Nyatanya kejadian di cafe tempo hari masih berimbas hingga hari ini seakan tidak terima apa yang sudah dilakukan oleh Aruna, Mouly masih mendiamkan kakaknya meskipun tahu bahwa dirinya lah yang salah.
Melihat kedua kakak beradik itu tidak seperti biasanya tak urung membuat Darmawan dan Ambar bertanya-tanya. Mouly yang lebih dulu menyelesaikan sarapannya beranjak dari kursi lalu bergegas pergi setelah pamitan dengan kedua orangtuanya dan Omanya tanpa menyapa Aruna.
Sedangkan Aruna hanya menatap punggung Mouly yang berlalu pergi melewati dirinya tanpa menyapa, hanya bisa menghela nafas pelan karena sikap adiknya yang semakin menjauh.
" Aruna... " Darmawan menghampiri Aruna yang masih berkutat di dapur membereskan piring kotor
" Iya Pa.... "
" Ayo berangkat bareng sama papa, Mouly sudah pergi lebih dulu nanti kamu terlambat ke kantor " ajak Darmawan
" Tunggu sebentar ya Pa... Aruna ambil tas dulu "
" Papa tunggu di depan "
Setelah mengambil tas dan berkas-berkas nya di kamar Aruna menuruni tangga lalu menghampiri sang papa yang sudah lebih dulu duduk di bangku penumpang.
" Papa lihat beberapa hari ini kamu dan adikmu seperti tidak biasanya, apa kalian ada bertengkar? " tanya Darmawan setelah mobilnya keluar dari gerbang.
" Tidak kok Pa.. Aruna sama Mouly baik-baik saja " Aruna tersenyum canggung melihat tatapan teduh papanya
" Kalau ada masalah kamu jangan sungkan untuk cerita sama papa " ucap Darmawan, Aruna hanya mengangguk lalu tersenyum tatapan matanya beralih keluar jendela melihat hiruk pikuk jalanan kota yang mulai macet.
Aruna sebenarnya sudah mencoba untuk berbicara pada Mouly tapi adiknya itu justru terus menghindar tidak ingin melihat apa lagi mendengarkan nasihat darinya.
" Terimakasih atas tumpangan nya ya Pa... " Ucap Aruna sebelum turun dari mobil papanya
" Aruna apa kamu tidak mau memikirkan tawaran papa dulu? " tanya Darmawan lagi, lelaki yang umurnya hampir lima puluh tahun itu sudah menawarkan pekerjaan di perusahaan nya untuk Aruna tapi justru gadis itu menolak karena dia tidak ingin berada di naungan papanya.
" Aruna sudah betah bekerja di sini pa... " entah sudah berapa kali Aruna menolak ajakan papanya
Syah Interior Group merupakan salah satu perusahaan besar di ibukota dan sudah lima tahun Aruna berkerja disana, melihat dari penampilan Aruna yang sederhana dan tampil apa adanya mungkin tidak akan ada yang percaya bahwa Aruna juga anak dari pemilik Darma Group yang bergerak di bidang perhotelan dan kuliner.
" Papa sudah tidak muda lagi papa hanya memiliki kamu dan Mouly untuk meneruskan perusahaan milik keluarga kita papa sangat berharap suatu saat kamu mau menerima pemberian dari papa, Aruna " ujar Darmawan dengan sangat lembut.
Aruna hanya mengangguk lalu turun dari mobil, kedua mata indah itu menatap nanar mobil papanya meninggalkan area kantor.
" Selamat pagi.... " Dan seperti biasa lengkingan suara Imel dan Tasya begitu nyaring di telinga Aruna.
********
Aruna masih fokus pada berkas-berkas yang berserak di atas meja sesekali matanya beralih pada layar komputer di depannya menyocokkan data yang ada sedangkan waktu kini sudah menunjukkan jam makan siang.
Dewa yang baru saja keluar dari ruangan nya hanya menggeleng melihat gadis itu yang masih sibuk disana.
" Tubuh juga butuh istirahat dan perut juga butuh diisi supaya bisa sejalan sama otak untuk bekerja " ujar Dewa yang menghampiri Aruna di mejanya
Gadis itu hanya melirik sekilas lalu kembali melanjutkan pekerjaan nya tanpa perduli dengan tatapan tajam Dewa.
" Pergi sana.... " Usir Aruna tanpa repot-repot menoleh
" Ini sudah waktunya jam makan siang, Aruna... Kamu bisa lanjutkan lagi nanti " sahut Dewa yang masih enggan menyingkir dari sana.
" Ayo kita makan siang dulu di kantin kantor, ini sudah jam makan siang " ajak Dewa
" Baoak enak saja ngomong karena Bapak sudah paham sama semuanya... Lah saya? Saya kan baru saja di pindah kan dan masih harus banyak belajar lagi " ucap Aruna yang masih kekeuh menyelesaikan pekerjaan nya.
" Kalau bapak mau makan, pergi saja sana saya mau menyelesaikan ini dulu lagian saya juga belum terlalu lapar " tolak Aruna
" Ok baiklah kalau begitu saya akan duduk disini menemani sampai kamu menyelesaikan semuanya " Bukan hanya sekedar ucapan tapi Dewa benar-benar melakukannya lelaki itu menarik kursi lalu duduk di hadapannya.
" Pak dewa kenapa jadi duduk disini bukannya tadi bapak bilang mau makan siang " ujar Aruna melihat Dewa yang bertopang dagu di hadapannya
" Soalnya orang yang mau saya ajak makan siang masih sibuk sama pekerjaannya " jawab lelaki itu dengan santai
Melihat Dewa yang masih enggan beranjak pergi membuat Aruna menjadi salah tingkah apa lagi Dewa yang menatap nya lekat dan sulit untuk diartikan.
" Bapak duduk disini justru mengganggu konsentrasi saya " keluh Aruna yang mulai jengah dengan tingkah Dewa yang terkesan aneh
" Aruna ayo kita makan siang sama-sama di cafe depan ada menu terbaru " ajak Ajeng yang baru saja datang
" Nah kebetulan Pak Dewa lagi butuh teman untuk dia ajak makan siang " ucap Aruna dengan tersenyum sedangkan Ajeng menatap dengan wajah cengoknya
" Bapak pergi sama Ajeng saja " Aruna mendelik Dewa agar mau pergi bersama Ajeng, mau tidak mau akhirnya Dewa pun beranjak dari duduknya karena tidak enak hati jika harus menolak untuk pergi bersama Ajeng.
Gadis itu tersenyum puas menatap punggung Dewa dan Ajeng yang keluar beriringan, akhirnya dia bisa kembali berkonsentrasi mengerjakan semua pekerjaannya.
Aruna melirik jam kecil yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, semua berkas untuk meeting nanti sore sudah selesai dan masih ada dua puluh menit lagi jam makan siang Aruna membereskan mejanya lalu bergegas keluar setidak nya dia masih bisa memanfaatkan waktu yang tersisa untuk istirahat makan siang.
Aruna sedikit berlari begitu melihat pintu lift yang hampir tertutup tubuh nya tiba-tiba oleng karena sepatu high heels yang dia kenakan beruntung tangan kokoh seseorang langsung menariknya agar tidak terjatuh.
BUGH!!!!
Aruna membentur tubuh seseorang gadis itu sedikit meringis sembari mengusap keningnya begitu dia mendongak justru membuat jantung nya berdegup kencang.
Wajah nya begitu dekat hingga bisa melihat dengan jelas betapa indahnya ciptaan Tuhan. Bola mata yang berwarna coklat pekat, pahatan wajah yang nyaris hampir sempurna dengan hidung yang terlihat sangat mancung, bibir tipis berwarna merah muda membuat lelaki yang berada di hadapan Aruna itu terlihat sangat manis.