Mark berlari dengan napas tak beraturan. Ia mencari sosok tunangannya yang masih menunggunya di Dufan.
"Kamu dimana, Sayang?" tanya Mark khawatir.
Ia mengambil ponselnya untuk menelopon Keysa. Sayangnya, hanya jawaban dari operator yang menjawabnya. Mark mengacak rambutnya, ia merasa bersalah. Rapat yang seharusnya selesai dalam waktu satu jam, berubah menjadi tiga jam. Ditambah, ia harus berpamitan dengan rekan kerjanya yang akan ke Swiss. Mau tak mau, Mark dan Karin harus mengantar rekan kerja itu.
"KAY!" panggil Mark dengan suara kerasnya.
"KAYSA!" kali ini suara Mark lebih keras, sampai dirinya menjadi pusat perhatian para pengunjung Dufan.
Sosok Kaysha tak kunjung hadir dalam jangkauan Mark. Mark makin gusar dan panik.
"Permisi Kak," ucap seorang gadis SMA.
Mark menoleh pada sumber suara. Sepasang kekasih SMA tampak ragu untuk mengeluarkan suaranya karena melihat raut Mark yang panik.
"Ya, kenapa?" tanya Mark.
"Kakak nyari anaknya ya, Kak?" tanya gadis itu.
Mark mengerutkan keningnya. "Hah? Anak?" tanya Mark bingung.
"Iya Kak. Kalau nyari anak bisa ke bagian pengumuman," ucap pemuda itu.
"Tapi, dia udah dua puluh satu tahun," gumam Mark pelan.
"Kak?" panggil gadis itu lagi.
"Saya nyari tunangan saya. Dia pergi duluan dan telepon saya gak dijawab," ungkap Mark.
Sepasang kekasih itu tampak terkejut. Gadis itu tersenyum manis pada Mark, "Tunangan Kakak yang bagaimana? Siapa tahu kita lihat."
"Bajunya warnanya hitam putih dan pakai celana jeans," info Mark.
"Yang jalan – jalan sendiri gak sih?" tanya pemuda itu menyenggol kekasihnya.
Gadis itu menatap pemuda di sebelahnya, "Yang dia lihat kita selfie?" tanyanya memastikan.
Mark menatap keduanya berharap. "Kalian lihat?" tanya Mark semangat.
"Tadi kita main di wahana ontang anting, Kak. Terus lihat cewe yang naik sendirian pakai gelang premium," terang gadis itu panjang lebar.
"Itu tunangan saya. Kalian lihat dia kemana?" tanya Mark.
"Enggak, Kak. Tadi, kita langsung ke rumah hantu," jawab pemuda itu menyesal.
Mark menghela napas. Ia menatap sepasang kekasih itu, "Terima kasih ya. Kalian perlu sesuatu sebagai rasa terima kasih saya?"
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Gak usah, Kak. Semoga cepat ketemu ya dengan tunangan Kakak," ucap gadis itu tulus.
"Kita duluan ya, Kak," pamit pemuda itu sembari menarik lengan kekasihnya agar mengikuti langkahnya.
Mark mengambil ponselnya, ia masih berusaha menyambungkan telepon dengan Keysa.
'Ayo mikir, Mark.' Batin Mark sembari melangkahkan kakinya berbagai wahana untuk mencari sosok Keysa.
"Hujannya tadi deras ya," ucap salah satu pengunjung yang melewati Mark.
"Untung kita tadi diam di tempat isitirahat ya," sahut pengunjung lainnya.
Mark menatap peta yang diberikkan oleh penjaga karcis di bagian depan. Sepertinya, ia tahu dimana sang tunangan berada.
***
Keysa menatap ujung sepatunya sedih. Ia menghela napas karena dirinya sendirian di tempat istirahat. Saat hujan datang, Keysa mengikuti orang – orang yang berjalan ke tempat istirahat. Ia tak bisa bermain ponsel untuk mengabari posisinya pada Mark, dikarenakan ponselnya kehabisan baterai.
"Kay!"
Keysa mengangkat wajahnya, ia mendapati Mark yang berlari kecil ke arahnya.
"Kak Mark…" panggil Keysa pelan.
Mark mengusap rambut hitam Keysa. "Maaf, Sayang karena ngebuat kamu nunggu lama," sesal Mark merasa bersalah.
Keysa menekan emosinya, ia tak ingin Mark membenci sosok sang Kakak. Ia sadar dirinya harus bersikap sebagai Kaysha, kembarannya.
"Kamu boleh marah, aku sadar kalau aku keterlaluan. Tapi, jangan marah sama aku," ujar Mark berharap.
'Gue gak mungkin marah sama lo, Kak.' Batin Keysa.
"Aku gak marah…kecewa kayanya kata yang lebih tepat," kata Keysa memulai sikapnya sebagai sang Kakak.
Mark menghela napas panjang. Pemuda itu menarik Keysa ke dalam pelukannya. "Maaf, aku gak tahu kalau akan selama itu," kata Mark parau.
Hati Keysa menghangat mendengar ucapan Mark. Otaknya berpikir cepat apa reaksi yang akan diberikan Kaysha kalau Mark terlihat sangat menyesal.
Keysa melepaskan pelukannya. "Tapi gak masalah, kok. Aku senang kamu nepatin janji kamu," kata Keysa tersenyum manis.
'Lo lama banget datangnya, Kak.' Batin Keysa bertolak belakang dengan ucapannya.
"Maaf ya. Makasih udah maaffin aku," sesal Mark sembari mengusap rambut Keysa lembut.
Keysa menyinggungkan senyumnya. Mark benar – benar definisi lelaki idaman. Tak heran kalau ia diidamkan oleh pegawai di Perusahaan Baratama.
'Coba aja gue ketemu lo dari dulu.' Batin Keysa berharap.
"Kamu udah naik wahana yang mana aja?" tanya Mark sembari menautkan jemarinya dengan jemari Keysa.
Tangan kiri Keysa membuka peta wahana. Ia menunjuk beberapa wahana yang sudah ia naiki.
"Cuman tiga?" tanya Mark tak yakin.
Keysa mengangguk polos. Ia hanya menaiki wahana yang bisa dilakukan sendiri. Ditambah moodnya turun karena sadar dirinya sendirian.
Mark lagi – lagi merasa bersalah. Terbayang di benaknya sang tunagan ragu untuk menaiki wahana akibat sendirian.
"Kencan kita selanjutnya disini lagi ya. Aku usahain untuk menyingkirkan rapat dadakan itu," tutur Mark.
Keysa mengangguk semangat. "Aku tunggu, Kak," balas Keysa.
'Jangan bikin gue kecewa, Kak.' Batin Keysa.
"Sekarang, kita naik ke rumah hantu yuk," ajak Mark tersenyum tampan.
***
Mark tersenyum melihat Keysa yang sibuk mengunyah kue dengan perlahan. Keduanya sudah selesai mencoba hampir semua wahana yang ada. Kini, keduanya berada di restoran cepat saji yang mempunyai menu andalan ayam yang dibaluri saus warna merah.
"Kamu makannya pelan banget. Jadi, inget masa PDKT dulu," terang Mark.
Keysa menghentikkan kunyahan. Ia menatap Mark bingung. "PDKT?"
"Dulu, kamu itu malu – malu dan aku selalu izin ke toilet biar kamu bisa makan dengan nyaman," jawab Mark.
"Ah itu…" tanggap Keysa bingung untuk berkomentar.
Mark menopang dagunya dengan tangannya. Ia menatap Keysa lekat – lekat. "Sekarang kita udah tunangan…kenapa kamu malah balik lagi ke masa PDKT?" tanya Mark.
Keysa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Gadis itu pikir sang kakak akan selalu mempertahankan sikap makannya yang terkesan anggun saat dengan Mark. Rupanya kepribadiannya berubah begitu keduanya pacaran.
"Sekarang kan udah beda, kita udah tunangan. Kita juga di tempat umum, entar ada gosip yang jelek kan ribet," alasan Keysa panjang lebar.
Mark terdiam beberapa saat. Kemudian ia terkekeh kecil mendengar penuturan Keysa.
"Pinter banget kamu," puji Mark sembari mengacungkan jempolnya. "Oh iya, aku tadi gak bisa hubungin kamu. Handphone kamu kenapa?"
Belum sempat Keysa menjawab, ponsel Mark bordering. Tertera nama Leon menghubunginya.
"Halo, Leon," ucap Mark.
"Halo, Bro. Gue mau ngabarin, penerbangan gue kesana bakalan ditunda. Gue harus urus beberapa hal dulu di cabang yang disini," balas Leon dari seberang sana.
"Padahal gue mau ketemu lo," ucap Mark berpura – pura sedih.
"Ey, dasar orang aneh," ejek Leon di ujung sana.
"Gue tutup ya, Leon. Gue lagi date nih," info Mark sombong.
"Lo ngeselin," balas Leon sembari mematikan sambungan telepon dari sana.
Mark terkekeh mendengar balasan Leon.
"Siapa, Kak?" tanya Keysa mengernyit penasaran.
"Leon, sepupu aku. Dia gak jadi ke Indonesia," jawabnya.
"Oh gitu. Mungkin banyak yang perlu dia urus ya, Kak," ujar Keysa sembari tersenyum manis.
'Oh nama sepupu Kak Mark itu Leon.' Batin Keysa.
"Besok kamu ke kampus ya. Apa perlu aku antar kesana?" tanya Mark.
"Boleh, Kak. Kalau gak sibuk," tanggap Anes.
Mark mengambil ponselnya dan mengetik pesan pada Karin. "Aku udah minta ke Karin biar kosongin jadwal aku dulu untuk besok," ungkap Mark.
"Aku selalu merasa beruntung karena Kakak udah jadi tunangan aku," terang Keysa jujur. Ia refleks menutup mulutnya, ia terkejut akan ucapannya sendiri.
Mark terkekeh kecil melihat wajah kaget sang tunangan. "Aku gak kalah beruntung dari kamu, Sayang," balas Mark.
"Key?"