Mark menyilangkan kedua tangan begitu melihat tunangannya turun dari mobil sedan. Keysa turun dengan membawa laptop miliknya dan beberapa buku. Ia sedikit terkejut ketika sadar Mark menunggunya di teras rumah. Untungnya, ia meminta Haidar untuk segera pulang.
"Sekarang kamu udah pintar ya," komentar Mark.
Keysa mengeratkan pegangannya jarinya di tas ranselnya, ia menatap Mark takut. "Hahaha, maksud kakak apa?" tanya Keysa sedikit tertawa.
"Pintar bohong sama aku," ujar Mark sedikit sinis.
Keysa mendekati Mark dan tersenyum manis, "Aku minta maaf, Kak."
'Gue gak bohong! Itu kan emang rumah gue!' batin Keysa.
Mark menolak tangan Keysa yang hendak menggenggamnya. "Kamu dimana tadi?"
"Masuk dulu yuk, Kak," ajak Keysa. Ia belum memikirkan jawaban yang pas untuk berbohong.
"Key, bilang aja. Aku gak akan marah," pinta Mark lembut.
Keysa tersenyum manis, "Aku tadi ke perpustakaan buat baca – baca skripsi." Otak Keysa berjalan dengan cepat, kebohongan yang terlintas begitu saja menyelamatkannya.
Mark mengerutkan dahinya, "Kamu mulai serius kerjain skripsi?"
Keysa mengangguk malu. Tak tahu saja Mark, kalau ia sudah menyelesaikan proposalnya. Keysa tinggal menyerahkan pada dosen pembimbingnya. Sayangnya, hal itu kini hanyalah angan – angannya. Ia harus mengusulkan judulnya terlebih dahulu pada dosen pembibing Kaysha.
"Kenapa sesulit itu bilang jujur sama aku?" tanya Mark bingung.
Keysa terdiam beberapa saat, "Tadinya mau kasih kejutan setelah judul aku diterima," ungkap Keysa berbohong.
Mark menghela napas kemudian ia tersenyum simpul, "Maaf, aku pikir kamu selingkuh."
"Aku minta maaf karena udah bohong," kata Keysa setengah hati. Ia sedikit kesal karena Mark menuduhnya selingkuh. Bisa mati kalau ia berencana berselingkuh.
"Ya udah, yuk masuk," ajak Keysa. Mark mengangguk, ia meletakkan tangannya di pinggang Keysa. Keysa menoleh pada Mark, sedikit terkejut.
"Kenapa, hm?" tanya Mark dengan nada rendahnya.
Keysa menggeleng, ia buru – buru mengalihkan pandangannya. Tanpa sadar, pegangannya pada ranselnya makin erat.
"Kamu kesana sama siapa?" tanya Mark sembari tesenyum pada pelayan yang menyapanya sopan.
"Sendiri. Haidar cuman antar sampai depan terus pulangnya baru dijemput deh sama Haidar," jelas Keysa.
Mark menanggapi, "Ajak aku sesekali ya."
"Kamu kan kerja," balas Keysa.
Mark dengan santainya berkata, "Bosnya ayah aku. Aku bisa izin."
Keysa terkekeh pelan, "Iya deh yang sebentar lagi jadi CEO."
Mark mengusak rambut Keysa. "Nanti ya, sayang. Aku masih nyaman di posisi aku sekarang."
Keysa menoleh pada Mark sebentar. Ia mengkode salah satu pelayan untuk menyiapkan makanan ringan dan teh. "Ke halaman belakang aja ya."
"Oh iya Kak, aku sama sekali gak nuntut Kakak kok. Lagian perjalanan Kakak masih panjang sebaiknya Kakak belajar dulu di posisi sekarang," tutur Keysa panjang lebar. Ia tak mau Mark malah berpikir sosoknya adalah orang yang banyak menuntut.
"Iya sayang. Aku ngerti," tanggap Mark sembari duduk di ayunan yang terletak di sudut halaman belakang.
Keysa duduk di sebelah Mark dengan kaku. Ia bingung harus bagaimana kalau mereka duduk sangat dekat. Selama ini keduanya hanya duduk bersebelahan kalau ada acara penting atau mengobrol. Sedangkan dalam ayunan seperti tidak ada batas.
"Besok kita pindah ya," ucap Mark sembari menyesap teh yang dibuat oleh pelayan.
Keysa mengerutkan keningnya, "Secepat itu?"
Mark mengangguk, "Rumah yang sekarang letaknya di tengah. Jadi, kamu ke kampus bisa lebih dekat."
"Iya sih…alat di dapur gimana?" tanya Keysa sembari mengunyah keripik pedas.
"Kamu besok bisa ke kantor aku?" tanya Mark balik.
Keysa tampak berpikir, kemudian ia mengangguk. "Boleh. Tapi buat apa?" tanya Keysa.
"Kita berangkat dari kantor aku," sahut Mark sembari mengunyah kue.
"Kakak pulang jam berapa?" tanya Keysa.
Mark melontarkan candaan, "Jam berapa pun aku siap buat kamu."
Keysa hanya tertawa kecil sebagai tanggapan. Hatinya lagi – lagi menghangat diperlakukan oleh Mark dengan baik. "Gak bisa gitu Kak. Tanggapan pegawai lain gimana kalau kelakuan kamu begitu," ucap Keysa.
Mark tertawa kencang, "HAHAHA…kamu peduli sama pandangan orang lain?"
"Kakak kan gak mau di mata pegawai lain mencotohkan hal yang salah," terang Keysa.
Mark tersenyum tipis, "Kamu datangnya pas jam tiga aja. Aku jam segitu udah selesai."
***
Keysa turun dari tangga kediaman Kaysha. Hari ini, ia akan ke kantor Mark. Ia mendekati chef Yohan yang merupakan juru masak utama di rumah Kaysha.
"Ada apa, Non?" tanya Chef Yohan.
"Chef, kasih tahu aku resep buat makanan jepang dong. Aku mau buat untuk Kak Mark," tutur Keysa tersenyum.
Chef Yohan mengangguk kemudian ia mulai menyiapkan bahan untuk membuat makanan Jepang. Keysa menatap satu persatu bahan yang diambil Chef Yohan.
"Ini bahan untuk apa aja, Chef?" tanya Keysa sembari mengambil satu – satu bahan.
"Sushi, onigiri, takoyaki dan teriyaki, Non. Apa cukup?" tanya Chef Yohan. "Untuk berapa porsi?"
"Buat aku dengan Kak Mark. Tapi, kita juga butuh makanan manis, Chef," kata Keysa.
"Nona ingin membuat apa untuk makanan manis?" tanya Chef Yohan.
Keysa terdiam beberapa saat, "Gimana kalau dorayaki dan mochi?" usul Keysa.
Chef Yohan mengangguk, "Baik, Non."
Keysa tersenyum, ia meregangkan kedua tangannya, "Kasih tahu aku ya. Gimana caranya buat sushi."
"Nona akan membuat semuanya sendiri?" tanya Chef Yohan bingung akan ucapan Keysa.
"Iya. Kira – kira keburu gak tiga jam?" tanya Keysa.
Chef Yohan menjawab, "Saya rasa kurang, Non. Apa Nona tidak masalah kalau saya membantu?"
"Tapi bimbing aku juga ya cara buatnya, aku ingin belajar," pinta Keysa bersemangat.
Chef Yohan terkekeh, "Siap Non. Saya akan membuat mochi dan adonan takoyaki."
Keduanya mulai mengerjakan tugas masing – masing. Sesekali Keysa bertanya kalau ada yang tidak ia pahami. Para pelayan banyak yang menawarkan diri, tetapi Keysa menolak bantuan. Ia hanya mengizinkan Chef Yohan untuk membantunya. Akhirnya, pelayan lain kembali sibuk dengan tugasnya masing – masing.
"Chef, kalau Kak Kay suka masak gak?" tanya Keysa di sela – sela ia memotong wortel.
"Nona Kay sejak kecil itu anti dapur. Tetapi, sudah sebulan lalu Nona Kay belajar masak bersama saya," sahut Chef Yohan.
"Oh wow aku pikir Kak Kay bakal belajar masak setelah tunangan," ujar Keysa.
"Itu rencananya dulu. Tetapi, Nona Kay ingin saat Mark bangun, lelaki itu menyicipi makanan buatannya," cerita Chef Yohan sembari memotong sosis, gurita, dan keju menjadi kotak – kotak.
"Apa Kak Mark tahu kalau Kakak belajar masak?" tanya Keysa penasaran.
"Tidak Non. Saat Tuan Mark datang, Nona Kay akan berlari ke kamarnya, seolah tidak belajar masak," jawab Chef Yohan sedikit terkekeh ketika mengingat tingkah Keysa.
Keysa menatap ekspresi Chef Yohan yang tampak sendu. Keysa bersyukur, pelayan disini peduli pada Kaysha. "Chef kangen Kak Kay?" tanya Keysa.
Chef Yohan tersenyum pada Keysa, "Saya selalu merindukan Nona Kay. Sangat disayangkan, Nona Kay mengambil keputusan begitu."
Keysa tersenyum sendu,"Aku gak ngerti sama pikiran Kakak."
Chef Yohan mengangguk kemudian ia menepuk pundak Keysa, "Apapun itu. Tolong lakukan yang terbaik ya, Non."
Keysa mengacungkan jempolnya, "Aku akan berusaha yang terbaik untuk bersikap sebagai Kakak."
"Tidak Non. Bersikaplah sebagai diri sendiri," ujar Chef Yohan sembari memanaskan kompor.
Keysa tertegun mendengar ucapan pria setengah abad itu. Ia tidak menyangka, ada yang peduli dengannya di kediaman Kaysha. Sejak awal masuk ke kediaman Kaysha, para pelayan hanya menyapa sebagai bentuk formalitas dan sopan santun. Tidak pernah ada orang yang benar – benar bisa ia ajak berbagi cerita.
"Aku juga maunya begitu, Chef. Tapi, aku rasa akan sulit," tanggap Keysa memaksakan senyumnya.
Chef Yohan menggeleng, "Nona bersikap saat ada orang luar saja kan?"
Keysa mengangguk.
"Tapi, kalau bersama saya jadi diri sendiri saja Non. Saya menganggap Nona Kay sebagai anak saya. Begitu pula dengan Nona Key," tutur Chef Yohan.
Keysa tersenyum manis. Ia rasa dirinya mulai nyaman tinggal di kediaman kembarannya. Ia yakin perlahan dirinya bisa beradaptasi dengan baik.
***
Keysa menekan tombol lift lantai sebelas. Ia sengaja datang saat jam makan siang. Ia menelan ludahnya saat lift mulai bergerak.
Keysa mengepalkan tangannya saat perasaan cemas menyelimutinya. Tangannya berkeringat dan gemetar, ditambah ia merasa pusing akibat lift terus bergerak. Keysa merasa sulit bernapas, dadanya serasa ditekan. Dengan tergesa, Keysa mengambil inhaler di tasnya, menghirup sebanyak – banyaknya.
'Tahan Key.' Batin Keysa menguatkan.
Ting
Keysa buru – buru keluar dari lift. Ia menatap sekelilingnya, tampak lenggang. Untungnya, Keysa berhasil mencari tahu ruangan Mark dari Ayah Darel.
Keysa menyimpan inhalernya setelah menemukan ruangan yang terletak paling ujung. Ia mendekati wanita cantik yang sibuk dengan laptopnya.
"Permisi Mba," kata Keysa.
Wanita cantik itu mengangkat kepalanya dan menatap Keysa dengan tanya. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya mau ke ruangan Kak Mark," ucapan Keysa memancing rasa bingung dari wanita cantik itu.
"Kak Mark? Anda siapa ya? Berani sekali memanggil Pak Mark dengan sebutan begitu," ucap wanita cantik itu kesal. Wanita itu kesal karena Keysa memanggil Mark dengan sebutan 'Kak' seolah mengenalnya dalam.
Keysa menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia tak mungkin bilang dirinya adalah tunangan Mark. Mengingat pertunangan diadakan cukup privat."Maaf Mba, maksud saya mau ke Pak Mark," ralat Keysa cepat.
"Pak Mark tidak ada di ruangannya," balas wanita cantik itu ketus. Wanita itu kembali sibuk dengan layar laptopnya. Ia terlanjur kesal karena menurutnya, gadis yang berdiri di depannya sangat cantik. Hatinya bertanya – tanya bagaimana Mark bisa mengenal gadis itu.
Keysa berusaha memaksakan senyumnya, "Setahu saya, sekarang ini jam istirahat."
Wanita cantik itu berdiri kemudian menatap Keysa tajam, "Anda itu siapanya Pak Mark?"
"Saya temannya Pak Mark. Ada perlu dengannya," jawab Keysa memberikan jawaban aman. Keysa berusaha mempertahankan senyum palsunya.
"Sudah membuat janji?" tanya wanita cantik itu.
Keysa menggeleng. Niatnya itu memberikan kejutan pada Mark jadi wajar kalau dirinya tidak membuat janji.
"Kalau begitu silakan keluar," ujar wanita cantik itu.
Keysa menghela napas, "Saya itu temannya Pak Mark." Keysa jadi kesal, wanita di depannya tidak ramah dan membuatnya jengkel.
"Saya tahu! Tapi anda belum membuat janji!" ucap wanita cantik itu sedikit membentaknya. Wanita cantik itu kembali duduk di kursinya, tidak peduli dengan Keysa yang masih berdiri.
Keysa tampak terkejut akan bentakan wanita cantik itu. Keysa tediam beberapa saat, berusaha berpikir agar bisa masuk ke dalam. Suara pintu dibuka mengalihkan perdebatan keduanya.