Kedua perempuan itu menatap Mark bersamaan. Mark menatap keduanya bergantian.
"Kay, bibir kamu kenapa?" Mark mendekati Keysa dan mengelus bibir tunangannya.
Keysa menatap Mark bingung. Ia hanya merasakan bibirnya kering, mungkin efek berdebat dengan wanita cantik itu.
"Bibir kamu luka, sayang," ucap Mark sembari mengambil selembar tisu yang terletak di atas meja sekertarisnya. Keysa sedikit menekan bibirnya yang mengeluarkan darah.
Wanita cantik itu tampak bingung, ia berkata, "Pak Mark dia…"
"Ah, Karin. Maaf, saya belum memperkenalkan tunangan saya," Mark mengalihkan pandangannya ke Karin.
'Oh ini yang namanya Karin.' Batin Keysa menatap wanita cantik itu.
"Ini Kay, tunangan saya. Saya belum memberikan fotonya jadi tadi kamu berdebat dengannya ya disini," ucap Mark.
Karin buru – buru menunduk sopan, "Saya minta maaf. Saya hanya melaksanakan tugas saya." Karin menatap Keysa dengan tatapan bersalah.
"Gak apa, Karin. Terima kasih sudah menjaga aturan disini," ucap Mark menampilkan senyumnya.
"Iya mba Karin. Saya minta maaf mengaku sebagai teman Mark karena pertunangan kami cukup privat jadi saya tidak bisa berbicara sembarangan," kata Keysa tersenyum ramah. Ia sudah memaafkan Karin, lagipula dirinya juga salah karena tak menanyakan nama wanita itu.
Karin tersenyum ramah, "Baiklah Pak Mark dan Bu Kay, silakan menikmati waktunya."
"Kamu makan sama siapa?" tanya Mark peduli.
"Saya akan bersama Gisela, Pak," jawab Karin.
"Baiklah, selamat makan siang ya," ucap Mark sembari menggenggam tangan Keysa. Keysa melambaikan tangannya pada Karin.
Keysa duduk di sofa yang terletak di ruangan Mark sembari menyimpan tasnya. Ia menatap Mark yang mengambil air putih untuknya. Mark mengambil posisi duduk di sebelah Keysa, wajahnya tampak khawatir.
"Coba sini," Mark mengkode Keysa agar mendekat padanya.
Dengan ragu, Keysa mendekati Mark. Keysa harus menahan napasnya akibat jarak wajahnya sangat dekat dengan Mark.
"Kenapa bibir kamu bisa berdarah gini sih," ucap Mark sembari mengambil kapas dan menekan bibir Keysa dengan lembut.
Keysa tak menanggapi, ia malah tenggelam ke mata kecoklatan milik Mark. Keysa mengalihkan pandangannya saat mata coklat Mark hendak menatapnya. Mark memundurkan wajahnya, ia masih menatap Keysa khawatir.
"Aku gak apa, Kak. Entar sembuh sendiri," ucap Keysa tersenyum. "Kita makan dulu aja."
Keysa dengan telaten membuka satu persatu kotak bekal makan siang yang ia buat bersama Chef Yohan. Mark memperhatikan Keysa yang tampak menawan di matanya.
"Ayo kak," Keysa menatap Mark.
Mark tersenyum, kemudian ia mengambil sumpit yang dibawa oleh Keysa. "Enak," puji Mark di sela – sela memakan takoyaki.
"Aku buat ini bareng sama Chef Yohan. Dia ajarin aku cara buat ini semua," cerita Keysa. "Tapi, Chef Yohan buat mochi sama dorayaki sendiri. Hebat ya."
Mark yang menatap Keysa bercerita, terkekeh kecil. Ia menyisir rambutnya ke belakang sembari mengunyah sushinya. "Kamu suka banget kayanya sama masak."
Keysa mengangguk semangat, "Ternyata masak itu seru Kak. Aku mau coba resep lain entar."
"Hm. Sini makan dulu," ucap Mark sembari menyuapi Keysa takoyaki. "Kamu kenapa gak bilang mau kesini?"
"Aku mau kasih kejutan," jawab Keysa jujur.
"Jadi, kita berangkatnya abis makan siang ya kan?" tanya Mark semangat.
"Emang tugas kakak udah selesai?" tanya Keysa balik. Ia masih tahu diri, dirinya tak ingin Mark berada dalam posisi sulit karena dirinya.
Mark terdiam kemudian ia menyinggungkan senyum tampannya. "Aku masih ada tugas, hehehe."
"Gak boleh kabur gitu," balas Keysa mencubit tangan Mark pelan.
Mark tak mengaduh kesakitan, ia hanya tertawa kencang, "HAHAHA…Aku usahain selesai cepat ya."
"Aku bisa nunggu disini kok kalau kamu gak masalah. Aku juga bisa ke mall buat jalan – jalan," tutur Keysa tak ingin membuat Mark terburu – buru mengerjakan tugasnya.
"Nunggu aja disini ya. Ada kasur kalau kamu mau tidur," ucap Mark.
Keysa memperhatikan sekelilingnya, ia menatap Mark bingung, "Mana kasurnya?"
Mark berdiri dan menarik tangan Keysa. Lelaki itu membawanya ke pintu yang terletak di sudut ruangan. Keysa terkejut saat masuk, ada ruangan kamar.
"Aku biasanya tidur disini kalau cape. Terus, Karin akan mencegah orang – orang yang ada keperluan dengan aku," tutur Mark.
Keysa duduk di ranjang putih itu. Ia menatap Mark, "Kamu mau istirahat dulu?"
Mark menggeleng pelan. "Kamu aja. Aku harus rapat jam dua."
Keysa menatap Mark sedih. Jadi tak enak sendiri, karena tunangan kakaknya harus bekerja keras demi orang seperti dirinya, pengganti Kaysha.
Mark seketika panik melihat wajah sedih Keysa, "Kamu kenapa,hm?"
"Kakak gak perlu kerja terlalu keras buat aku. Kalau kesehatan Kakak menurun gimana?" tanya Keysa khawatir.
Mark yang sejak tadi berdiri memilih mendekati tunangannya. Kemudian, ia menarik Keysa ke dalam dekapannya. "Itu tugas aku, sayang. Aku akan lakukan apapun untuk kamu," terang Mark.
"Tapi kalau kamu sa-"
"Aku ini kuat tau," potong Mark dengan nada bangganya.
"Aku keluar ya. Kalau kamu butuh sesuatu bisa bilang aku, oke?" izin Mark sembari melepaskan pelukannya.
Keysa mengangguk kemudian ia melambaikan tangannya sampai Mark menghilang dari pandangannya. Sepeninggalan Mark dari kamar, Keysa langsung menidurkan tubuhnya di ranjang. Tubuhnya lelah setelah berkutat di dapur selama tiga jam lebih.
***
Mark baru saja selesai rapat. Pria itu berjalan berdampingan dengan Karin yang membawa berkas untuknya. "Pak Mark," panggil Karin pelan.
Mark menatap Karin sekilas, "Ada apa?"
"Apa tunangan bapak masih ada disini?" tanya Karin penasaran.
Mark mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Karin.
"Saya tidak bermaksud apa –apa. Sekedar bertanya saja," ucap Karin sadar Mark bingung.
"Dia di ruangan pribadi saya," jawab Mark tersenyum.
Baru pertama kali, Karin melihat senyum Mark yang terlihat tulus. Bukan senyum formalitas yang biasanya di tampilkan pria itu.
"Ah begitu," tanggap Karin pendek. Entah kenapa hatinya sedih saat sadar senyum yang di berikan padanya adalah senyum formalitas.
"Kenapa kamu lesu?" tanya Mark peduli.
Karin menoleh pada Mark kemudian memaksakan senyumnya, "Tidak Pak. Saya hanya lelah karena hari ini banyak rapat."
Mark menepuk bahu Karin, "Kalau kamu butuh cuti bilang saya saja. Oh iya, hari ini jangan ada yang mengganggu saya ya."
"Baik, Pak," ucap Karin sopan.
Mark masuk ke ruangan pribadinya. Ia masuk dengan membuka pintunya perlahan. Mark menatap Keysa yang terlelap. Mark membaringkan tubuhnya di samping Keysa. Ia sedikit memiringkan tubuh, menatap intens wajah sang Tunangan. Tangannya mengusap pelan rambut Keysa, lalu turut memejamkan mata bersamanya.
***
Keysa terbangun satu jam kemudian. Matanya mengerjap beberapa kali berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke retinanya. Keysa sedikit terkejut melihat Mark yang tertidur dengan wajah lelahnya.
Keysa tidak tega membangunkan Mark. Akhirnya memilih memperhatikan wajah Mark. Keysa baru sadar kalau lelaki itu mempunyai tahi lalat di dekat alis sebelah kanannya.
'Kak Kay beruntung bisa mengenal lo,' batin Keysa.
Mark sedikit bergerak saat tertidur. Keysa yang terkejut buru – buru menutup matanya.
"Kay…" panggil Mark pelan.
Keysa membuka matanya perlahan, "Kamu udah bangun Kak."
"Hm…" Mark bangkit dari berbaringnya. Ia mengulurkan tangannya agar Keysa ikut bangkit.
"Kamu mau makan dulu?" tanya Mark sembari merapikan rambut Keysa.
"Boleh Kak," jawab Keysa sembari menutup matanya, menikmati kegiatan Mark.
"Mau makan apa?" tanya Mark.
Keysa membuka matanya, "Ayam geprek yuk," ajaknya semangat.
Mark mengangguk, ia mengambil kunci mobilnya dan tas kecil milik Keysa. "Yuk berangkat."
Keysa mengangguk kemudian mengikuti langkah Mark. Mark membuka pintu ruangannya dan melihat Karin yang sibuk mengetik.
"Karin," panggil Mark.
Karin berdiri dan tersenyum manis pada atasannya, "Iya Pak?"
"Semuanya sudah selesai kan?" tanya Mark memastikan.
Karin melirik Keysa yang tersenyum padanya, "Sudah Pak."
"Saya pulang duluan ya sama Kay. Kamu hati – hati ya pulangnya," ucap Mark peduli.
Keysa melambaikan tangannya pada Karin, "Duluan ya."
Karin mengangguk kemudian ia membungkuk sopan pada Mark dan Keysa. Senyum Karin menghilang begitu keduanya menghilang dari pandangannya. Rasa iri menyelimuti wanita cantik itu.
Keysa dan Mark sudah berada di depan lift, menunggu lift naik ke lantai atas. Keysa menatap angka lift yang kian naik dengan perasaan tak tenang.
"Kamu mau pegang tangan aku lagi?" tawar Mark mengulurkan tangannya.
"Hah?"
Mark tersenyum tenang, "Ini hanya tebakan aku aja. Kamu takut naik lift ya?"
Keysa memaksakan senyumnya, "Kata siapa?"
Mark meraih tangan Keysa, "Aku tahu, sayang. Wajah kamu waktu itu gusar dan gak nyaman pas pertunangan kita."
Keysa menunduk, ia hendak melepaskan genggaman Mark. Sayangnya, tenaganya tak cukup kuat untuk melepaskan genggaman sang tunangan. "Aku…takut kamu marah." Keysa sebaiknya jujur daripada Mark mencari tahu dari orang lain.
"Aku gak akan marah," kata Mark lembut. "Aku akan marah kalau kamu gak bilang."
"Maaf. Aku gak tahu harus bilangnya gimana," ucap Keysa masih menunduk.
Mark melepaskan genggaman tangannya kemudian ia menangkup wajah Keysa, "Gak apa, Kay. Jadi, kamu mau turun tangga?"
Keysa menggeleng pelan, "Aku boleh pegang tangan kamu?"
Mark mengulas senyum, "Boleh."
Lift sudah sampai. Mark memegang tangan Keysa, jempolnya mengusap punggung tangan tunangannya, berusaha menenangkan.
"Kamu boleh nutup mata. Nanti aku bilang kalau udah sampai," ucap Mark pelan.
Keysa menuruti ucapan Mark. Ia menutup matanya perlahan. Selama perjalanan di dalam lift, jempol Mark terus mengusap lembut punggung tangannya.
"Sudah sampai," kata Mark sembari menarik tangan Keysa agar mengikutinya.
Keysa membuka matanya, ia menatap sekelilingnya. Para pegawai yang berlalu lalang menatap dirinya dengan wajah penasaran. Dengan cepat, Keysa melepaskan pegangan tangan dirinya dengan Mark.
Mark menatap Keysa bingung, "Kenapa?"
"Bukannya pegawai lain gak boleh tahu?" tanya Keysa.
Mark terkekeh kecil, ia menggenggam tangan Keysa, "Mereka tahu kalau aku udah tunangan." Mark berjalan berdampingan dengan Keysa menuju pintu keluar Perusahaan Baratama.
"Selamat sore, Pak Mark," sapa pegawai wanita. Mark tersenyum ramah sebagai balasan. Gerombolan pegawai wanita itu berbisik – bisik begitu Mark dan Keysa melewati mereka.
"Beneran pada tahu semuanya?" tanya Keysa memastikan.
"Iya, sayangku," jawab Mark sembari mencubit pipi Keysa.
***
Keysa dan Mark kini berada di toko yang menjual alat – alat dapur. Keduanya baru selesai makan malam. Mark mengikuti langkah Keysa sembari mendorong troli belanjan.
"Kamu mau aku buatin roti panggang?" tanya Keysa sembari menatap satu – satu alat pemanggang roti.
"Boleh, Kay," sahut Mark.
Keysa mengangguk kemudian mengambil alat pemanggang roti warna abu dan menyimpannya di troli belanja.
"Oh iya, kok bisa satu kantor tahu kita udah tunangan?" tanya Keysa bingung.
"Mereka tahu aku akan tunangan. Yang mereka gak tahu itu sosok kamu. Makanya, Karin pas ketemu kamu bingung," tutur Mark.
"Aku pikir kita harus jaga rahasia," ucap Keysa menatap Mark sembari menunjuk wajan.
"Pertunangan kita emang privat dan yang diundang cuman orang tertentu saja. Tapi, mereka tetap tahu kok," info Mark sembari mengambil wajan dan menyimpannya di troli belanja.
Keysa mengangguk paham. Ia melangkahkan kakinya ke arah gelas, meninggalkan Mark yang menikmati jajaran piring yang tersusun rapi.
"Hai, Mark," panggil seorang wanita cantik.