Chapter 12 - Di Balik Langit, Bagian 2

Di rumah aku bertemu dengan Aron. Dia melihatku dengan tatapan marahnya, seperti biasa

"Dimana makanannya?"

Oh iya aku lupa telah memberikan semuanya ke Evelyn dan Isla.

"Maap, aku habisin semuanya"

"..."

Aron adalah orang yang pintar bahkan bisa dibilang genius, kebohonganku seperti ini saja pasti bisa diketahui olehnya.

"Hmm yah sudahlah"

Mengejutkannya Aron sama sekali tidak marah padaku. Dilihat dari ekspresinya dia benar-benar menahan amarahnya.

Sepertinya dia sekarang benar-benar tidak peduli denganku. Aku senang sih karena akhirnya aku bisa bebas tapi di dalam hatiku yang terdalam aku merasa sedikit kesepian. Maksudku dia adalah satu-satunya saudara yang kumiliki dalam hidupku. Meskipun hubungan kita tidak begitu baik tapi kalau saling mengabaikan padahal satu rumah yah kesepian juga.

Aku kembali ke kamarku dengan perasaan yang acak-acakan.

Aku tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Di saat seperti ini ada satu hal yang membuatku senang. Aku merogoh ke dalam bajuku, mengeluarkan dari dalam kerah Bronny's Note.

Aku mulai membalik-balikan halaman. Semua hal yang pernah terjadi dalam hidupku sampai saat ini aku tulis semua disini.

Yah tidak semua juga sih. Mulai dari tahun lalu aku berhenti menggunakannya, makanya aku simpan di dalam laci. Alasannya adalah janjiku yang kubuat pada Aron untuk hidup normal yang sekarang sudah kulanggar. Tidak ada hal yang menarik juga sih dalam satu tahun terakhir ini jadi tidak masalah.

Catatan pertama yang kubuat adalah pada waktu 10 tahun. Awalnya hanya coret-coretan dari apa yang terjadi setiap harinya. Lalu lama kelamaan buku catatan kecil ini menjadi semacam jurnal hidupku.

Dari 10 tahun 13 tahun Bronnys's note isinya hanya petualangan aneh yang kulakukan sendiri. Tapi setelah itu isinya berubah sejak aku mulai masuk SMA. Saat itulah aku mulai berteman dengan Rudy dan Adel. Isinya menjadi hal apa saja yang kulakukan bersama mereka.

Misalnya ketika kita pergi bermain ke taman kota, makan di toko jajanan, menghabiskan waktu seharian mendengarkan radio. Itu semua adalah hal yang pertama kali kulakukan.

Sebelumnya aku sudah cukup senang berpetualang sendirian. Bisa melakukan apapun bebas semauku. Tapi semenjak aku punya teman pertama kali aku merasakan hal ini.

Kesepian.

Sendirian ternyata itu membuat hati kesepian. Tidak punya teman itu ternyata menyakitkan.

Apa dia juga merasakan hal yang sama...?

Apa Evelyn juga merasakan kesepian?

Orang aneh sepertiku saja bisa merasakan kesepain, jadi aku merasa Evelyn bisa merasakan kesepian juga. Terlebih sekarang dia berada di hutan gelap kelam menyeramkan seperti itu.

Memang dia ada Isla di sisinya, tapi apa keberadaan Isla saja bisa menghilangkan perasaan kesepiannya.

Setidaknya kalau aku, tidak ada teman ngobrol yang menemaniku di dalam hutan gelap tidak hanya kesepian tapi aku juga pasti ketakutan.

Hatiku jadi merasa tidak nyaman karena memikirkan ini. Perasaan apa ini?

Berbeda dengan jika aku sedang ingin tahu suatu hal, hatiku dipenuhi dengan perasaan harap tidak sabar ingin segera menemukan jawabannya.

Sekarang hatiku dipenuhi perasaan cemas, gelisah dan gregetan. Sepertinya aku khawatir dengan Evelyn.

Baiklah aku adalah lelaki yang bergerak mengikuti perasaan dan kata hatiku.

Kalau dibiarkan seperti ini aku tidak bisa tidur dengan lelap.

Lalu aku mengambil jaket dan lompat dari jendela.

Karena aku pernah melakukan ini sebelumnya, aku sudah terbiasa berjalan masuk ke dalam hutan di malam hari. Dan karena terbukti tidak ada binatang berbahaya di dalam hutan ini, aku juga sudah tidak takut.

Hm? Isla itu termasuk binatang berbahaya tidak ya?

Awalnya dia memang berniat menyerangku tapi sekarang karena aku sudah mengenal dengan Evelyn apa dia sudah tidak menganggapku sebagai musuh lagi?

Entahlah aku tidah tahu. Masih banyak yang ku tidak mengerti dari mereka berdua itu. Evelyn sepertinya membenciku juga.

Bagaimana bisa mendapatkan kepercayaan dari Evelyn? Satu-satunya cara yang kupikirkan adalah menunjukkan bahwa aku bukanlah musuh dia. Cara ini mungkin tidak berhasil tapi layak untuk dicoba.

"Hm?"

Aku menyadari suasana malam hutan ini cukup berbeda dengan terakhir kali aku kesini. Sebelumnya ada aura mengerikan yang rasanya mencekik lehernya, sepi tidak ada hawa kehidupan apapun. Tapi sekarang terasa lebih hidup. Aku bisa mendengar suara burung hantu, beberapa binatang berkeliaran mencari makan.

Syukurlah kalau sudah kembali normal.

Tapi kenapa sebelumnya memiliki aura seperti itu ya?

Hmm..

Selagi aku tenggelam dalam pikiranku sendiri, aku telah menuruni tebing.

"Apa yang kamu lakukan disini?"

Di dalam gua yang gelap Evelyn duduk melihatku. Dan di sebelahnya terdapat Isla tertidur dengan posisi yang sama seperti tadi siang.

"Apa kamu dengar aku, manusia!?"

"Eh iya aku dengar"

"Apa kamu tuli? Apa kamu pikun? Apa kamu bodoh? Bukannya sudah kubilang aku tidak butuh bantuanmu lagi kan"

"Tentu saja aku ingat. Aku hanya merasa kamu kayanya kesepian berada di hutan gelap seperti ini, makanya aku datang untuk menemani kamu"

"Haa!?"

Aku merasakan tekanan udara yang kuat datang dari dalam gua.

Datang! Evelyn menyerangku dengan angin lagi. Aku segera menundukkan badan untuk segera meraih apapun yang ada di tanah. Tapi tidak ada apapun yang bisa kujadikan sebagai pegangan.

"Uwahh!?"

Sekali lagi aku terlempar oleh angin tersebut. Dan sekali lagi aku bersyukur tanah disini lembut.

"Hentikan ini, bocah! Apa kamu tidak mengerti, aku ini bukan manusia! Aku ini adalah musuhmu, musuh umat manusia! Kalau tidak terluka seperti ini aku pasti akan membunuhmu!"

Musuh ya

"Memang benar aku tidak tahu sebenarnya makhluk apa kamu itu, dan aku tidak mengerti situasi apa yang kuhadapi sekarang ini. Aku juga memahami kalau kamu mungkin saja adalah makhluk yang berbahaya"

"Kalau begitu—"

"Tapi! Aku tidak menganggap kamu sebagai musuh!"

"..."

"Kalau aku tidak memahami sesuatu maka yang perlu kulakukan hanyalah belajar. Belajar, memahami dan mengerti. Aku sama sekali tidak mengerti dengan kamu, Evelyn. Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu bilang atau situasi apa yang kamu hadapi sekarang"

"Berisik, Berisik! Ini tidak ada hubungannya dengan kamu!"

Dia masih saja menolaknya. Ini sedikit memaksa tapi mau bagaimana lagi.

"Kalau begitu aku ingin ada hubungannya dengan kamu! Aku ingin ikut campur dengan urusan kamu! Evelyn, apa kamu mau jadi te-!"

Belum sampai aku menyelesaikan kalimat yang ingin kusampaikan, angin bertiup dari dalam gua lagi. Tapi ini lebih kencang dari sebelumnya, belum sempat aku bereaksi aku sudah terlempar jauh.

"Gah!"

Kepalaku terjedut dengan pohon besar dan aku kehilangan kesadaran.