Seperti biasa Aruna akan bangun pukul setengah lima pagi untuk menunaikan kewajiban nya sebagai seorang muslim setelah itu membereskan kamarnya dan membantu Bik Yani menyiapkan sarapan untuk keluarga nya karena itu juga sudah menjadi rutinitas Aruna setiap paginya.
" selamat pagi Bik... " Aruna menghampiri Bik Yani yang sedang mencuci piring
" selamat pagi Non.... " sahut Bik Yani
" Bik Yani beneran sudah sehat? Aruna masih khawatir karena wajah Bik Yani masih terlihat sedikit pucat.
" in syaa Allah sudah Non, Bibik bosan kalau hanya tiduran di kamar Bibik juga sudah ketemu sama nyonya besar beliau liat Bibik dikamar buat Bibik jadi tidak enak hati Non... " ucap Bik Yati yang benar-benar di buat tidak enak hati apa lagi saat nyonya besar nya membawakan beberapa buah-buahan dan roti untuk dirinya, sebaik itulah nyonya besarnya pada mereka yang berkerja disana.
" Non maaf " Bik Yani sedikit ragu tapi dia harus mengatakan ini pada Aruna karena jika sampai Nyonya mereka yang tahu akan menjadi masalah besar
" ada apa Bik? kenapa Bibik terlihat khawatir? " tanya Aruna yang mulai penasaran
" jam dua pagi Bibik tidak sengaja melihat Nona Mouly masuk kedalam rumah dengan secara diam-diam Non " jawab Bik Yani dengan sangat hati-hati
Aruna tidak dapat menyembunyikan keterkejutan nya, Mouly pulang pada jam dua pagi?
" Bibik jangan bilang sama siapa-siapa yah apa lagi sama mama, bisa gawat " ucap Aruna
" APANYA YANG GAWAT!!! "
Aruna terdiam membeku tidak berani menoleh karena dari suara dan nadanya pun gadis itu sudah tahu siapa yang sedang bertanya.
" ti-tidak ada nyonya " sahut Bik Yani dengan gugup
" Aruna!!! " panggil Maharani dengan tegas
Aruna menarik nafas dalam lalu mengembuskan napas dengan pelan sebelum menghadap ke arah mamanya.
" tidak ada Ma..... tadi Aruna cuma bilang sama Bik Yani kalau masih sakit istirahat aja biar Aruna yang mengurus semuanya, karena kalau Bik Yani tiba-tiba pingsan kan bisa gawat " jawab Aruna tanpa ragu sedikitpun meskipun jantung nya sudah berdetak tidak karuan
" maafin Aruna, ma... Aruna tidak bermaksud bohong sama mama " batin gadis itu
Maharani menatap Aruna dan Bik Yani secara bergantian sebelum beranjak pergi untuk melihat putri kesayangan nya.
Aruna dan Bik Yani bisa bernafas dengan legah karena Maharani tidak mengajukan pertanyaan lagi pada mereka berdua.
~~~~
Aruna sampai pada waktu yang tepat di kantornya, tapi ada yang sangat berbeda biasanya Imel dan Tasya akan langsung menghampiri nya saat dia datang meskipun masih di gedung yang sama tapi tetap saja ruangan mereka sekarang sudah berbeda.
" baiklah anggap saja aku baru pertama kali berkerja dan semoga orang-orang disini bisa menerima ku " batin Aruna
" Hei!!!!! "
Aruna baru saja akan duduk di kursinya tiba-tiba terperanjat karena seseorang mengejutkan nya.
Aruna menatap kesal melihat seorang lelaki yang tertawa terbahak-bahak karena sudah berhasil membuatnya terkejut.
" Sorry!! rileks nona!!! aku hanya bercanda " ucap Lelaki itu di sisa tawanya
" disana Imel dan Tasya, dan disini lelaki ini " gerutu Aruna didalam hati
" apa kamu Aruna staf yang baru saja di pindahkan ke bagian desain interior? " tanya lelaki itu yang tidak perduli dengan tatapan kesal Aruna
" iya saya Aruna " jawab gadis itu seadanya
" kenalkan aku Dewa salah satu di bagian ini " Lelaki yang bernama Dewa itu mengulurkan tangannya dan di sambut baik oleh Aruna.
" jika kamu perlu bantuan atau butuh sesuatu kamu bisa memanggilku, meja kerjaku di sebelah sana " tunjuk Dewa disebelah kanan Aruna
Aruna hanya tersenyum kecil sambil mengangguk, sepertinya Dewa tidak terlalu buruk untuk dijadikan partner kerja, setidaknya itu menurut Aruna.
Dengan baik dan sabar Dewa menjelaskan tentang pekerjaan yang akan di kerjakan oleh Aruna sekarang tentunya berbeda dengan yang pernah dia kerjakan sebelumnya, dan dengan baik pula Aruna belajar meskipun ada beberapa poin yang masih belum dia pahami dengan baik.
Aruna dan Dewa tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan interaksi mereka dari balik tembok.
" mau kopi? " tawar Dewa yang kembali menghampiri Aruna di meja kerjanya
Aruna sedikit berfikir sebelum mengiyakan tawaran dari Dewa
" kerjaan jangan terlalu dibawa tegang, santai saja seperti di pantai " gurau Dewa dengan tersenyum menunjukkan gigi gingsul nya kemudian berlalu pergi menuju pantry.
" santai santai santai pala gundul mu " gerutu Aruna dalam hati
Pinggang Aruna mulai terasa keram karena terlalu lama duduk, dan otot-otot nya juga ikut terasa kebas Dewa yang melihat Aruna sedang merenggangkan otot tubuhnya diam-diam tersenyum.
" nih kopinya " Dewa meletakkan secangkir kopi di atas meja Aruna
" terimakasih " dengan sedikit ragu Aruna mulai menyeruput kopi yang dibuatkan oleh Dewa
Aruna merasa sedikit kikuk karena sedari tadi Dewa terus memperhatikan gerak geriknya dan itu tentunya membuat Aruna merasa risih pada lelaki itu.
" apa anda tidak punya kerjaan lain selain terus memperhatikan saya? " tanya Aruna
Dewa berdehem menjadi salah tingkah seperti anak kecil yang ketahuan mencuri permen, tangan kanannya menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal dan tanpa mengeluarkan kata-kata lagi Dewa kembali ke meja kerja nya.
Aruna menggeleng heran kenapa Dewa bersikap aneh seperti itu pada dirinya dan tidak terasa Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas siang menunjukkan sebentar lagi jam istirahat makan siang.
Gadis itu membereskan meja kerjanya sebelum keluar untuk makan siang sebelum itu juga dia sudah mengirim pesan pada kedua sahabatnya yaitu Imel dan Tasya untuk makan siang bersama.
" Aruna tunggu!!!!! "
Aruna memutar bola matanya dengan malas lagi-lagi Dewa mengganggu nya.
" mau makan siang sama-sama? " ajak Dewa
" maaf Dewa, tapi saya sudah ada janji sama Imel dan Tasya untuk makan siang bersama, mereka staf bagian pemasaran " tolak Aruna secara halus.
" baiklah kalau lain kali? " Dewa seakan tidak menyerah untuk mendeteksinya
" nanti saya pikirkan " Aruna berlalu pergi begitu saja tanpa ingin berbasa-basi lagi.
" amazing!!!!! kamu semakin membuat ku penasaran, Aruna!! " batin Dewa memperhatikan Aruna yang semakin menjauh dari pandangan nya.
Aruna berjalan dengan santai di koridor sambil sesekali membalas pesan dari Imel, sesaat kemudian langkah kakinya terhenti saat berpapasan dengan seseorang tapi bukan itu yang membuatnya berhenti melainkan bau wangi parfumnya.
Gadis itu langsung menoleh menatap punggung seorang lelaki yang berjalan dengan cepat, tapi sayangnya dia tidak sempat melihat wajah lelaki itu tapi dia yakin lelaki itu adalah orang yang pernah dia tabrak beberapa hari yang lalu karena bau parfumnya sama dengan orang itu.
" ARUNA!!!!!!!!!!!!! "
Gadis itu terkejut mendengar teriakkan suara Imel yang selalu membuat telinganya terasa sakit.