Setelah bel pulang sekolah, Icho segera menuju parkiran sekolahnya dan mengambil sepeda. Icho sengaja tidak bertemu Adel dan Rudy lagi, takutnya mereka berdua akan berubah pikiran.
Dalam perjalanannya, Icho sempat melihat-lihat sekitar barangkali dia menemukan truk hitam itu lagi. Tapi sayangnya dia tidak menemukan dimanapun.
Setelah 20 menit mengayuh sepedanya menaiki tanjakan, Icho melewati rumahnya. Kelihatannya kakaknya belum pulang ke rumah, syukurlah.
Lalu 5 menit berikutnya Icho sampai ke hutan. Dia memakirkan sepedanya di sembarang tempat lalu segera berlari ke dalam.
Hal yang pertama Icho lakukan ketika masuk hutan bukan untuk mencari makhluk setengah kuda setengah burung, bukan juga untuk turun dari tebing untuk mencarinya, tapi untuk mencari teman rubahnya, yaitu...
"Bronnyyy! Bronny!"
Hutan sore ini sangat berbeda dengan malam kemarin. Tidak terasa aura mencekam yang bisa membuat perut mual. Icho menghirup udara yang segar dan terasa ada aura kehidupan.
Beberapa menit, terdengar suara gemerisik rumput dan suara gonggongan lucu seakan campuran suara anjing dan kucing.
Itu Bronny. Seekor rubah merah dengan bulu warna kecoklatan. Warna merah bulunya hilang karena sering bermain di siang hari. Ukuran badannya kira-kira dua kali lipat dari ukuran kucing rumahan. Dan bagian badan yang paling Icho suka darinya adalah ekornya. Panjangnya bisa mencapai setengah dari badannya dan sangatlah lembut Icho tidak pernah bosan mengelusnya.
"Yosh yosh yosh"
Bronny langsung melompat ke arah Icho. Sepertinya Bronny sangat senang bisa ketemu lagi.
"Kamu gapapa Bronny?"
Bronny menjawabnya dengan jilatan di pipi.
"Baiklah sialan, kamu yang mulai ya!"
Icho membalasnya dengan kelitikan di perutnya. Bronny menggeliat-liat mirip cacing kepanasan cahaya matahari. Dan dia juga mengeluarkan suara "Kekikiki" mirip tertawa manusia.
Udah bosan dengan kelitikan, Bronny menggigit tangan Icho dengan mulutnya yang dipenuhi gigi runcingnya.
"Aw!"
Tentu saja bukan gigitan beneran seakan mau dimakan tangannya, tapi hanya gigitan ringan mirip anjing ketika bertemu mainan kesukaannya.
"Owh boleh juga ya, gantian"
Icho mengelus-elus ekornya yang lembut itu. Bronny yang keenakan dengan elusan itu mengeluarkan lidahnya dan sepertinya dia mengeluarkan suara dengkuran mirip kucing ketika dielus manusia.
Bronny ini beneran binatang campuran anjing dan kucing ya.
Mendengkur seperti kucing, tetapi tingkahnya seperti anjing.
Jangan-jangan dia jenis binatang yang sama seperti Blacky, binatang setengah kuda dan setengah burung yang dia lihat tadi malam?
Apa satu jenis makhluk bisa berkembang biak dengan jenis binatang lain yang sangat berbeda?
Ah sekarang bukan waktunya untuk mikirin itu.
Setelah puas bermain selama 20 menit lebih, Icho akhirnya ingat dengan tujuan dia kenapa pergi ke hutan.
"Oke Bronny, waktunya bermain telah selesai"
Icho melepaskan Bronny dari pelukannya dan berjalan masuk lebih ke dalam hutan.
Tetapi Bronny tetap mengikutinya dari belakang.
Yah gapapa lah, lagian dia ga bisa turun dari tebing.
Akhirnya Icho sampai juga di ujung hutan Ekasia Timur, dengan sebuah tebing di bawahnya yang tingginya lebih dari 10 meter. Kalau di bawahnya ada sungai Icho berani saja langsung lompat ke bawah. Sayangnya yang ada dibawah hanya tanah berbatu dan pepohonan.
Icho mengeluarkan tali yang dia bawa dari tas dan melempar tasnya ke sembarang tempat. Bronny yang ada di belakangnya kaget karenanya.
Icho lalu mengikatkan ujung tali ke salah satu pohon yang terlihat kokoh di dekatnya dan mengikatkan ujung lainnya yang mengitari daerah sekitar selangkangan dan pinggulnya dan membuat ikatan agar tubuhnya tidak langsung ke tanah dan patah tulang. Dia mempelajari teknik ini dari salah satu buku yang dia baca di perpustakaan bawah tanah.
Setelah memastikan ikatan kedua ujungnya kuat, Icho perlahan-lahan menuruni tebingnya.
Dia melompat turun dari satu batu ke bebatuan lain sambil tetap memegang erat talinya.
Di tengah lompatannya dia melihat wajah Bronny melihat kepergiaannya dengan wajah murung dan mengeluarkan suara "uuu..."
"Jaga tas aku ya Bronny"
Setelah beberapa lompatan Icho penuh tegangan dan adrenalin, Icho akhirnya sampai di dasar tebing.
"Aw aw aw aw"
Icho merasakan rasa sakit dari pinggul dan selangkangannya. Cara menuruni tebing seperti ini sangat tidak nyaman dan berbahaya yang normalnya hanya digunakan di saat darurat saja.
Tetapi sayangnya Icho tidak terlalu peduli dengan bahaya seperti itu.
Sambil menahan rasa sakitnya dia melanjutkan perjalanannya.
Hutan Ekasia Utara
Icho pernah kesini sekali waktu dia SMP, tetapi berbeda dengan sekarang turun menggunakan tali, pertama kali dia kesini karena terjatuh.
Dalam petualangan yang dia lakukan sewaktu kecil, dia masih tidak tahu seberapa besar dari hutan ini. Tergelincir karena tidak waspada, Icho langsung terjun begitu saja ke tebing.
Beruntung, sangat beruntung, sepertinya Icho menggunakan semua keberuntungan yang dia miliki seumur hidup, Icho tidak terjatuh langsung ke tanah tetapi tertahan ranting-ranting pohon.
Tetapi itu tidak membuatnya terjatuh aman tanpa terluka.
Icho mengalami patah tulang kaki dan retak tulang tangannya.
Dia tidak bisa bergerak selama berjam-jam dan hanya bisa meringis kesakitan. Untuk bisa melupakan rasa sakitnya dia terus memikirkan hal yang paling menyenangkan dalam hidupnya yaitu bermain dengan Bronny.
Akhirnya di sore hari warga kota datang untuk mencarinya dan menyelamatkannya. Dari cerita kak July sepertinya Aron yang pertama kali menyadari bahwa Icho mungkin saja tersesat di hutan dan terjatuh di dasar tebing.
Membutuhkan waktu setidaknya setengah tahun hingga akhirnya sembuh total dan Icho tidak masuk sekolah selama 3 bulan.
Sejak saat itu, Icho Regald sama sekali tidak kapok pergi ke hutan, tetapi dia kapok ketahuan kakaknya pergi ke hutan.
Karena kejadian itu Icho belum sempat untuk menjelajah tempat ini sama sekali.
Dari kelihatannya, tidak ada bedanya dengan Hutan Ekasian timur. Tetapi semakin ke dalam tanahnya semakin berlumut, dan entah kenapa daerah sekitar mulai berkabut.
Icho tidak bisa mengandalkan pandangan matanya.
Karena itu dia mengandalkan yang lain, yaitu jejak kaki di tanah.
Ada!
Icho menemukan sebuah jejak kaki lumayan besar dengan 4 cakar dan 4 kaki. Tidak ada burung yang bisa membuat jejak kaki sebesar ini dan tidak ada burung yang mempunyai 4 kaki.
Pasti Blacky.
Icho terus mengikuti jejak kaki ini, semakin dalam ke hutan. Jejak kaki ini tidak lurus ke depan tetapi malah berputar-putar. Sepertinya makhluk itu tidak tahu jalan keluar.
Setelah mengikuti cukup lama, Icho bertemu dengan dinding batu tinggi. Tebing lagi. Sepertinya ini adalah sisi lain dari tebing yang dia turuni. Di ujung dari jejak kaki ini Icho melihat sebuah gua di ujung batu itu.
Akhirnya sampai juga.
Aku merasakan ada aura makhluk hidup di dalamnya. Aku tidak bisa menjelaskan dengan detail bagaimana aku bisa merasakannya, aku sendiri juga tidak begitu paham, tetapi instingku mengatakan ada makhluk hidup di dalam itu.
Aku memelankan langkah kaki dan mendekati gua.
Sepertinya tanganku gemeteran.
Kakiku juga gemeteran.
Apa ini karena takut? Atau karena semangat? Aku sudah tidak tahu lagi.
Dalamnya gelap. Tetapi ada terlihat sedikit cahaya. Dua pasang cahaya kecil. Cahaya itu semakin lama semakin membesar.
Lalu tiba-tiba...
"KAAAAA!!"
Ada sesuatu keluar dari dalam gua. Icho reflek melindungi tubuhnya lagi dengan kedua tangannya.
BRUKK
Lagi-lagi aku terpental karena sundulan makhluk itu
Tetapi kali ini aku berhasil melihat jelas wujud dari makhluk itu.
Kepalanya burung, dengan bulu warna hitam dan paruh berwarna kuning keemasan.
Sesuai dugaan, dia setengah kuda setengah burung!
Saking senangnya tebakan aku benar, aku tidak sadar telah tersungkur di tanah.
Berbeda dengan sebelumnya dimana makhluk itu langsung lari setelah menyundul, makhluk ini tidak lari.. dia tetap ada di depan Icho.
Dia bersiap kembali menjulurkan kepalanya ke depan. Dia bersiap menyerang aku lagi. Tetapi kali ini tidak dengan kepalanya tetapi dengan paruhnya yang tajam itu.
Gawat!
Kalau sampai terkena itu, tubuhku bisa dipenuhi lubang.
Makhluk itu menerjang ke arahku dan aku segera lompat ke arah kiri. Tetapi kepalaku terkena sayap sisi kanannya.
BRUKK!
Tidak begitu sakit, tetapi bulunya yang tebal masuk ke dalam mulutku.
"Uhuk, Uhuk, Uhuk"
Aku batuk dan mengeluarkan semua bulu dari mulutku. Dari salah satu bulu itu aku melihat ada yang berwarna merah.
Lalu makhluk itu segera membuat ancang-ancang lagi untuk menerjang.
Mau nyerang lagi HA?
Tepat sebelum makhluk itu melompat lagi terdengar suara teriakan dari dalam gua.
"HENTIKAN ISLAA!"
Mendengar teriakan itu, Blacky-atau yang sepertinya nama aslinya adalah Isla- berhenti menyerang.
Aku menengok ke dalam gua, ada terlihat sosok seseorang.
Iya, seseorang, dari bayangan sepertinya dia adalah manusia.
"Siapa kamu?"
Tanya dia sambil keluar dari gua.
Seorang wanita dengan mengenakan pakaian semacam seragam bercorak hitam, wajahnya yang lusuh dan kotor, dan tubuhnya yang terlihat kurus kering. Tetapi itu semua tidaklah memikat mataku. Yang paling mencolok darinya adalah apa yang menempel di kepalanya. Rambutnya berwarna hijau berkilauan. Seperti batu permata zamrud yang pernah aku lihat di buku.
Cantik sekali.
"Hey, kamu dengar aku?"
Wanita itu berbicara dengan wanita yang serak. Apa dia kekurangan minum?
"Namaku adalah Icho Regald. Aku ada penduduk di sekitar sini"
"Untuk apa kamu datang kesini?"
"Aku melihat ada sesuatu terjatuh dari langit ke hutan ini kemarin, lalu aku datang kesini karena penasaran apa yang terjatuh itu"
"..."
Wanita itu terdiam. Dan di belakangku aku merasakan napas terhembus di kepalaku. Bisa tolong hentikan itu Isla, itu membuatku tidak nyaman.
"... itu saja alasan kamu?"
"Eh? I-iya"
Wanita itu menunjukkan ekspresi kesal. Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?
"Apa kamu juga yang datang menyerang Isla tadi malam?"
"A-aku tidak menyerang, dia yang menyerang duluan"
Hummph
Napas di belakang kepalaku semakin kuat dan semakin panas. Dan sekarang aku juga merasakan paruhnya juga menyentuh kepalaku.
"Sama siapa kamu datang kesini?"
"Aku datang sendirian"
"Kamu paham kan apa yang terjadi kalau bohong?"
Paruh binatang bernama Isla itu mengetuk-ketuk kepalaku sekarang
"Be-bener aku tidak bohong, aku datang sendirian saja"
"Baiklah, la-lu pertanyaaaan terakhirrrr...."
Tiba-tiba wanita itu berlutut. Napasnya yang berat sampai bisa aku dengar. Dan aku baru menyadari, ternyata wajah daritadi pucat.
"Oi, ada apa?"
"Ja-jangan... men-dekat.."
"Apa kamu sakit?"
Reflek aku bergerak mendekatinya. Aku khawatir dengan keadaannya. Tetapi wanita itu mengangkat tangannya ke arahku.
"JANGAN MENDEKAT!"
Entah kenapa aku merasakan angin berhembus dari arah wanita itu. Semakin kuat, semakin kuat hingga kakiku tidak bisa menahannya.
"Uwwaaahh?"
Aku terbang. Tidak, aku terdorong angin yang sangat kuat. Aku terlempar lumayan jauh.
"Aw!"
Wanita hijau itu lalu tersungkur di tanah. Isla yang tadinya ada di belakangku, segera berlari menuju wanita itu.
"Apa yang barusan terjadi?"
Tapi sekarang bukan waktunya mikirin itu. Wanita itu yang lebih mengkhawatirkan.
Aku segera berlari ke arah wanita itu. Isla yang ada disampingnya melihatku dengan tatapan yang sedih dan dia membiarkan aku untuk mengecek keadaannya.
Kagetnya ketika aku melihat punggungnya, bahwa ada banyak disana. Beberapa tusukan dari benda tajam, luka goresan yang cukup dalam, hingga sepertinya wanita ini sudah kehilangan banyak darah.
Hebat juga dia masih hidup sampai sekarang.
"Oi kamu Isla"
"Kaaa?!"
Isla menggeram padaku. Apa dia marah, apa dia sedih aku tidak paham.
"Aku akan pergi untuk mencari obat untuknya. Apa kamu bisa menjaga dia sampai aku kembali?"
"KAA!!"
Dia menggeram lebih keras sekarang,
Aku anggap itu sebagai jawaban iya.
Lalu aku segera berlari. aku memilih untuk pulang ke rumah.
Aku pernah membaca buku tentang obat-obatan di perpustakaan bawah tanah. Menurutku menarik makanya aku baca. Aku mengetahui tentang obat-obatan herbal yang bisa ketemu di alam bebas. Bisa saja aku masuk ke dalam hutan, berkeliling mencari tanaman herbal.
Tetapi aku memilih tidak melakukannya.
Aku mengetahui pengetahuan tentang ilmu obat-obatan, tetapi itu saja.
Aku paham betul bocah amatir seperti diriku ini mana bisa meracik obat dari tanaman yang aku temukan di hutan.
Karena itu aku segera berlari. aku memanjat tali dengan buru-buru sampai telapak tanganku penuh luka dan bahuku terasa sangat sakit.
Di atas tebing masih ada Bronny duduk dengan anteng tapi aku tidak punya waktu.
Aku segera mengambil tas sekolah yang penuh debu dan lanjut berlari. Sepertinya Bronny masih mengikutiku dari belakang tapi yah sudahlah.
setelah keluar dari hutan, aku mengambil sepeda dan segera mengayuh.
Sialnya, ketika aku sampai rumah aku melihat ada sepeda terparkir dan terlihat cahaya lampu menyala dari dalam.
Aron sudah pulang. Aku tidak bisa mengambil kotak medis yang disimpan di rumah. dia pasti bertanya abis dari mana aku pergi dan ga bakal bolehin aku untuk pergi ke hutan
Gimana nih gimana nih gimana nih.
Apa aku harus temui Adel dan Rudy.
Mungkin mereka masih di sekolah, atau di rumah juga tidak apa-apa, dan minta tolong ke mereka.
Tidak tidak tidak.
Aku tidak bisa membuat mereka makin khawatir. Dan ada kemungkinan kalau mereka mau ikut pergi ke hutan. Kalau itu terjadi akan ribet masalahnya.
Hmm. Pikirlah Icho Regald, pikirlah.
Siapa yang bisa diminta tolong tetapi tidak akan jadi masalah.
Ah!
Setelah 5 menit aku termenung di bangku sepeda, aku menemukan suatu solusi.
Orang itu pasti bisa!
Dan aku segera mengayuh sepedaku.