Chereads / Terpaksa Menjadi Tunangan Palsu / Chapter 23 - Menyelidiki

Chapter 23 - Menyelidiki

Keysa keluar dari bilik toilet, ia menghela napas panjang mendengar ucapan mahasiswa tadi. Keysa mengacak rambutnya asal. Banyak misteri yang datang, sedangkan misteri yang lain belum selesai.

'Gue makin bingung harus mulai darimana,' batin Keysa frustasi.

Keysa menatap jam tangannya. Sudah waktunya dirinya menemui dosen pembimbingnya. Keysa melangkah ke ruangan dosen. Ia mengetuk ruangan dosen.

Seorang pria setengah abad menatap Keysa kemudian tersenyum.

"Silakan duduk, Kay," sapanya ramah.

Keysa mengangguk sembari duduk di depan dosen pembimbingnya yang bernama Pak Dadan.

"Saya mau konsultasi judul, Pak," ucap Keysa memulai pembicaraan.

"Baik. Namamu siapa ya, Nak?" tanya Pak Dadan.

"Key – maksud saya, Kaysha," ralat Keysa cepat.

"Kamu baru bimbingan sekarang ya, Kay?" tanya Pak Dadan. Pria paruh baya itu baru pertama kali bertemu dengan sosok di depannya.

"Iya Pak," jawab Keysa jujur.

'Soalnya yang harus bertemu bapak adalah kembaran saya,' batin Keysa melanjutkan.

"Kamu rencananya mau memberi judul apa, Kay?" tanya Pak Dadan.

"Ada tiga judul yang mau saya tanyakan, Pak. Yang pertama, pengaruh pemberitaan mengenai terror bom pada kecemasan mahasiswa, terus pengaruh pemberitaan penyakit terhadap kebersihan mahasiswa jurnalistik, dan terakhir tentang penerapan kode etik jurnalistik dalam penulisan berita," tutur Keysa panjang lebar.

Pak Dadan mengangguk mengerti. Pria paruh baya itu mengambil selembar kertas dan meletakkannya di atas meja.

"Baik, biar saya tanya beberapa hal pada kamu ya, Kay," ujar Pak Dadan.

***

Mark keluar dari ruangan pribadinya. Ia menatap Karin yang masih fokus dengan layar laptopnya.

"Karin, apa yang kamu kerjakan?" tanya Mark.

Karin menatap Mark, kemudian tersenyum. "Ada yang harus saya cek ulang, Pak," jawab Karin sopan.

"Kamu tidak mau makan siang dulu?" tanya Mark.

"Saya akan menyusul, Pak," jawab Karin.

"Itu bisa ditinggal dulu, Karin. Ayo makan siang dulu, kesehatanmu lebih penting," perintah Mark peduli.

"Dengan Bapak?" tanya Karin semangat.

Mark sedikit terkejut melihat reaksi Karin yang bersemangat. Mark menyadari Karin dengan cepat sadar akan tingkahnya.

"Maaf, Pak. Saya terlalu semangat," sesal Karin malu.

"Tidak apa. Ayo makan siang dengan saya," ajak Mark.

Karin mengangguk semangat. Ia mematikan layar laptopnya kemudian mengambil dompetnya. "Ayo, Pak," ujar Karin.

Mark dan Karin berjalan berdampingan. Keduanya tampak serasi menurut para pegawai yang sudah lama bekerja di perusahaan. Sayangnya, Mark kini sudah memiliki tunangan.

"Menu hari ini ada apa, Bu?" tanya Mark ramah pada wanita tua yang mengurus bagian makan siang kantin.

"Hari ini nasi daun jeruk, capcay, ayam taliwang dan potongan buah semangka, Pak," tutur wanita tua itu.

"Makanannya hari ini pasti enak, Bu," timpal Karin yang berdiri di belakang Mark.

"Terima kasih, Bu Karin," balas wanita itu ramah.

Mark dan Karin selesai mengambil hidangan dengan memakai nampan makanan. Keduanya menatap sekelilingnya, berpikir tempat untuk duduk.

"Di sana kosong, Pak," tunjuk Karin dengan dagunya.

"Baik kita kesana," tanggap Mark.

Keduanya duduk di meja yang ada di tengah. Para pegawai yang duduk di dekatnya tersenyum ramah sebagai sapaan.

"Saya sangat senang karena kita berhasil mengajak kerja sama Perusahaan Wistara," celetuk Mark setelah mengunyah nasi putihnya.

Karin mengangkat wajahnya, "Saya bersyukur, Pak. Saya pikir Perusahaan Wistara akan sulit," tanggap Karin tersenyum.

"Ini semua berkata kamu, Karin," puji Mark mengacungkan jempolnya.

"Terima kasih, Pak. Berkat Bapak Mark juga saya bisa sampai ke tahap ini," sahut Karin.

"Semoga ke depannya kerja samanya berjalan lancar," harap Mark.

Karin mengangguk, ia menatap Mark yang tampak fokus dengan makan siangnya. Perempuan itu tersenyum tipis.

"Saya senang bisa mengenal Bapak," celetuk Karin berani.

"Saya suka kinerjamu yang gesit dan teliti. Kamu juga pandai berkomunikasi," balas Mark tulus. "Kalau tidak ada kamu, saya sepertinya bingung menghadapi beberapa investor."

Karin terdiam mendengarnya, hatinya menghangat mendengar ucapan tulus Mark. Lagi – lagi, dirinya jatuh dalam pesona seorang Marka Kivandra.

"Karin?" panggil Mark melambaikan tangan di wajah sekretarisnya.

"Ah iya, Pak?" tanya Karin terkejut.

"Kenapa malah melamun?" kekeh Mark.

"Saya tidak melamun, Pak. Saya baru pertama kali mendengar pujian yang tulus dari seorang laki – laki," ungkap Karin.

Mark menatap Karin penasaran, "Memangnya selama ini kamu selalu mendapat pujian yang bagaimana?"

"Laki – laki yang memuji saya cenderung ingin memanfaat uang saya," terang Karin tersenyum gentir. Ia teringat mantan pacarnya yang hanya memanfaatkannya.

"Apa itu –"

"Iya, sekarang sudah menjadi mantan," potong Karin.

"Laki – laki seperti itu sebaiknya ditinggalkan saja. Saya harap kamu mendapatkan orang yang dapat mencintai kamu dengan tulus," tutur Mark tersenyum menengkan.

"Saya gak yakin, Pak," balas Karin.

"Kenapa tak yakin? Kamu perlu saya kenalkan dengan rekan saya?" tanya Mark penasaran.

'Karena saya hanya ingin Bapak,' batin Karin.

"Maksud saya, untuk sekarang saya ingin menghasilkan banyak uang dahulu. Baru saya akan memikirkan hati saya," jawab Karin bohong.

"Baiklah, kalau itu mau kamu. Yang penting jangan lupa akan kebahagiaan kamu sendiri," saran Mark bijak.

***

Keysa menatap layar ponselnya, ia ingin bertanya pada salah satu sahabat sang kembaran mengenai hal yang di dengar di toilet. Tetapi, gadis itu bingung harus bertanya pada siapa.

"Kalau ke Vaila kayanya bakalan susah," gumam Keysa mengingat sikap Vaila yang gugup saat acara pertunangan.

"Ke Luna aja kali ya." Keysa menekan tombol hijau di layar ponselnya. Keysa menempelkan ponselnya di indera pendengarannya. Sayangnya, hanya operator yang menjawab.

"Semoga Helen jawab," harap Keysa sembari menekan tombol hijau.

"Hai, Kay," sapa Helen di ujung sana.

"Hai, Helen. Lo lagi dimana?" tanya Keysa berusaha tak gugup.

"Gue di kampus. Mau bimbingan," jawab Helen.

"Habis lo bimbingan gue mau ngobrol. Lo ada waktu ga?" tanya Keysa semangat.

"Boleh, lo dimana sekarang?" tanya Helen.

"Kita ketemu di kantin fakultas aja ya," jawab Keysa.

"Oke. Gue nyusul kesana," balas Helen.

Keysa menutup sambungan telepon keduanya. Ia berjalan ke kantin fakultas karena jaraknya dekat dengan tempatnya berdiri.

Keysa mengambil meja yang berada di paling ujung. Seraya menunggu Helen, ia memainkan ponselnya.

"Kay!" seru Helen sambil melangkah mendekat pada Keysa.

Keysa mengangkat wajahnya, ia tersenyum pada Helen dan melambaikan tangan. "Sini, Helen," kata Keysa.

"Judul gue di acc sama Pak Zaenal," ujar Helen semangat.

"Syukurlah. Lo sekarang bisa mulai kerjain proposal ya," balas Keysa.

"Iya. Judul lo udah di acc?" tanya Helen balik.

"Udah, Pak Dadan baik banget ya," puji Keysa.

"Tuh kan, beliau emang baik. Padahal dulu lo pernah bilang Pak Dadan mengerikan tahu," tutur Helen.

"Itu kan masa lalu," kekeh Keysa. "Oh iya, gue udah mesen makan."

"Gue udah beli jus alpukat," terang Helen mengeluarkan jus alpukat dari tasnya. Gadis itu meminum jus alpukatnya. Ia menawarkan pada Keysa yang dibalas dengan gelengan.

"Lo mau bahas apa? Kayanya penting banget," tanya Helen.

Keysa terdiam beberapa menit. Pikirannya sibuk menyusun pertanyaan agar tak terkesan ambigu. Ia sudah bertekad untuk mendapatkan jawaban dari Helen.

"Kita kan pernah bertengkar…" Keysa menjeda ucapannya.

"Oh itu, iya dulu kita sempet musuhan. Maksud gue, kita sempat jauhan selama lima hari," sahut Helen.

"Itu tuh karena apa ya? Soalnya, gue denger gosip kalau kalian gak suka sama gue," tanya Keysa hati – hati.

"Lo lupa?" tanya Helen menatap Keysa heran.

"Gue tuh lagi ngajak lo mengenang masa lalu tahu," kilah Keysa.

"Oh hahaha. Waktu itu, lo marah sama Vaila karena ternyata dia suka sama Mark. Terus, jadi ada gosip kalau kita gak suka sama lo karena lo kelihatan selalu sendirian," tutur Helen.

"Padahal kenyataannya gak begitu ya," ujar Keysa santai. Gadis itu berusaha terlihat santai agar bisa mencari tahu lebih jauh. Beruntung, Helen adalah anak yang banyak bicara.

"Iya. Asalnya Luna nemenin Vaila dan gue nemenin lo. Tapi, lo minta gue buat bareng sama Vaila aja dan ninggalin lo sendiri," ungkap Helen.

"Kalau diinget ternyata gue gak peka ya. Vaila suka sama Kak Mark, gue aja gak tahu," ucap Keysa sedih.

Keysa membayangkan sosok Vaila yang harus diam – diam menatap kembarannya bersama Mark dalam diam. Ia meringis sendiri membayangkannya.

"Vaila sempet nembak Kak Mark," ujar Helen.