"Key?"
Keysa dan Mark otomatis menoleh pada sumber suara. Keysa mengerutkan keningnya melihat sosok laki – laki yang tersenyum padanya.
"Siapa?"tanya Keysa bingung.
Lelaki itu mendekati Keysa dan Mark. Ia melirik Mark kemudian kembali menatap Keysa.
"Kamu gak inget sama aku?" tanyanya sembari meraih tangan Keysa.
"Hah?" Keysa menatap lelaki itu bingung. Ia memaksa laki – laki itu untuk melepaskan genggamannya.
Mark menyadari kebingungan Keysa. Ia menarik tangan Keysa dan menarik sang tunangan agar berlindung di belakang punggungnya. "Anda siapa?" tanya Mark datar.
Keysa yang berdiri di belakang Mark menatap laki – laki itu takut.
"Saya temannya," terang lelaki itu menatap Keysa.
"Aku gak kenal dia," ungkap Keysa. Ia meremat baju Mark, terlihat ketakutan.
"Tunangan saya tidak mengenal anda," kata Mark dingin.
"Tunangan? Bukannya kamu gak kenal –"
"Kak, aku mau pulang," pinta Keysa cepat.
Mark menoleh ke belakang, ia memegang erat tangan tunangannya. "Oke. Kita pulang ya," ucap Mark lembut.
Mark menautkan tangannya dengan tangan Keysa. Keysa mengikuti langkah Mark tanpa menoleh ke belakang.
"Key, tunggu!" lelaki itu menahan tangan Keysa.
"Aku gak kenal kamu!" sentak Keysa melepas paksa cengkaraman lelaki itu.
Akibat sentakan Keysa, para pengunjung menatap ketiganya penasaran. Para pengunjung mulai berbisik – bisik.
Mark menghela napas. Ia menatap tajam lelaki itu. "Tunangan saya tidak mengenal anda. Kalau anda masih bertingkah, saya akan melakukan kekerasan disini," ancam Mark.
Lelaki itu menatap Mark tajam, kemudian berdecak kecil. "Awas aja lo," balas lelaki itu kemudian menjauh.
"Kak, maaf," kata Keysa pelan. Ia menundukkan kepalanya.
"Gak apa, Sayang. Ayo kita ke mobil dulu ya," tanggap Mark tenang.
***
Keysa menatap pantulan dirinya di cermin. Ia menghela napas panjang.
"Tadi itu Kenan kan?" gumam Keysa.
Gadis cantik itu jelas mengenal teman satu tempat les-nya. Keysa pernah mengikuti bimbel selama satu bulan. Sayangnya, ia harus berhenti akibat permintaan orang tuanya yang merasa kalau putrinya tak mampu menjalani les.
Keysa harus bertingkah tak mengenal Kenan karena ada Mark. Ia juga terkejut bertemu dengan Kenan di tempat umum. Untungnya, ia bisa mengatur ekspresi takut dan bingungnya.
"Gue dari hari ke hari makin pandai bersandiwara," monolog Keysa tersenyum miris.
Keysa menyisir rambutnya ke belakang. Ia melangkahkan kakinya ke ranjang dan membaringkan tubuhnya.
"Gue besok ke kampus ya. Harus adaptasi lagi," gumam Keysa.
Keysa mengambil ponselnya dan mulai mempelajari sifat teman – teman kembarannya. Ia tak ingin salah mengambil sikap.
Suara ketukan mengalihkan fokus Keysa. Keysa menatap Mark yang berdiri dengan membawa segelas jus.
"Mau cerita?" tawar Mark tersenyum tampan.
Keysa tak mungkin menolak, jadilah ia mengangguk sembari mengulas senyum. Keysa mendekati Mark.
"Mau kemana, Kak? Taman belakang?" tanya Keysa sembari menerima jus yang diberikan Mark.
"Boleh," tanggap Mark.
Keduanya melangkah ke taman belakang. Suasana taman belakang terlihat asri dikarenakan banyaknya tanaman. Penerangannya pun sesuai, tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap.
"Kakak mau cerita apa?" tanya Keysa memulai obrolan.
"Tentang yang tadi, maaf aku gak bisa janji datang kesana," sahut Mark.
Keysa meletakkan gelasnya. Ia menatap Mark hangat, "Aku kan udah bilang gak apa, Kak."
"Lagian, aku juga secara gak langsung udah bikin kacau semua," tambah Keysa mengingat sosok Kenan.
"Laki – laki tadi siapa? Kamu sama sekali gak kenal?" tanya Mark penasaran.
Keysa menggeleng. "Aku baru pertama kali lihat dia," bohong Keysa.
"Aneh ya. Dia tiba – tiba manggil kamu Key…padahal nama kamu Kaysha," komentar Mark menerawang kejadian di dufan.
Keysa terkekeh kecil. "Mungkin aku mengingatkan dia ke seseorang yang dia kenal," balas Keysa.
'Iya. Mengingatkan pada sosok Keysa yang dulu,' batin Keysa.
"Entahlah. Apa sebaiknya aku suruh orang buat cari tahu tentang dia?" usul Mark. Lelaki itu khawatir akan ada bencana kalau ia tak bertindak.
"Eh gak usah, Kak," cegah Keysa cepat. "Aku yakin dia gak akan datang lagi. Lagian, dia gak mungkin tahu rumah kita."
Mark terdiam beberapa saat. Lelaki itu tampak menimang ucapan Keysa yang terdengar masuk akal.
Keysa menahan napasnya melihat Mark yang berpikir cukup lama. Hatinya berdetak kencang karena khawatir Mark akan menolak usulannya.
"Kamu benar, Sayang. Aku rasa dia emang salah orang saja," ujar Mark menatap Keysa.
Keysa bernapas lega dalam hati. Keysa meneguk habis jus alpukatnya.
"Oh aku mau bahas tentang trauma kamu sama lift," ucap Mark. Laki – laki tampan itu baru ingat tujuan lainnya mengajak Keysa untuk bercerita.
Keysa membeku mendengar ucapan Mark. Ia tak menyangka lelaki itu akan mengungkit traumanya secepat ini.
"Kay?" panggil Mark.
Keysa menoleh pada tunangannya. "Aku harus cerita sekarang, Kak?" tanya Keysa.
"Kalau kamu gak keberatan," tanggap Mark.
"Gak bisa besok atau lusa?" tanya Keysa.
Mark mengulas senyum melihat wajah Keysa yang ragu bercerita. "Oke, Sayang. Aku gak akan minta kamu cerita sekarang," kata Mark mengalah. Lelaki itu tak ingin membuat tunangannya tak nyaman.
"Bener, Kak?" tanya Keysa memastikan.
"Iya, Sayang. Besok kamu ke kampus kan, aku antar ya," tanggap Mark mengusap rambut hitam Keysa. "Ayo masuk."
Keysa mengikuti langkah Mark. Ia menatap punggung Mark, tangannya menepuk bahu Mark.
Mark menghentikkan langkah kakinya, ia berbalik pada tunangan dan menatapnya bingung.
"Kenapa, Kay?" tanya Mark.
"Makasih udah ngertiin aku," jawab Keysa tulus. Ia benar – benar mengatakan itu dari hatinya yang paling dalam.
***
Keysa melangkahkan kakinya ke kampus Universitas Pelita Terbuka. Ia menatap sekelilingnya kagum, baru kali ini ia secara langsung masuk ke universitas kembarannya yang terkenal.
"Jadi ini si kampus nomor satu," monolog Keysa.
Keysa segera mengirim pesan pada dosen pembimbingnya untuk menginfokan kalau dirinya sudah di kampus.
[Saya masih ada kelas. Tunggu 30 menit.]
Keysa membaca pesan masuk dari dosen pembimbingnya. Gadis cantik itu menghela napas.
'Ya udah. Gue jalan – jalan aja dulu,' batin Keysa.
Gadis itu akan menelusuri lebih jauh tentang kampus barunya. Ia selama ini hanya mendengar dan melihat foto yang dikirim Kaysha mengenai kampusnya. Keysa melangkahkan kakinya ke gedung fakultas komunikasi. Ia masuk dan menatap lift yang boleh digunakan para mahasiswa dan mahasiswi.
"Kampus yang elit," gumam Keysa.
Keysa menekan tombol lift ke atas. Saat lift terbuka, seorang mahasiswa yang berdiri di sebelah langsung masuk ke dalam. Keysa hanya menatap lift itu dari luar.
"Kak, gak akan masuk?" tanya mahasiswa itu bingung.
"Saya naik tangga saja, Kak," jawab Keysa ramah.
Keysa mulai naik ke lantai dua. Ia menatap pegangan tangga yang berlapis warna emas. Benar – benar definisi universitas elit.
'Gue harusnya bersyukur masuk ke sini. Tapi, gue malah gak seneng karena harus bertingkah sebagai Kaysha,' batin Keysa.
Gadis cantik itu masuk ke toilet yang terletak di lantai dua. Ia berniat melihat kondisi toilet di kampus mewah itu.
Keysa melongo melihat kondisi toilet itu. Lantai toilet yang berwarna putih terlihat bersih ditambah dinding dengan motif kotak – kotak yang tanpa noda. Kaca yang besar tampak mengkilap.
"Wow. Bersih," ucap Keysa menatap sekitarnya. Kampusnya yang lama memang bagus, meskipun tak sebagus dan semewah kampus sang kembaran.
Suara langkah kaki dan tawa yang bersahutan terdengar masuk ke dalam toilet. Keysa yang panik buru – buru masuk ke dalam salah satu bilik toilet.
"Asli lo lihat si Kay?" tanya seseorang.
Keysa menutup mulutnya, ia menahan napasnya.
'Kenapa ngomongin kakak?' batin Keysa penasaran.
"Iya, tuh anak jadi sok semenjak tunangan sama Kak Mark," sahut yang lain.
"Lo salah. Dia sejak dulu banyak tingkah, terus pas kenal Mark tingkahnya makin menjadi," tanggap seorang mahasiswi.
Dari suaranya, Keysa bisa menebak ada tiga orang yang masuk ke dalam toilet.
"Pantas aja sahabatnya pada gak suka sama dia,"
'Apa?' Keysa membeku mendengar ucapan mahasiswi itu.