Rayner menatap Mark yang menundukkan kepalanya. Lelaki itu kemudian menyesap kopinya perlahan, "Mark, kasus Amira emang bukan salah lo."
Mark mengangkat wajahnya, kemudian tersenyum palsu, "Entahlah, Ray…sampai sekarang gue masih merasa bersalah."
Rayner menaruh kopinya di atas meja. "Amira emang gak bisa dikasih tau, Mark."
Mark memijat dahinya, "Gue…"
Suara ketukan menghentikan percakapan keduanya. Keduanya otomatis menatap pintu ruangan Mark yang terbuka.
"Bos, rapat akan segera dimulai," suara Karin mengalun lembut.
Karin melirik Rayner yang melambaikan tangannya ceria. Karin memutar bola matanya, malas menatap sahabat dari bosnya.
"Oke," Mark berdiri kemudian ia menatap Rayner, "Lo tahu pintu keluar kan?"
"Iya gue pergi. Lo jahat usir gue," ucap Rayner sembari berdiri dan membawa kopinya. Rayner mengedipkan mata sebelah kirinya saat melewati Karin. Karin menatap Rayner kesal, lelaki itu suka sekali menggodanya.
"Pergi lo!" usir Karin hendak melemparkan berkas yang ia pegang. Rayner berlari ke luar ruangan.
Mark terkekeh kecil melihat interaksi Rayner dan Karin. Mark yakin kalau keduanya menjadi pasangan akan menjadi suatu hal yang mengejutkan.
"Kalian lucu. Kenapa gak jadian aja?" celetuk Mark sembari melangkahkan kakinya ke luar ruangannya.
Karin yang menyamakan langkahnya menjawab, "Mohon maaf Pak. Pak Rayner bukan tipe saya."
"Lalu tipe kamu bagaimana?" tanya Mark sembari masuk ke lift.
'Lo tipe gue, Mark.' Batin Karin melirik Mark.
***
"Selamat pagi, Non," sapa Haidar sopan.
Keysa yang berjongkok di hadapan tanaman anggrek segera berdiri dan menghampiri Haidar dengan senyumnya. "Lo datang kesini."
"Anda yang meminta saya untuk datang," ujar Haidar.
"Gue pikir lo gak akan mau. Soalnya, aturan dari orang tua gue, lo hanya bisa menemui gue setiap tiga kali seminggu," ucap Keysa sembari berjalan ke kursi rotan yang tersedia di halaman belakang.
Haidar terdiam beberapa saat, "Tuan Besar bilang kalau saya harus siap sedia untuk anda. Tuan Besar khawatir anda melakukan kesalahan."
Keysa mengambil kue yang disediakan Bibi Tina di atas meja, "Gue pikir karena peduli. Taunya, karena takut Kak Kay buruk di mata Kak Mark."
Haidar menatap Keysa, "Nona, asma anda tidak kambuh?" tanya Haidar.
Keysa melirik Haidar lewat ekor matanya, "Untungnya enggak. Gue gak sengaja manggil Kak Kay waktu ada Kak Mark…"
"Uhuk uhuk," Haidar tersedak air putihnya. "Tuan Mark curiga?"
Keysa menggeleng, "Kemarin, Kak Mark nginep disini. Gue baru tau pintu kamar mandi tempat Kak Kay bunuh diri dibuka. Akhirnya, gue histeris karena panik."
Haidar mengerutkan keningnya, "Siapa yang buka?" tanya Haidar datar.
Keysa menatap Haidar, sedikit takut mendengar nada bicara pengawalnya. "Gue gak apa – apa kok. Kak Mark berhasil menenangkan gue," ucap Keysa cepat.
"Saya nanya siapa yang membuka," ujar Haidar berdiri dari duduknya. "Padahal saya sudah memperingatkan pelayan disini."
"Lo mau kemana?!" teriak Keysa sedikit panik sembari mengikuti langkah Haidar ke ruang keluarga.
"Bi Tina!" panggil Haidar keras.
Bibi Tina dengan terpogoh – pogoh mendatangi Haidar dan Keysa yang berdiri. "Ada apa, Nak Haidar?"
"Panggil semua pelayan untuk kesini," perintah Haidar tegas.
"Haidar gak usah!" cegah Keysa.
Bibi Tina tampak bingung, tetapi, wanita setengah abad itu memilih menuruti perintah Haidar. "SEMUANYA BERKUMPUL!" teriak Bibi Tina.
Para pelayan yang sibuk dengan tugasnya masing – masing, segera berlari mendengar teriakan Bibi Tina. Ada yang masih membawa sapu, lap, bahkan baju. Para pelayan berbisik dikarenakan aura yang di keluarkan Haidar gelap.
Keysa menatap para pelayan satu – satu, ia memang tak mengenali semua pelayan di rumah Kaysha. Keysa menghela napas pelan, "Haidar, gue gak apa."
"Nona, saya hanya mencari tau saja," ucap Haidar tersenyum pada Keysa. Kemudian ia menatap pelayan yang menatapnya takut.
"Siapa yang buka pintu kamar mandi di kamar Nona Kaysha?" tanya Haidar dingin sembari menatap pelayan satu – satu.
Tidak ada jawaban.
"Saya tanya, SIAPA YANG MEMBUKA PINTU KAMAR MANDI DI KAMAR NONA KAY?" Haidar mengulang pertanyaannya. Kali ini dengan nada emosi.
Masih tidak ada jawaban. Para pelayan saling menyenggol lengan satu sama lain dengan kepala ditundukan.
Haidar menyisir rambutnya ke belakang, ia kesal dikarenakan para pelayan tidak menanggapi apapun. "Apa saya harus mengulang pertanyaan?" tanya Haidar dingin.
Keysa mengigit bibir bawahnya, ia ingin tahu siapa yang membukanya. Itulah mengapa, ia diam saja saat melihat Haidar bertanya dengan emosi pada pelayan.
Setelah keheningan beberapa menit, seorang pelayan muda mengangkat tangannya. Haidar dan Keysa menatap pelayan muda itu dengan tanya.
"Mohon maaf, saya yang membuka pintu kamar mandi itu karena saat malam hari Tuan Mark ingin ke kamar mandi," terang pelayan muda itu.
Haidar mengangkat alis kanannya, "Saya baru lihat kamu. Kamu pelayan baru?" tanya Haidar. Haidar baru melihat wajahnya. Ia mengenal dan mempelajari semua pelayan yang bekerja di kediaman Keysa dan kediaman Kaysha. Ia harus memastikan kedua putri Ayah Gavin dikelilingi oleh orang yang bisa dipercaya.
"Iya. Nama saya Rini," jawab pelayan muda itu, "saya menggantikan Ibu saya yang sakit."
Haidar kini mengalihkan pandangannya ke Bibi Tina, "Bi Tina tidak menjelaskan tentang kejadian yang di-"
Bruk
Bibi Tina bersujud dengan cepat, "Maaf, saya lupa untuk menjelaskan. Ini murni kelalaian saya." Para pelayan terkejut dengan sikap Bibi Tina. Mereka otomatis membungkuk sopan.
Keysa yang terkejut buru – buru berlutut di samping Bibi Tina, "Bi, jangan begini."
"Non…" panggil Haidar pelan.
Keysa berdiri dan berbisik pada Haidar, "Gue gak apa. Lo jangan buat mereka takut ya."
Haidar menatap Keysa sebentar, kemudian ia kembali fokus menatap para pelayan, "Bi Tina sebaiknya berdiri. Saya akan mengumumkan sesuatu."
Bibi Tina berdiri dengan bantuan Rini yang ikut ketakutan. "Terima kasih, Nak," bisik Bibi Tina. Rini tersenyum dan mengangguk.
"Saya mohon dengan sangat untuk menjaga privasi mengenai Keluarga Sagara. Tuan Besar punya alasan tersendiri. Lalu, Nona Key masih takut untuk mandi di tempat meninggalnya Nona Kay. Jangan buka lagi kamar mandi kecuali atas persetujuan saya atau Nona Key…" tutur Haidar menjelaskan.
"Kemudian, kalau ada Tuan Mark harap antar ke kamar mandi tamu. Cari alasan kalau kamar mandi di kamar Nona Kay tidak bisa digunakan. Meskipun, Tuan Mark sudah menjadi tunangan resmi Nona Key, ia sebaiknya jangan diizinkan untuk masuk ke kamar Nona Kay," ucap Haidar panjang lebar.
"Kalian mengerti?" tanya Haidar menatap pelayan yang masih menunduk.
"Mengerti!" ucap para pelayan lantang.
"Lalu, untuk pelayan baru…" Haidar menatap Rini yang ketakutan, "jangan melakukan kesalahan yang sama. Kamu bisa bertanya kalau ragu pada Bibi Tina."
"Aku sudah memaafkan Bi Tina dan kamu, Rin," ucap Keysa tersenyum pada kedua pelayan itu. Keysa paham kalau usia Rini pasti lebih muda darinya. Ia cukup senang ada orang yang seusianya hampir sama dengannya.
"Te-terima kasih, Non," ujar Bibi Tina membungkuk sopan, Rini ikut membungkuk.
"Kalian boleh kembali fokus mengerjakan tugas lagi," ucap Haidar. Para pelayan kembali ke tempatnya masing – masing. Keysa menoleh pada Haidar yang fokus menatap ke depan.
"Gue mau balik ke kamar. Lo gak ada perlu sama gue kan?" tanya Keysa memastikan.
Haidar menatap Keysa, "Nona, mau ke rumah sendiri dulu?"
Keysa mengerutkan dahinya, "Buat apa? Ambil barang gue?"
Haidar mengangguk, "Saya baru dari rumah Nona. Bibi Vey bertanya mengenai keadaan anda."
Keysa tampak berpikir. Ia juga merindukan rumahnya. Disana, dia lebih bebas untuk berinteraksi dengan pelayan karena sedikitnya pelayan. Sedangkan di kediaman sang Kakak, ia kesulitan bergerak karena belum mengenal para pelayan. Meskipun, Keysa yakin para pelayan tidak akan keberatan untuk berinteraksi. Tetap saja, para pelayan pun masih canggung dengannya.
"Non?" Haidar melambaikan tangannya.
"Hah? Oh iya, gue siap – siap sekarang," ucap Keysa buru – buru meninggalkan Haidar untuk bersiap ke rumahnya.
***
Keysa turun dari mobil sedan. Ia mengetuk pintu rumahnya dengan semangat. Haidar masih memarkir mobil sedan itu.
"Tunggu!" terdengar sahutan Bibi Vey dari dalam rumah.
Keysa tersenyum ceria pada wanita yang sudah membuka pintu masuk rumahnya, "KEJUTAN!"
"Nona?!" teriak Bibi Vey melongo menatap Keysa.
Keysa melambaikan tangannya, "Halo, Bi. Aku balik."
Bibi Vey tersenyum hangat pada gadis di hadapannya. "Kenapa Nona tidak bilang akan datang kesini?" tanya Bibi Vey mengikuti langkah Keysa yang masuk ke kediamannya.
"Ini rumah aku kan, Bi. Aku mau kasih kejutan juga," ujar Keysa sembari menyapa pelayan yang terkejut akan kedatangannya.
"Bibi akan segera meminta chef untuk menyiapkan makanan untuk Nona," ucap Bibi Vey semangat.
Keysa itu tidak tega, akhirnya ia mengangguk sebagai tanggapan. "Aku mau ambil laptop dulu di kamar. Nanti ke ruang makan."
Keysa melangkahkan kakinya ke kamarnya, ia tersenyum. Anes pikir akan ada debu di kamarnya, sayangnya dugaannya salah. "Ternyata, mereka masih mengurus kamar gue. Padahal, sekarang gue tinggal di rumah Kak Kay."
Keysa mengambil laptop lambang apel miliknya. Ia berniat untuk mengambil buku catatan semasa ia kuliah di Universitas Wijaya Kusuma. Ia akan melanjutkan kuliahnya di kampus kembarannya, Universitas Pelita Terbuka. Tentu saja ia berperan sebagai 'Kaysha Aneisha' bukan sebagai 'Keysa Ayyara'.
Setelah selesai, Keysa turun dari lantai dua dan melangkahkan kakinya ke ruang makan. Disana, ia disuguhkan dengan makanan kesukaannya. Dimsum, sushi, ramen, dan makanan jepang lainnya. Keysa memang menyukai makanan dari negeri sakura itu.
"Terima kasih sudah membuatkan makanan," Keysa tersenyum pada chef di dapur. Chef di dapur mengacungkan jempolnya dan kembali sibuk.
Keysa makan dengan tenang. Ia terbiasa makan sendiri di ruang makan. Para pelayan akan memberikan privasi untuk Keysa. Karena Keysa merasa tak nyaman makan diawasi oleh pelayan.
Keysa menyuapkan potongan sushi terakhirnya. Ia menatap ponselnya yang berbunyi. Keysa menekan tombol hijau dan membesarkan suara volumenya.
"Halo, Kak Mark," sapa Keysa. Keysa mengunyah potongan sushi terakhirnya.
"Halo, Kay," balas tunangannya.
"Kenapa Kak?" tanya Keysa sembari mengambil dimsum kepitingnya.
"Kamu dimana, sayang?" tanya Mark lembut.
"Di rumah aku Kak," jawab Keysa mulai mengunyah dimsum kepitingnya.
Mark terkekeh kecil, "Sayang…"
"Ya Kak?" Keysa menelan ludahnya gugup. Perasaannya tak enak.
"Aku di rumah kamu. Kamu bohong sama aku?" tanya Mark. Nada suara terdengar menahan emosi.