Lalu dia mengenakan sepatu gunungnya.

Hari ini setelah sekolah Icho berencana untuk langsung pergi ke gunung lagi.

Setelah meraih sepedanya, Icho segera meluncur ke sekolah.

Benar meluncur, karena Icho tinggal di pinggir gunung, dan sekolahnya ada di dataran bawah sana, Icho selalu kecapaian menggowes ketika pulang karena jalannya menanjak dan membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Tetapi ketika berangkat hanya empat-lima kali gowesan saja, Icho bisa sampai sekolahnya dalam waktu 10 menit saja.

Di jalan, Icho menaiki sepedanya sambil termenung.

Mengenai sosok makhluk yang dia lihat.

Untuk sekarang mari kita namakan Blacky.

Dari imajinasi Icho, Blacky itu sepertinya campuran antara kuda dan burung. Kuda yang terbang itu menurut legenda bukannya namanya Unicorn ya?

Tetapi makhluk itu sangat berbeda dengan bayangan Unicorn yang Icho tahu. Unicorn itu dalam legenda itu berwarna putih, memiliki tanduk dan berbulu pelangi.

Tetapi Blacky itu lebih mirip seperti burung berkaki empat yang tubuhnya besar.

Setidaknya itu yang Icho bayangkan

Sayangnya Icho tidak melihat kepalanya. Kalau wajahnya mirip seperti burung, maka imajinasi Icho tepat. Tetapi bagaimana kalau wajahnya itu malah mirip kuda, atau bahkan binatang lain seperti singa, serigala atau ikan.

Hhhh Icho tidak mau membayangkannya.

Lalu asal mereka.

Surga.

Apa tempat seperti itu beneran ada?

Icho bukanlah orang religius. Dia tidak menganut agama apapun dan orang di sekitarnya juga sama.

Tapi setidaknya Icho paham pengetahuan dasar terkait agama.

Surga adalah tempat dimana arwah orang meninggal akan pergi. Dan juga tempat dimana Tuhan dan malaikat tinggal.

Itu adalah penjelasan umum terkait dengan surga.

Tapi bagaimana kalau sebenarnya kenyataannya tidak begitu.

"Surga ya..."

Icho tidak menyadari di depannya ada perempatan dan ada sebuah truk hitam sedang melintas di sana.

Mobil itu membunyikan bunyi klakson dengan kencang yang membuyarkan imajinasinya.

Sekuat tenaga Icho memberhentikan sepedanya.

Tapi sayangnya tidak berhasil.

Syukurlah bukan luka parah.

Kepala Icho terjedut truk itu dan keluar darah dari dahinya.

Sambil meringis kesakitan, Icho melihat mobil yang dia tabrak.

Truk kecil dengan warna hitam pekat. Icho tidak pernah lihat mobil di sini.

"APA YANG KAU LAKUKAN, BOCAH!"

Seorang laki-laki keluar dari mobil itu dengan sangat marah. Tubuhnya tinggi, mungkin 180 cm, memakai topi hitam dan yang paling aneh dia mengenakan jas hujan.

"KALO JALAN JANGAN MELAMUN SIALAN!"

"Saya mohon maaf sebesar-besarnya pak. Saya tadi sedang melamun jadi tidak fokus"

Icho segera menundukkan badannya. Dia tahu kalau dia tidak segera minta maaf, masalah ini tidak akan kelar.

"LIHAT INI, ADA BARET DISINI. LU HARUS GANTI INI!"

"Ma-maaf pak, saya tidak memiliki uang untuk bisa menggantinya"

"HUBUNGI ORANG TUA LU UNTUK GANTI INI!"

Gawat, masalahnya bertambah panjang.

"Ma-maaf pak, saya hanya tinggal bersama kakak sekarang. Saya tidak memiliki ibu dan ayah saya sedang pergi kerja ke tempat yang jauh"

"HAH?! EMANG GUA PED- Tunggu, tadi lu bilang apa?"

"Eh? Aku sekarang tinggal dengan kakak-"

Belum sempat Icho menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu terlihat terkejut dan langsung menyela.

"Bocah, nama lu siapa?"

"Na-nama? Kenapa bapak ingin tahu?"

"Udah cepetan apa!"

"Icho Regald"

Lelaki itu terlihat semakin terkejut. Menyadari ekspresinya keluar di wajahnya, lelaki itu sedikit berdeham lalu merogoh kantongnya.

"Begitu ya, ini gunakan untuk tutupi lukamu"

Lelaki itu memberikan sebuah plester luka bermotif hati. Sangat kontras dengan penampilannya.

"Lupakan saja tadi soang ganti ruginya. Dan bukannya lu lagi mau berangkat sekolah? Cepetan sana sebelum telat"

"Ba-baik pak!"

Lalu lelaki itu kembali ke dalam mobilnya.

Baiklah kalau begitu, dan Icho kembali menaiki sepedanya.

Sebelum pergi lelaki itu berbicara dari dalam mobilnya.

"Bocah! Sebentar lagi akan turun hujan lebat. Jangan keluar rumah saat waktunya datang"

Tidak ada satupun yang menarik dari Sekolah Menengah Atas Ekasia Selatan 2 tempat Icho bersekolah. Gedung biasa, fasilitas biasa, klub biasa dan hasil ujian murid disini juga biasa. Karena sekolah ini hanyalah tempat buangan dari mereka yang tidak lolos di SMA Ekasia Selatan 1.

Tetapi Icho bukan anak buangan. Sejak awal dia milih sekolah.

Karena menurutnya sekolah manapun sama saja, yang paling penting adalah teman yang ditemukan di dalamnya.

Icho Regald bukanlah siswa yang populer di sekolahnya.

Wajahnya biasa saja, nilai ujiannya selalu di sekitaran angka 80, dan dia bukan pemain inti di klubnya.

Tetapi Icho mempunyai teman terbaik, yang selalu menerimanya mau seaneh apapun dia.

Dua teman terbaik yang dimilikinya.

Meskipun dia datang telat, kepalanya penuh darah, dan masuk kelas langsung pingsan mereka tetap mau menjenguknya di Unit Kesehatan Sekolah.

Mereka berdua adalah Rudy Ernick dan Adel Fugo.

"Oi Icho, hal aneh apa lagi yang kau lakukan sekarang?"

Rudy memiliki tubuh yang tinggi untuk anak SMA kelas 1 yaitu 175 cm, rambut yang berantakan dan tubuh yang kekar tersembunyi di balik bajunya.

Seorang anggota di klub lari sudah sejak SMP, Rudy seakan dilahirkan untuk menjadi seorang atlit. Selalu aktif latihan lari setiap harinya, Rudy bercita-cita bisa mengikuti lomba lari nasional. Tetapi karena itu Rudy lupa dengan belajarnya dan masuk ke sekolah ini.

"Gapapa Icho?"

Adel berparas cantik dengan rambut coklat bergelombang sebahunya, tinggi sedang dan tubuhnya agak sedikit "besar" yang mungkin menarik bagi kaum laki-laki.

Meskipun masih kelas 1 Adel sekarang sudah menjadi anggota OSIS. Mempunyai karisma dan mudah akrab dengan siapapun yang membuatnya bisa keterima dengan cepat di OSIS.

"Hah? Kenapa kau menggangap aku melakukan hal aneh lagi Rudy"

"Bukannya itu yang selalu kau lakukan kan?"

"Benar Icho, nanti aku temenin deh kalau kamu mau minta maaf ke kak Aron"

"Tolong jangan lakukan itu Adel, kumohon"

"Pfftt hahaha, kau benar-benar takut dengan kak Aron itu ya. Padahal menurutku dia orang yang hebat lho. Dia juara 1 kan di lomba memanah tahun kemarin"

"Iya Icho, kak Aron itu sudah ganteng, pintar, baik terus juga jago olahraga. Sayang banget ya dia udah punya pacar"

"Kalian tidak tahu dia saja kalau marah seperti apa. Seperti iblis dari neraka. Bhhh ngeri"

Yah seperti ini lah keseharian kami. Meskipun mereka memuji Aron dibanding Icho di depan, pada kenyataannya mereka lebih memilih bersama Icho daripada Aron.

"Jadi, kenapa kau terluka seperti itu?"

Rudy melihatnya dengan wajah serius. Icho menceritakan pengalaman yang dia alami tadi, kecuali kalimat terakhir yang diucapkan lelaki itu.

"Truk hitam ya, memang benar aku tidak pernah lihat mobil seperti itu disini, tetapi palingan dia cuman numpang lewat ke kota ini saja kan?"

Rudy menjawabnya dengan ekspresi bingung sambil menggaruk kepalanya. Seperti biasa Rudy memang bukan ahlinya di bidang seperti ini.

"Tetapi kenapa dia memakai jas hujan di dalam mobil ya, itu aneh"

"Palingan dia habis kehujanan terus lupa melepaskannya kan"

"Hmmm..."

Suasana jadi diam. Mereka benar-benar khawatir dengan Icho takutnya dia bertemu dengan orang yang berbahaya. Icho memahami itu dan dia tidak ingin membuat mereka berdua jadi khawatir.

"Yah sudahlah itu sudah berlalu. Yang penting sekarang, kepalaku sudah tidak begitu sakit, jadi aku bisa masuk kelas lagi"

"Oh syukurlah. Ayo balik ke kelas"