Sepertinya keberuntungan memang belum berpihak kepada Aruna setibanya di rumah dia sudah disambut dengan wajah tidak mengenakkan dari mamanya yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
Maharani menatap nya dengan sengit karena sudah hampir jam sepuluh malam anak sulung nya itu baru pulang, bagaimana tidak karena Aruna meeting sekaligus makan malam bersama klien dari perusahaan tempatnya bekerja dan itu juga ajakan dari Dewa mau tidak mau diapun menerima karena Dewa selaku dari pimpinannya di bagian desain interior.
" Kerja apa kamu jam segini baru pulang " seru Maharani
" Maaf ma... Tadi Aruna ada meeting sekaligus diajak makan malam sama klien dan bos Aruna "
" Alasan saja... Kamu pasti kelayapan kan sama teman-teman kamu itu " tuduh Maharani tanpa bukti
" Nggak ma... Aruna memang ada meeting sama bos "
" Meeting apa hingga larut malam begini kamu jangan coba-coba bohongi mama ya Aruna apa lagi sampai melakukan hal yang aneh-aneh di luar sana yang akan membuat keluarga ini malu karena ulah kamu " ujar Maharani yang mulai meninggikan suaranya setetes cairan bening luruh begitu saja dari mata sendu gadis itu mendengar kalimat yang begitu menyelekit di telinganya
" Aruna tidak bohong ma " lirihnya
" Ingat Aruna jangan coba-coba membuat ulah di luar sana yang akan menghancurkan nama baik keluarga ini. Paham kamu!! " Bentak Maharani tanpa perduli sesakit apa hati Aruna yang mendengar kalimat pedasnya itu.
" Apa salah Aruna, ma? Semua yang Aruna lakukan selalu salah di mata mama!! " Ujar gadis malang itu dengan suara gemetar menahan tangis
" ini salah, itu kurang, ini nggak cocok!! Kenapa mama terlihat sangat benci sama Aruna? " Sungguh dia sudah merasa tidak tahan lagi, lelah selalu mendapatkan tatapan sinis dan penuh benci dari mamanya dan ini untuk pertama kalinya dia melontarkan pertanyaan yang selama ini dia pendam dalam hati
" Kamu sungguh ingin dengar? " Sahut Maharani dengan raut wajah yang menguar amarah pada Aruna
" Aku sungguh sangat menyesal sudah melahirkan kamu!! " Seperti petir yang menggelegar, dunia Aruna seolah runtuh mendengar kalimat itu keluar dari mulut mama yang sangat dia sayangi dan cintai.
" Kamilu mau tau, setiap kali aku melihat mu itu sangat menyakiti hati dan mentalku!! Aku tidak pernah menginginkan kamu lahir " ujara Maharani tanpa perasaan
" MAHARANI!!!!!!!! " Darmawan yang baru keluar dari kamarnya menatap nyalang istrinya tapi itu sama sekali tidak membuat Maharani takut
Aruna diam mematung menatap mamanya tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar, Mamanya menyesal sudah melahirkan nya padahal dia sama sekali tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia jika itu hanya akan menyakiti hati mamanya Tuhan yang sudah membawanya ketengah mereka.
" Apa kamu sudah gila? Dengan mengatakan kalimat ngawurmu itu " Darmawan sungguh dibuat jengkel oleh istrinya
" Aku mengatakan apa yang sebenarnya aku rasakan pada gadis ini " tunjuk Maharani tanpa perasaan
" Kamu tentu tau setiap kali aku melihat wajahnya aku merasa seperti tercekik Darma!! Aku seakan mati tapi tidak dibiarkan untuk mati, kehadirannya hanya semakin membuat luka hatiku menganga lebar " kedua matanya memerah dia mati-matian menahan airmata agar tidak jatuh
" Ini bukan salah Aruna " Darmawan berusaha merendahkan suaranya agar mertuanya yang sedang terlelap tidak bangun
" Aku sangat membencimu Aruna!! Sangat membencimu " seakan tidak peduli dengan luka dan sakit di wajah anaknya Maharani melangkah lebar meninggalkan mereka
Darmawan tidak bisa berbuat apa-apa dia hanya menatap iba anaknya itu yang masih berdiri dengan airmata yang jatuh berderai, dia mendekati Aruna lalu memeluknya tidak ada yang beruara hanya terdengar isak tangis Aruna yang terdengar semakin pilu.
Dengan langkah gontai gadis itu melangkah menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua tubuhnya sudah sangat lelah pikiran dan suasana hatinya sungguh tidak baik-baik saja. Di dalam kamarnya yang gelap Aruna merebahkan tubuh di atas ranjang meringkuk memeluk dirinya sendiri berusaha tetap tegar menghadapi semua yang terjadi.
Aku membencimu Aruna
Sangat membencimu
Kalimat itu terus saja be denging di telinga Aruna, apa yang membuat mamanya begitu membencinya sejak kecil gadis itu tidak pernah merasakan pelukan dan juga kasih sayang mamanya di rumah yang besar ini dia merasa seperti orang asing di hadapan mamanya, bahkan gadis itu tidak pernah mengeluh ataupun marah setiap kali melihat mamanya begitu memperhatikan dan menyayangi Mouly adiknya padahal mereka lahir dari rahim ibu yang sama.
Aruna menangis dalam kesunyian seorang diri, dia selalu berdoa kepada Tuhan kelak suatu saat mamanya akan menoleh kearahnya menatap dirinya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
" Maaf jika aku sudah menjadi luka untuk mama " gumamnya sebelum terjun ke alam mimpi