Karena Bik Yani sakit Aruna harus mengerjakan semua pekerjaan rumah sebelum berangkat ke kantor alhasil dia pun terlambat, dengan langkah cepat Aruna memasuki gedung tinggi tempat dirinya berkerja.
" mati aku kalau sampai ketahuan mbak Gladis bisa-bisa aku jadi perkedel pagi ini " gumam Aruna yang terus melangkah cepat
BUGHHHH
" maaf maaf maaf pak saya tidak sengaja " ujar Aruna dengan suara bergetar, karena terburu-buru Aruna tidak sengaja bertabrakan dengan seorang lelaki.
Dengan sedikit berjongkok Aruna membereskan berkas-berkas yang jatuh berserakan di lantai tanpa melihat lagi siapa yang dia tabrak.
Lelaki itu hanya menatapnya datar tidak ada sedikitpun niatan nya untuk membantu gadis itu.
" sekali lagi saya minta maaf Pak, saya benar-benar tidak sengaja " ucap Aruna lagi dengan kepala menunduk.
Aruna tercekat karena orang itu justru pergi begitu saja tanpa mengucapkan satu katapun, dengan sedikit ragu dan takut-takut Aruna memandang Lelaki itu hanya dari balik punggung nya tanpa melihat wajahnya.
" Aruna!!!! kamu ngapain disitu, ayo cepat!!! meeting nya sudah mau di mulai " panggil Tasya
" i-iya Sya... " Aruna pun menghampiri Tasya dan masuk ke ruang meeting bersamaan.
Setelah memasuki ruangan meeting Aruna dan Tasya langsung duduk di kursi mereka disana juga sudah ada Imel yang menatap mereka dengan penuh kelegaan beruntung Gladis belum datang karena jika tidak, sudah dapat dipastikan Aruna dan Tasya akan mendapatkan masalah besar.
" bersyukur lah kalian berdua masih selamat dari maut nya mbak Gladis " ucap Imel setengah berbisik.
Aruna merapikan pakaian nya yang sedikit berantakan sepintas dia teringat kejadian di koridor kantor tadi, Lelaki tinggi tegap dengan bau parfum yang sangat maskulin masih menguar di indra penciuman nya.
Waktu dua jam berlalu begitu saja Aruna, Tasya dan Imel bisa menghirup udara segar setelah keluar dari ruang meeting.
" Aruna "
Aruna menghentikan langkahnya lalu kembali berbalik kearah pintu tampak Gladis berdiri disana lalu berjalan menghampiri ketiga gadis itu.
" iya mbak " ujar Aruna.
" setelah ini kamu keruangan saya " ucap Gladis
" ha? " Aruna tidak bisa menyembunyikan keterkejutan nya
" apa mba Gladis tau yah kalau aku datang telat " batin Aruna
" kamu dengar kan apa yang saya bilang? " tanya Gladis menatap Aruna malas
" i-iya mbak saya dengar " sahut Aruna
Gladis berlalu pergi begitu saja, sedangkan Aruna masih menatap Gladis dengan wajah cengoknya.
" kira-kira mbak Gladis mau ngapain yah? " gumam Aruna yang sudah duduk di kursi ruang kerjanya.
" kamu buat masalah sama mbak Gladis? " tanya Imel yang duduk disebelahnya, Aruna hanya menggeleng pasrah.
" atau mungkin mbak Gladis tahu kalau kami telat datang? " tebak Imel
" kalau karena itu, kenapa cuma Aruna yang dipanggil kan aku juga telat " sahut Tasya yang menunjuk dirinya sendiri
" sudahlah dari pada kita berasumsi sendiri mendingan aku ke ruangan nya mbak Gladis aja " Aruna beranjak dari duduknya bahkan dia juga sudah mempersiapkan mental jika suatu waktu wakil pimpinan nya itu membentak nya nanti.
" Masuk!!!!! " seru pemilik ruangan setelah beberapa kali Aruna mengetuk pintunya.
Aruna memutar handle pintu dengan perlahan lalu yang pertamakali dia lihat adalah wajah Gladis yang menatapnya sengit duduk di kursi keagungan nya.
" duduk " titah Gladis dengan sorot mata tajam dan tanpa menunggu dua kali disuruh Aruna langsung duduk di kursi tepat dihadapan Gladis.
" apa kamu tahu kenapa saya memanggil kamu untuk datang ke ruangan saya? " Aruna menggeleng dengan pelan, Sedangkan Gladis tersenyum sinis.
Aruna selalu berfikir kenapa Gladis terlihat sangat tidak menyukainya padahal dia tidak pernah memiliki masalah padanya hanya sesekali saja Aruna membuat Gladis marah karena soal pekerjaan itupun bukan secara langsung karena kesalahannya.
" langsung saja saya meminta kamu datang kesini untuk memberi tahu bahwa kamu akan saya pindahkan ke bagian desain interior " ujar Gladis
" Hah?? " Aruna yang salah mendengar atau memang telinga nya bermasalah
" ada apa? apa kamu keberatan? "
" maaf mbak, tapi kenapa saya di pindahkan ke bagian itu bukankah saya tidak memiliki kriteria di sana? " ujar Aruna yang benar-benar terkejut
" kamu tidak perlu bertanya cukup patuhi apa yang diperintah kan " jawab Gladis yang tidak ingin di bantah.
Sejujurnya Gladis juga terkejut kenapa tiba-tiba ketua pimpinan justru memilih Aruna dari pada dirinya yang jauh lebih berpengalaman dari pada gadis itu.
Aruna berjalan gontai kembali keruangan nya, disana Tasya dan juga Imel sudah menunggu dirinya.
" gimana? "
" mbak Gladis ngomong apa? "
" dia nggak marahin kamu kan? "
" atau kamu disuruh lembur lagi? "
Aruna langsung di cecar pertanyaan dari kedua sahabatnya begitu dia duduk di kursi kerjanya.
" Aku di pindahin ke bagian desain interior "
Tasya dan Imel terbelalak lalu sedetik kemudian kedua gadis badas itu bersorak kegirangan lalu mengucapkan selamat pada Aruna.
" kenapa jadi kalian yang heboh? " tanya Aruna yang menatap kedua sahabatnya dengan aneh
" ya ampun Aruna, kamu bisa dengan leluasa ketemu sama pimpinan ganteng itu " ucap Imel
" astaghfirullah Imel!!!! ini masalahnya soal pekerjaan bukan tentang lelaki yang tidak tahu seperti apa wujud nya itu " dengus Aruna dengan kesal, Tasya langsung menyikut lengan Imel
" aku sama sekali belum berpengalaman di bidang desain tapi mbak Gladis tanpa berfikir panjang langsung tunjuk aku untuk masuk kedalam bagian itu, sedangkan aku berkerja di bagian pemasaran sudah lebih dari lima tahun dan paham tentang jual beli, lalu sekarang? " Aruna kembali mendesah lelah merebahkan kepalanya di atas meja.
Aruna bekerja di perusahaan properti dan interior di bagian pemasaran dan selama dia bekerja di bagian itu selama itu pula dia menikmati pekerjaan nya karena itu memang bidangnya tapi sekarang semua nya berubah.
Sepulang nya dari kantor Aruna langsung membersihkan diri lalu beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam nanti.
" kami sudah pulang? " Aruna yang sedang mencuci sayuran langsung menoleh kearah sumber suara, papanya berdiri dengan masih memakai pakaian kerja nya.
" papa " Aruna tersenyum " papa baru pulang? " bukannya menjawab Aruna malah balik bertanya
" iya " jawab Darmawan yang menatap putri sulungnya dengan hangat
" papa bersih-bersih dulu nanti Aruna buatkan teh untuk papa " ujar gadis itu.
Darmawan tersenyum dan mengangguk lalu beranjak menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
Aruna tersenyum puas melihat makanan yang dia masak sudah terhidang di atas meja, gadis itu pun bergegas mengantarkan teh yang tadi dia buat untuk sang papa.
" Pa ini teh nya " Aruna meletakkan secangkir teh di atas meja tepat di hadapan papanya yang sedang duduk di sofa ruang keluarga
" terimakasih nak " Darmawan tersenyum
" dimana adik kamu? " tanya Darmawan yang sejak pulang tadi tidak melihat putri bungsunya
" mungkin dikamar nya, sebentar Aruna panggil " baru saja Aruna beranjak, Darmawan langsung mencegah nya.
" papa mau bicara sebentar boleh? " Aruna mengangguk lalu duduk di samping papanya
" apa kamu bahagia nak? " tanya Darmawan dengan sangat hati-hati
" tentu Aruna bahagia pa... tidak ada waktu untuk Aruna bersedih " jawab gadis itu yang sebenarnya justru menahan sesak di dadanya.
" apa mama- "
" mama baik, sangat baik " potong Aruna dengan cepat karena dia tahu apa yang ingin papanya katakan.
" Pa Aruna panggil Mouly dan yang lainnya dulu untuk makan malam " Aruna langsung beranjak meninggalkan papanya yang masih menatapnya dengan iba.