Pelajaran kembali di mulai setelah istirahat sekolah, Nicholas duduk rapih di kursinya sambil menyimak penjelasan dari gurunya. Jam menunjukkan pukul 11:49. Matahari nyaris berada di titik tertingginya, kebetulan sekali, tempat duduk Nicholas berada di pinggir jendela. Jadi dia bisa melihat alam sekitar, khususnya kebun sekolah.
Billy diam-diam mencuri pandang ke Nicholas yang terlihat tak acuh. Bocah itu kemudian kembali menatap papan tulis, namun, dia berniat akan mencegat Nicholas sepulang sekolah nanti.
Keadaan yang awalnya tenang, berubah menjadi tegang ketika terdengar suara teriakan dan dentuman yang sangat keras. Seperti suara kecelakaan, semua warga sekolah refleks beranjak bangkit untuk melihat asal suara. Kecuali Nicholas, cowok itu lebih memilih mengintip dari balik jendela.
Asap hitam mengepul di udara sesaat setelah suara itu terhenti, Nicholas tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi. Alhasil, cowok itu berdiri dan masih belum bisa melihat apapun karena orang-orang memenuhi jendela, lalu dia mengambil kursi dan meletakkannya di atas meja, Nicholas lalu berdiri di antara tumpukan benda tersebut.
"Ah, gak keliatan juga." gumam Nicholas.
Dia lalu berjinjit dan menyipitkan matanya, jantungnya berdetak tak keruan saat terlihat jelas cairan merah yang bercecer di jalan. Kecelakaan mobil dengan truk itu tampaknya membuat si pengemudi tewas di tempat.
Nicholas menelan ludah susah payah tatkala salah satu mayat yang diduga sebagai supir truk itu bangun secara perlahan, padahal anggota tubuhnya tampak tak keruan, patah disana-sini. Kedua bola matanya berurat dan merah, makhluk itu lalu menerjang seseorang dan menggigit lehernya sampai kulitnya mengelupas.
Beberapa siswa yang sengaja keluar dari gerbang tampak bergidik ngeri, makhluk ituโzombieโmemekik pada sekumpulan orang dan berlari ke arah para siswa. Mereka spontan berteriak histeris.
Cowok itu terkejut, pekikan orang-orang kemudian terdengar sangat histeris. Warga sekolah pun berlarian masuk ke area sekolah tanpa menutup gerbangnya. Nicholas lantas menoleh pada sekumpulan orang ramai yang berlari melintasi kelasnya.
Dia mengalami stunt selama beberapa detik, sampai salah satu makhluk itu berhasil masuk dan melompat ke punggung Billy sambil menggerogotinya. Darah pun menyiprat ke segala arah, sehingga mengotori lantai. Billy berteriak kesakitan, kemudian Camelie berlari panik dan hendak menyingkirkan makhluk itu dari anaknya.
Anehnya, ada sesuatu yang membuat Nicholas ingin tersenyum saat melihat kejadian mengerikan itu.
Sayang sekali, Camelie turut menjadi korban, pundaknya digigit makhluk itu. Pemandangan kanibal yang sungguh menyiksa mata, entah darimana, para zombie itu berdatangan semakin banyak.
Alih-alih menyelamatkan diri, Nicholas malah diam di tempat dan memandang jasad Billy dan Ibunya yang berada tepat di depan matanya. Zombie itu lalu menoleh ke Nicholas sambil mengerang, di mulutnya penuh darah. Bukan hanya mulut, tapi sekujur tubuhnya dipenuhi oleh darah.
Nicholas mengalami serangan panik, dia mengerjap beberapa kali, dadanya turun naik tidak beraturan, jantungnya berdetak sangat cepat, mengalirkan darah lebih banyak dari biasanya. Hingga kepalanya tiba-tiba pusing.
Zombie itu kemudian menggapai lengan Nicholas, Nicholas berteriak sangat keras. Tangannya refleks meraih sebuah tongkat kasti yang dibawa teman sebangkunya. Dengan sadis, Nicholas memukul kepala zombi itu beberapa kali. Akibatnya, kini tongkat kasti itu berlumuran darah.
Nicholas kemudian berlari meninggalkan kelas sambil membawa ransel di punggungnya, dia menggenggam tongkat kasti sebagai senjata. Langkahnya terhenti, tepat di lorong sekolah. Mayat-mayat temannya memenuhi koridor, sekarang dia bingung harus melakukan apa.
Mimpi buruknya seakan-akan menjadi nyata dengan terjadinya bencana ini, Nicholas terkejut ketika tangannya tiba-tiba ditarik. "ARGH!" teriaknya, namun, ia segera tersadar ketika mendapati seorang anak perempuan berambut pirang.
"Sstt! Jangan berisik, ikut aku." katanya, Nicholas menurut saja, toh, tidak ada yang bisa dilakukannya sekarang, selain mengikuti orang asing ini. Kaki Nicholas tak sengaja menginjak genangan darah dan membuat jejak kaki di lantai.
๐๐๐
Jane kini berada di lantai parkir bawah tanah, di sini cukup gelap dan sepi. Wanita itu lalu menoleh pada pria yang membawanya kesini, dia terlihat tengah mengisi ulang pistolnya.
"Jangan terus melihatku seperti itu, aku tau kalau aku tampan. Jadi tidak usah dikagumi," ucapnya percaya diri.
"Aku sudah menikah, jadi untuk apa aku mengagumi orang asing?" tanya Jane jutek.
"Haha, rasanya sakit sekali, nyonya. Kalau aku tau sedang menyelamatkan seorang Ibu rumah tangga yang cantik, maka aku tidak akan melakukannya."
"Permisi, tuan. Apa maksudmu?" Jane bertanya dengan nada yang tidak enak.
"Tidak ada, kenalkan, namaku Morgan Vasquez." Morgan menjulurkan tangannya, lalu Jane berdecih dan mengabaikan uluran tangan itu.
"Ah, baiklah, anda tidak menyukai jaba tangan." katanya.
"Aku harus menyelamatkan anakku, dia bersekolah tidak jauh dari sini. lagi pula aku telah berjanji akan datang di jam istirahat," ujar Jane.
"Dan membahayakan kita? Ayolah, nyonya. Berpikir positif, mungkin anakmu sudah berubah menjadi makhluk itu," papar Morgan, Jane seketika memelotot dan berdiri.
"Hei! Tidak sopan mengatakan hal yang menyakiti perasaan orang lain!" kata Jane sebagai pembelaan diri dan membela ekspetasinya.
"Sudah jelas, bukan? Lihat sekelilingmu, nyonya. Mereka berubah setelah di gigit," ujar Morgan.
"Mustahil, anakku pasti masih hidup. Nicholas itu sangat kuat." jawab Jane masih mencoba bersikap positif.
"Aku sudah melihat ini dari hari kemarin, aku juga seorang dokter, nyonya. Aku kira penyakit ini adalah penyakit normal yang membuat orang-orang mati secara mengenaskan, namun, hal lain terjadi setelahnya. Virus ini seolah mengendalikan raga mereka," ujar Morgan, dia ikut berdiri berhadapan dengan Jane yang terlihat mulai gusar.
"Aku adalah penyintas dari kota Stonburg," sambung Morgan.
"A-apa maksudmu?" Jane menatap nanar pria itu sambil mengkhawatirkan Nicholas.
"Yeah, ini terjadi juga di daerah pinggiran kota atau biasa kita sebut kota Stonburg. Beberapa hari sebelum virus itu menjangkit kota Aphelion ini, tidak ada harapan selain terus berjalan, nyonya."
"Tapi, aku harus menyelamatkan Nicholas apapun yang terjadi. Jika kau tidak ingin membantu, maka diamlah seperti pengecut sejati!" ujar Jane, lalu dia melangkah meninggalkan Morgan dengan bermodalkan keberanian untuk menyelamatkan Nicholas.
Morgan kemudian terdiam dan berpikir sejenak, "Kalimat yang bagus,." katanya sebelum ikut menyusul Jane.
"Hei, tunggu aku, nyonya. Aku tidak bisa berjalan cepat sepertimu, kakiku sedang kesemutan." keluh Morgan pada Jane.
"Apa aku terlihat peduli?" sahut Jane dari balik bahunya.
๐๐๐
Jane berjalan menuju deretan mobil yang terparkir, dia mencoba membuka satu-persatu mobil yang ada di sana. Sedangkan, Morgan, dia hanya diam mengawasi. Tanpa aba-aba, Jane memecahkan kaca jendela mobil menggunakan sikutnya. Morgan bahkan meringis membayangkan sikutnya di gunakan sebagai pemecah jendela mobil.
"Hey, kau lumayan kuat, mengapa tidak mendaftar menjadi pencuri mobil saja, nyonya?" tanya Morgan jumawa.
Jane lantas membuka pintu mobil dari dalam, dia lalu masuk dan duduk di kursi pengemudi. "Berhenti memanggilku nyonya, namaku Jane," ujarnya sambil mengotak-atik mesin mobil supaya mau menyala.
"Hm, baiklah, nyonya Jane." Morgan bersedekap seraya menyender di pintu mobil yang berada di samping Jane.
Tak lama kemudian, mesin mobil pun menyala. Morgan dibuat takjub dengan skill Jane, padahal dia hanya seorang dokter biasa dengan wajah yang super garang. "Hey, tuan Vasquez, mau ikut atau tidak?" tanya Jane membuyarkan lamunan Morgan, pria itu lalu terkekeh dan ikut masuk ke dalam mobil.
Morgan duduk di samping kursi pengemudi, dia memasang sabuk pengaman terlebih dulu. Morgan lantas membuka kaca mobil untuk sekedar bercermin di kaca spion, seperti orang gila, Morgan berbicara sendiri.
"Hei, tampan. Aku menyukaimu," ujar Morgan pada refleksi dirinya.
Jane yang memperhatikan sikap pria itu kemudian berdecih dan melajukan mobil secara perlahan, mengeluarkannya dari parkiran bawah tanah. Jane menyipitkan mata ketika sinar matahari membuat matanya silau, sekarang dia sudah sampai di luar gedung.
Jane syok saat mendapati semua kendaraan yang nyaris memadati jalanan. Belum lagi, orang-orang yang mati mengenaskan, bahkan, beberapa mobil mengeluarkan asap dan ada yang berapi.
Jane perlahan memutar setir untuk membelokkan mobil, jantungnya berdetak tak keruan, belum pernah Jane membayangkan hal ini terjadi dalam hidupnya. Sementara Morgan, pria itu terlihat santai seolah sudah terbiasa dengan pemandangan mengerikan macam ini.
"Bagaimana?" tanya Morgan, Jane melirik sekilas. Kemudian menjawab; "Aku akan tetap menyelamatkan anakku,"
"Aku salut padamu, aku bahkan tidak bisa menyelamatkan mendiang istri dan kedua anakku."
๐๐๐
Cowok itu berlari bersama seorang anak perempuan yang bernama Wendy, segerombolan zombi rakus dan menyeramkan sedang mengejar mereka sekarang. Nicholas kemudian menarik Wendy untuk bersembunyi di gudang sekolah.
"RRRRGGHHHH!!" zombi itu menggeram, membuat bulu kuduk keduanya meremang. Perasaan takut selalu menyelimuti Nicholas, maupun Wendy.
Wendy langsung menutup pintu, sedangkan Nicholas, dia tengah berusaha untuk memindahkan sebuah lemari kayu buat mengganjal pintu. Dengan mengerahkan seluruh tenaganya, Nicholas akhirnya mampu menggeser almari berat itu tepat ke depan pintu.
Keringat pun sontak bercucuran dari dahi cowok itu, dia lalu terdiam sejenak, memandang pintu yang bergerak akibat para zombi yang mencoba masuk.
Wendy berdiri di belakang Nicholas sambil memegang dada yang terasa sesak, dia teringat kejadian dimana teman-temannya berubah setelah di gigit. Yang paling menyedihkan adalah melihat pengorbanan sahabat Wendy, dia adalah Laurencia.
"Jadi, bagaimana kau menjelaskan semua ini?" tanya Nicholas tanpa berbalik.
"Menjelaskan apa?" Suaranya parau.
"Bencana ini. Dan, bagaimana kau bisa selamat?" tanya Nicholas, dia membalikkan tubuhnya menghadap ke Wendy yang terlihat takut.
Wendy menunduk, air matanya perlahan berjatuhan. Hatinya sangat sakit, pikirannya benar-benar kacau. Mentalnya terkikis. Sementara itu, Nicholas terdiam, dia merasa agak bersalah karena telah bertanya demikian.
Nicholas lantas mendekati Wendy lalu mengusap-usap kepala perempuan itu tanpa ragu. Dengan ekspresi datar, Nicholas berdiri di depan Wendy sambil berusaha menenangkannya. Nicholas menatap keluar jendela, dia menunggu Wendy untuk buka suara.
"Laurencia, dia menyelamatkan aku dari makhluk mengerikan itu... Lalu dia berubah tepat di depan mataku, di detik-detik terakhirnya, Laurencia bahkan masih bisa tersenyum dan menyuruhku pergi," isak Wendy.
"A-aku tadinya tidak ingin pergi, tapi karena Laurencia bilang 'ini permintaan terakhirku', maka aku pergi, lalu menemukanmu kebingungan di koridor," Wendy sesenggukan, Nicholas kemudian sedikit membuat Wendy mendongak agar ia bisa melihat wajahnya.
"Terima kasih." Nicholas tersenyum dan menghapus air mata Wendy menggunakan jempolnya. Perempuan itu sontak memelotot kaget, dia refleks memandang wajah tampan Nicholas. Dari sana, hatinya mulai menghangat.
"Terima kasih untuk?" tanya Wendy, masih menatap Nicholas.
"Karena membawaku bersamamu, aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku, jika kamu egois." kata Nicholas, senyum itu lalu sirna tatkala lemari yang ada di belakang mereka terjatuh dan membuat suara dentuman hebat.
"RRRRGGGHHHHHH!!!" Mereka mengerang, untungnya, lemari itu masih mengganjal pintu, sehingga tidak ada satupun zombi yang bisa masuk.
"Bagaimana ini?" Nicholas bertanya pada Wendy dengan sorot cemas.
Cewek itu lalu menoleh, menemukan sebuah jendela yang lumayan besar. Wendy kemudian berjalan ke sudut ruangan untuk mengambil sebuah tongkat besi bekas yang berdebu.
"Minggir!" titah Wendy, menggunakan seluruh energinya, Wendy memukul kaca jendela itu sampai pecah menggunakan tongkat besi.
"Hey, kita tidak boleh merusak fasilitas sekolah," ujar Nicholas, Wendy melirik dan membuang tongkat itu ke sudut yang lain.
"Aku merusaknya. Sekarang, ayo kita pergi dari neraka ini!" Wendy mengencangkan sabuk roknya dan keluar melewati jendela, disusul oleh Nicholas.
๐๐๐
Nicholas terkejut karena sekolahnya sudah berubah menjadi tempat mengerikan yang penuh zombi, dia melihat banyak mayat yang tergeletak. Sejurus kemudian, Wendy menutup pandangan Nicholas yang mulai terkena serangan panik.
Cowok itu merasa sesak dan pusing, tubuhnya mendadak lunglai. "Nichy, kau baik-baik saja?" Wendy baru saja membuat panggilan baru untuk Nicholas.
Nicholas terperenyak sambil mencoba bernafas normal, Wendy seketika berubah senewen. Dia tidak tau apa yang harus di lakukan, untung saja, di sini tidak ada zombi. Setidaknya, mereka punya waktu yang agak panjang.
Wendy refleks menutup mulut Nicholas yang terus merintih, dia lalu melihat sebuah kresek warna hitam tak jauh darinya. "Tunggu sebentar." ujarnya.
Wendy berlari secepat kilat mengambil benda itu dan menyerahkannya pada Nicholas, cowok itu spontan mengambilnya dan bernafas ke dalam kresek. Dalam beberapa saat, cara itu berhasil meredakan kepanikan Nicholas.
"Gimana? Udah agak baikan?" tanya Wendy, tangannya terus mengelus punggung Nicholas.
"Lumayan," jawab Nicholas. "Tapi, ini kreseknya bekas apa?" Nicholas memandang Wendy.
"Kenapa?"
"Kok bau?"
๐๐๐
Jam menunjukkan pukul dua belas tepat, matahari terasa sangat panas terik. Seolah membakar kulit. Nicholas sekarang sudah berada di sebuah minimarket yang tak jauh dari sekolahnya. Cowok itu berjalan di belakang Wendy sambil melihat-lihat.
"Berantakan banget, kayak ada gempa aja," kata Wendy, dia sedang berdiri tepat di depan kulkas yang terbuka dan semua kaleng minumannya pun tercecer di lantai. Cewek itu berjongkok untuk mengambil satu kaleng minuman, lalu berdiri lagi.
"Kok sepi, ya?" tanya Wendy, dia menoleh ke Nicholas yang berada di balik rak makanan.
"Mereka diem di rumah kali," jawab Nicholas tak minat. Dia lalu mengambil salah satu makanan berbentuk telur yang sebelumnya tak pernah ia coba, namun Nicholas selalu menginginkannya. Sejurus kemudian, Nicholas membuka bungkusnya dan memakan isinya. "Enak sih, tapi mahal," gumamnya sangat pelan.
"Ooohh..." Wendy membulatkan bibirnya, jari telunjuk perempuan itu membuka kunci kaleng, kemudian meneguk isinya.
Nicholas berjalan di antara rak-rak tinggi yang sebagian sudah kosong, mungkin orang-orang sudah membeli semua makanan yang ada disini. Atau mereka melakukan penjarahan gila beberapa jam yang lalu.
Sayup-sayup cowok itu mendengar rintihan seseorang dari balik pintu, Nicholas perlahan mendekati pintu dan menempelkan telinganya. Kemudian, tangannya memegang knop pintu yang ternodai oleh darah.
"Nichy!" panggil Wendy mengejutkan Nicholas, cowok itu spontan menoleh dan mengangkat kedua alisnya.
Wendy menunjuk tangan Nicholas menggunakan kedua matanya, "Apa?" tanya Nicholas pilon.
"Ada darah di tanganmu," ucap Wendy, Nicholas sontak menarik tangannya dari knop pintu.
Wendy berjalan cepat untuk menghampiri Nicholas dan mengelap tangan cowok itu menggunakan sapu tangan polkadot yang selalu dia bawa. Setelahnya, Wendy menatap Nicholas yang berkeringat dingin.
"Jangan sembarangan pegang," ujar Wendy.
"Aku bukan anak kecil lagi," balas Nicholas ketus.
"Ya, aku tau itu, makanya aku bilang jangan pegang sembarangan," Wendy memasukkan sapu tangan itu ke saku roknya.
"Kenapa? Aku sudah besar, aku tau apa yang aku lakukanโ"
DUG! Sesuatu yang keras menggedor pintu yang ada di samping mereka, hingga Nicholas dan Wendy terlonjak kaget. DUG! Suara dentuman terus terdengar, membuat mereka berdua menjadi was-was. Nicholas refleks menggenggam tangan Wendy sambil mengambil langkah mundur.
Mereka memandang pintu bertuliskan "Hanya karyawan yang boleh masuk" itu dengan perasaan kalut.
Sementara Wendy, dia bersiap mengeluarkan pisau dapur yang dia ambil dari rak minimarket, DUG! Akhirnya pintu pun terbuka, segerombolan zombi berjalan ringkih ke arah mereka.
"Yah, aku curiga tentang yang satu itu," ujar Wendy.
"Mereka banyak," kata Nicholas panik. Wendy menoleh ke Nicholas, cowok itu terlihat sangat ketakutan, begitu pun dengan dirinya.
Wendy tertunduk, memutar otak untuk berpikir lebih keras dari biasanya. Gadis itu kemudian memutuskan untuk melawan mereka, apapun yang terjadi, pikirkan nanti saja!
"WENDY! APA YANG KAU LAKUKAN?!" Nicholas berteriak spontan, dia terkejut saat Wendy menusuk kepala makhluk itu menggunakan pisau.
Wendy tidak menjawab, ternyata dia membawa dua pisau yang sama untuk melawan para zombi. Perempuan itu sangat cekatan dan kuat, Wendy menunduk dan menusuk kaki salah satu zombi, lalu dia menarik pisau itu kembali.
Wendy terkadang meninju wajah makhluk itu hingga tangannya berlumuran darah. Sedangkan, Nicholas, dia hanya terdiam dan memandang aksi Wendy yang terbilang sangat nekat. Cewek itu membuat Nicholas terpukau.
Lama-kelamaan, Wendy menjadi kewalahan, tenaganya terkuras habis. Sekujur tubuhnya dipenuhi keringat, seragamnya pun berubah jadi kumal. Tidak ada pilihan lain, kecuali... "KABUR!" Wendy berbalik badan dan menyambar tangan Nicholas.
Perempuan itu membawa Nicholas berlari keluar dari minimarket menuju ke tempat yang lebih aman. Nicholas menatap tangannya yang di genggam oleh Wendy, apa Wendy lupa? Kalau sekarang tangannya penuh dengan darah?
Untuk beberapa alasan, Nicholas tidak akan protes. Meskipun dia benci ketika harus melihat darah.
"Kita mau kemana?" tanya Nicholas, rambutnya bergoyang kesana-kemari dan itu sangat lucu bagi Wendy.
"Ke tempat dimana kita bisa pulang," jawab Wendy sekenanya.