Chereads / Terpaksa Menjadi Tunangan Palsu / Chapter 27 - Rencana

Chapter 27 - Rencana

"Setelah semuanya beres. Ibu tolong segera pergi jauh dari sini," kata Mark.

"Maksud Tuan saya harus pergi ke luar negeri?" tanya Bu Mia.

"Bukan begitu, Bu. Saya hanya berharap Ibu bisa pergi jauh dari lingkungan sekitar saya karena saya khawatir Kay bertemu Ibu," papar Mark.

"Baiklah, Tuan. Saya memang berencana untuk pindah ke desa setelah selesai," tanggap Bu Mia.

Mark mengambil ponselnya yang bergetar. Ia mengangkat alisnya melihat Karin memanggilnya.

"Saya jawab panggilan sekretaris dulu ya, Bu," izin Mark sembari keluar dari ruangan VIP.

Mark menekan tombol hijau dan menempelkannya di telinga.

"Ada apa Karin?" tanya Mark.

"Mohon maaaf karena mengganggu waktu anda, Pak," jawab Karin di ujung sana.

"Jelaskan Karin," perintah Mark tak sabar.

"Seorang perempuan ingin bertemu dengan anda, Pak," balas Karin.

"Siapa? Kamu tahu?" tanya Mark bingung.

"Dia tak mau memberitahukan namanya," jawab Karin.

"Beritahu dia saya tak akan datang ke kantor. Temui saya besok karena dia tak melakukan janji temu," tanggap Mark.

"Tapi, Pak –"

"Saya tak suka dengan orang yang tak tahu sopan santun, Karin. Kalau dia membantah, perintahkan satpam untuk menyeretnya," tutur Mark.

"Baiklah, Pak," kata Karin sembari menghela napas.

Mark memutuskan panggilan telepon keduanya. Ia segera kembali menemui Bu Mia.

"Bu, saya harus pulang. Kay sudah menunggu saya di rumah," pamit Mark.

"Iya, Tuan. Hati – hati," pesan Bu Mia tersenyum.

***

Keysa memulai kegiatan memasaknya. Ia tak mau memesan makanan di luar terlalu sering. Gadis cantik itu mulai membuat menu sosis asam manis dan kentang balado.

Keysa dengan tergesa membuka pintu rumah karena ada ketukan dari luar. Keysa menatap Mark yang masuk dengan membawa dua plastik.

"Kakak bawa apa?" tanya Keysa sembari mengikuti langkah Mark ke ruang makan.

"Aku beli makanan di luar buat kita makan," jawab Mark.

"Aku udah buat menu untuk makan," timpal Keysa.

Mark mencium aroma makanan, ia melangkah ke dapur dan menemukan makanan yang sudah hampir selesai. Mark menatap Keysa, ia merasa bersalah pada tunangannya.

"Kita bisa makan banyak, Kak," ujar Keysa tersenyum.

Keysa membawa piring berisi sosis asam manis dan Mark membawa kentang balado. Keduanya duduk di ruang makan.

"Aku pikir kamu gak akan siapin makanan, biasanya kamu suka mesen," kata Mark memperhatikan Keysa yang membuka makanan yang dibawa Mark.

"Oh itu, aku kadang malas kadang rajin, Kak," balas Keysa.

Mark membeli ayam geprek dan usus goreng. Untungnya, menu yang dipadukan cocok.

"Kamu udah mulai latihan jadi istri yang baik ya," komentar Mark jail.

Keysa hanya tersenyum palsu sebagai tanggapan.

"Oh ya, aku mau omongin tentang lift itu," kata Keysa memulai pembicaraan.

Mark menatap Keysa penasaran. Ia mengangguk tanda meminta penjelasan Keysa.

Keysa menarik napas perlahan kemudian menghembuskannya. Ia meneguk segelas air putih hingga habis.

"Aku itu punya claustrophobia. Entah kenapa gak nyaman aja di ruangan sempit dan tertutup," papar Keysa.

"Apa kamu udah coba ke psikiater?" tanya Mark seraya mengunyah nasi dan sosis di mulutnya.

"Belum, Kak," jawab Keysa.

"Kenapa? Kamu takut?" tanya Mark perhatian.

Keysa terdiam, ia memang tak pernah berencana untuk ke psikiater. Ia tak mau kesana sendirian dan selama ini mengabaikan fobianya sendiri karena memahami kesibukan kedua orang tuanya. Orang tuanya tak mungkin mau meluangkan waktu untuknya, anak yang tak berguna. Ia juga tak ingin membuat Haidar khawatir, jadi tak pernah menceritakan mengenai fobianya pada siapapun.

"Kamu gak bilang ke Tante dan Om?" tanya Mark.

Keysa menggigit ayamnya kemudian mengunyahnya perlahan. Ia menatap Mark sembari memaksakan senyum manisnya.

"Aku takut," jawab Keysa memilih jawaban yang aman. Ia tak mau kedua orang tuanya dianggap jelek di mata Mark.

"Aku temenin kamu ya. Biar aku bisa bantu kamu," bujuk Mark lembut.

"Kakak mau luangin waktu buat aku?" tanya Keysa ragu.

Mark mengangguk mantap. Ia mengusap surai hitam Keysa.

"Mau kapan? Biar aku minta Karin untuk atur jadwal dulu," tanya Mark.

"Besok bisa, Kak?" tanya Keysa balik.

"Kalau untuk kamu, aku bisa," jawab Mark mencubit hidung bangir tunangannya.

Keysa tersenyum tipis. Hatinya terus saja jatuh pada kepribadian Mark.

***

Mark mengetuk pintu kamar sang tunangan. Ia sedikit mengintip lewat sela pintu. Lelaki tampan itu melangkah masuk dengan hati – hati, ia menatap tunangannya yang tertidur lelap.

"Sayang…" panggil Mark pelan.

Gadis yang tertidur di ranjang itu bergerak sedikit kemudian kembali tidur dengan tenang. Mark yang tak tega akhirnya memilih tak membangunkan Keysa. Ia keluar perlahan dan melangkah ke lantai bawah. Mark akan membuatkan sarapan untuk keduanya.

Tak sampai lima belas menit, roti panggang buatannya sudah selesai. Mark mengambil dua gelas untuk diisi susu. Mark menyimpan kedua piring dan gelas di atas nampan.

Mark kembali ke kamar tunangannya dengan membawa nampan. Ia tersenyum tipis melihat Keysa masih tidur. Mark meletakkan nampan di atas meja belajar Keysa.

"Kay, ayo bangun dulu," ucap Mark lembut.

Keysa membuka matanya perlahan, ia membulatkan matanya melihat Mark yang berada tepat di depan wajahnya.

"AAA!" pekik Keysa refleks mendorong wajah Mark dengan telapak tangannya.

Mark yang terkejut ikut terkejut dengan reaksi sang tunangan. Untungnya, ia bisa menjaga keseimbangannya sehingga tak jatuh.

"Maaf, Kak!" seru Keysa buru – buru bangun. "Aku pikir orang asing."

Mark terkekeh kecil, ia tak menyangka reaksi sang tunangan akan kaget seperti itu.

"Eh!" Keysa langsung menutup wajahnya. Ia tak memakai riasan apapun, dirinya malu harus menunjukkan wajah polosnya pada Mark.

"Hei, kenapa?" panik Mark.

"Aku gak apa," jawab Keysa masih menutup wajahnya.

"Kamu nangis?" tanya Mark cemas.

"Aku malu," sahut Keysa.

Mark duduk di samping ranjang. Ia mengerutkan keningnya karena tak memahami penyebab tunangannya malu.

"Malu kenapa, Sayang?" tanya Mark.

"Aku belum mandi dan kamu harus –"

"Gak apa, Kay. Aku suka kok lihat muka kamu yang natural," potong Mark seraya memegang pergelangan tangan Keysa agar menurunkan kedua tangannya.

"Beneran Kak?" tanya Keysa tak yakin.

"Hahaha, kamu lucu banget. Kamu gak perlu ragu sama aku," tanggap Mark mengusak rambut Keysa.

Keysa memperhatikan Mark yang mengambil nampan dan menyimpannya di nakas. Mark memberikan sepotong roti pada Keysa.

"Enak banget. Kakak jago masak juga," puji Keysa setelah menggigit roti.

"Ini mah gampang," balas Mark tersenyum.

"Oh iya, hari ini jadi kan ke psikiaternya?" tanya Keysa.

"Iya, kita berangkat jam sepuluh ya," jawab Mark.

"Udah tanya jadwal ke sekretaris?" tanya Keysa lagi.

"Astaga, aku lupa. Sini Hp kamu," tanggap Mark menepuk dahinya pelan.

"Hp aku? Buat apa?" tanya Keysa.

Keysa mengambil ponselnya yang terletak di laci nakas kecilnya. Ia memperhatikan Mark yang kini memegang ponselnya.

"Aku mau nelepon Karin," jawab Mark.

"Kakak lupa ya, kalau hp aku hilang dan otomatis aku gak punya nomor sekretaris kakak," tanggap Keysa.

"Aku hapal nomor teleponnya," balas Mark sembari menekan panggilan telepon.

"Hah?"

"Bukannya kamu tahu kalau aku hapal nomor Karin?" tanya Mark heran dengan kelakuan Keysa.